Dimana Aku
" Bagaimana? Bisa tidak? Kita tidak bisa kembali ke Desa
Paraire kalau pesawatmu tidak bisa dibawa kemari." Angelina panik.
" Tunggulah, sedikit lagi." Imelda membenturkan
remot yang ia bawa pada tangannya. " Ya, akhirnya. Sudah selesai." Ia
menekan tombol pada remot itu. Di atas mereka membuka sebuah lingkaran mirip
seperti portal milik Diandra, tetapi didalam lingkaran itu terdapat sebuah
simbol berwarna kuning terang menyala. Sebuah pesawat terlihat keluar dari
lingkaran itu.
" Mundurlah sedikit jika kakak semua tidak ingin
tertindih pesawat." Mereka melakukan seperti yang Imelda perintahkan. Kini
terlihat bentuk utuh pesawat itu, perlahan-lahan lingkaran itu mulai menutup
dan simbol itu mulai meredup, berangsur-angsur menghilang.
" Kendaraan
sudah tiba." Kata Imelda dengan bangga.
" Siapa yang harus ikut dalam perjalanan ini yang
mulia?" tanya Resilia.
" Kau dan Triana akan ikut dalam perjalanan, sedangkan
Alicia kembali bersamaku ke Istana. Tree of Life sedang dalam bahaya."
Perintah Queen Narsilia.
" Ke.. kenapa mereka berdua? Kenapa tidak aku saja yang
mulia?" kata Alicia.
" Aku merasa kau sanggup jika menjaga Tree of Life
sendirian. Aku akan mengirim penjaga istana untuk membantumu."
" Ba.baik yang mulia." Dengan berat hati Alicia
menuruti perintah itu. Jauh didalam hatinya ia berharap bahwa ialah yang akan
ditunjuk untuk tugas ini.
" Jangan sedih begitu Alicia, kau juga mendapat tugas
penting." Triana berusaha untuk menghibur Alicia.
" Tenang saja, aku baik-baik saja. Kalian berdua
hati-hati ya, Talejia akan memberitahuku jika kalian dalam bahaya. "
" Ayo kakak, cepat naik. Kita akan berangkat."
Seru Imelda.
" Kita harus pergi Triana. Kami mohon pamit yang
mulia." Resilia dan Triana memberi salam penghormatan pada Ratu Narsilia.
Ia hanya mengangguk halus sebagai balasannya. Merka berdua berlari memasuki
pesawat itu. Dengan kecepatan mengagumkan pesawat itu melesat dan hilang dari
pandangan.
***
Rasa pening menyambutnya saat ia pertama kali membuka kedua
matanya. Pandangannya berkunang-kunang dan tubuhnya lemas. Panas yang ia rasakan
seperti membakar tubuhnya, keringatnya bercucuran. Ia berniat menyeka
keringatnya, tetapi tangannya terhambat sesuatu dan ia tidak bisa
menggerakkannya. Ia melihat pergelangan tangannya. Sebuah rantai mengikat kedua
tangannya. Ia baru tersadar bahwa ia tidak berada di desa Paraire. Ia melihat
sekeliling dan menemukan ia tengah terduduk disebuah ranjang dengan tangan yang
terikat di atas kanan-kiri sebuah papan pada ranjang itu. Ranjang itu cukup
besar, cukup untuk dua orang. Kakinya tidak terikat. Ia berusaha melepaskan
diri, tetapi itu tidak merubah apapun. Ia kembali menjelajahi ruangan itu, ia
berada di sebuah ruangan berdinding tumpukkan batu-batu besar. Tak ada jendela
satupun disana, hanya ada sebuah pintu. Ruangan itu diterangi api dari sebuah
obor, tidak terlalu menerangi ruangan itu. Ada banyak perabotan di ruangan itu.
Ia tidak bisa menentukan kamar ini milik seorang wanita atau pria.
Seseorang membuka pintu ruangan itu dengan perlahan, tubuh
Sean mulai menegang. Perlahan tapi pasti, ia mulai bisa melihat sosok dibalik
pintu itu.
" Ternyata kau sudah sadar?" dia adalah seorang
wanita yang telah membawanya ke tempat ini. " Bagaimana? Apa kau merasakan
sakit? Maafkan aku telah membawamu kemari dengan cara paksa. Mau bagaimana
lagi? Kau memberontak, dan aku suka itu." Sean hanya diam.
Aisha mendekat dan duduk disampingnya, ia menyentuh wajah
Sean dan membuatnya memandang dirinya. Sean tidak menurutinya, ia menunduk dan
memilih untuk tidak melihatnya. " Ada apa? Jangan takut, aku tidak akan
melukaimu. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama, padamu. Aku akan lakukan
apapun untukmu."
Sean tidak menjawab dan memejamkan kedua matanya.
" Keringatmu bercucuran, udara diruangan ini panas ya?
Maafkan aku rumahku memang seperti ini. Kau sedang berada di ruang bawah tanah.
Aku akan membukakan pakaianmu." Aisha mendekat, sangat dekat. Ia
meletakkan kedua tangannya di tubuh Sean, merabanya sebelum akhirnya ia
membukakan kancing baju teratas, ia juga membukakan kancing baju selanjutnya.
" Hentikan." Kata Sean tegas.
" Tapi, bukankah kau merasa panas?" Ia kembali
membukakan kancing baju milik Sean.
" Sudah kubilang hentikan."
Ekspresi Aisha berubah drastis, tetapi ia menahan diri untuk
tidak melukainya. Ia tidak menyerah. Ia kembali mendekati Sean dan memeluknya.
Ia mendekatkan bibirnya pada telinga Sean " Baiklah kalau begitu, aku akan
menuruti perkataanmu. Aku tahu kau tidak memiliki perasaan yang sama
terhadapku, masih belum. Aku akan berusaha untuk membuatmu mencintaiku."
Ia mencium kening Sean, lalu ia melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan ini
dan kembali menutup pintu rapat-rapat.
***
Kouichi berlari kembali ke tempat latihannya setelah
sebelumnya ia terpisah karena menghadapi musuh yang tiba-tiba saja datang. Ia
melihat Xian yang memandang butiran debu yang bertumpuk dihadapannya. Ia tak
bergeming sama sekali, setelah diperhatikan telapak tangannya berdarah. Ia
menggenggam kuat pedang miliknya. Tentu saja Kouichi dibuat khawatir karenanya.
" Xian? Apa kau baik-baik saja?" Kouichi melihat sekeliling karena
merasa ada sesuatu yang kurang " Dimana Sean? Bukannya tadi dia
bersamamu?" Xian hanya diam.
" Xian?" ia memutari Xian sehingga ia bisa melihat
wajahnya. Ia tersentak kaget setelah melihat ekspresinya. " Hei,
sebenarnya ada apa ini?" tanya Kouichi khawatir.
Xian tidak menjawabnya, ia membalikkan badannya dan
menghampiri Diandra yang sedang tak sadarkan diri setelah diobati oleh Shadow
Sawako. " Diandra, bangunlah." Xian menggoyangkan tubuh Diandra dan
berniat membangunkannya.
" Dia baru saja tertidur setelah aku mengobatinya,
jangan ganggu dia." Shadow
Sawako melarangnya.
" Sial" Xian memukul tanah disampingnya " Aku
tidak mampu menjaga adikku, hanya dia seorang. Apa aku sanggup menyelamatkan dunia?"
Kouichi hanya terdiam, ia tidak tahu harus berbuat apa.
" Sawako, bawalah dia ke rumah Kouichi. Dan kau anak
muda, sebaiknya kau segera mencari Alisa, bukankah kau harus bertemu dengannya
nya~ ?" kata Shadow Nyang. Shadow Sawako membentuk segel dan menghilang
dibalik asap.
Xian tidak bisa memaafkan dirinya sendiri, darah dari
telapak tangannya dan lengannya bercucuran. Ia tidak perduli. Kouchi menepuk
punggungnya " Tenang saja, kita pasti bisa menyelamatkan Sean. Ini semua bukan
salahmu. Berhentilah menyalahkan dirimu sendiri."
Xian memasukkan pedangnya dan menghela nafas panjang, ia
berusaha menenangkan dirinya.
" Berikan tangan kananmu, biar aku obati luka-luka
itu." Kata Kouichi.
Tanpa berfikir
panjang Xian memberikannya. Sean baru saja belajar jurus ini dari Shadow
Sawako, jurus penyembuh. Jurus itu memakan cukup banyak cakranya, tetapi itu
tak masalah baginya. Dalam sekejap luka dilengannya telah sembuh. Xian melihat
lukanya, ia tidak merasakan sakit.
" Mari, akan aku antarkan pada Alisa."
***
Air danau sangat tenang, sama seperti seorang gadis yang
duduk di tepinya. Ia memejamkan kedua matanya, merasakan ia telah bersatu
dengan alam disekitarnya. Suara angin yang berhembus, suara burung yang
berkicauan dan suara-suara lainnya dengan mudah didengarnya. Ia mulai memasuki
alam bawah sadarnya. Pada awalnya semuanya sangatlah gelap, perlahan ada cahaya
yang menerangi pengelihatannya. Semakin luas cahaya itu menerangi semakin
banyak yang dapat ia lihat, dirinya sendiri. Lalu bayangan dirinya itu mulai
berubah menjadi sesosok gadis brambut panjang dan merah. Tatapan matanya sayu.
Tanpa ia bicarpun semua orang akan tahu jika gadis itu membutuhkan pertolongan.
" Kenapa? Meskipun aku mencoba berkali-kali hasilnya
tetap saja sama?" Teriak Alisia.
" Karena aku adalah takdirmu. Kau harus melindungiku.
Dan itu tidak bisa berubah." Jawab gadis itu.
" Tapi kenapa harus aku? Kenapa harus warga suku ku
yang harus menerimanya? Jika saja takdir itu tidak jatuh padaku, teman-temanku,
orang tuaku, warga desaku, guruku... tidak harus mati."
" Akulah dirimu, dirimu adalah aku. Aku adalah
takdirmu. Kau tidak bisa menghindari hal itu." Gadis itu memejamkan kedua
matanya dan menundukkan kepalanya. Dengan perlahan cahayanya mulai meredup.
" Tu..tunggu, ini tidak adil. Tidaak!"
Kouichi dan Xian telah sampai pada danau tempat Alisia
melakukan hal yang ditakuti Kouichi. Keadaan sangat tenang, tidak terjadi
apapun. Hanya saja ada seorang gadis yang duduk ditepinya.
" Tidak terjadi apa pun. Apa yang kau takuti?"
Tanya Xian jahil.
" Kau tidak tahu, kalau dia sudah terangkat diudara dan
mulai mengobrak-abrik tempat ini..." Kouichi mengankat kedua tangannya
menandakan ia sudah menyerah sambil menggelengkan kepalanya.
" Kau ini bicara apa? Ayo cepat, kita tidak punya
banyak waktu."
Angin kencang mulai berhembus dan membuat bulu kuduk Kouichi
berdiri. Awan hitam mulai berdatangan. Burung-burung yang semula berkicauan
dengan riang berhamburan meninggalkan tempat itu. Keadaan damai telah hilang
dan berganti dengan kesuraman. Alisia berdiri dari posisi duduknya. Ia membuka
kedua tangannya dan memandang ke langit hitam itu. Cahaya terang terpancar dari
kedua matanya. Dengan perlahan kakinya mulai meninggalkan tanah pijakannya.
Suara-suara menyakitkan dan mengerikanpun mulai terdengar.
" Inilah yang aku maksud." Kata Kouichi ketakutan.
"Alisa. Apa kau mendengar suaraku? Alisaa.."
Teriak Xian untuk menyadarkan Alisa. Tidak ada yang terjadi. Xian berlari
mendekatinya dan memegang pergelangan kaki Alisa. Ia berusaha untuk menahannya
supaya tidak melayang semakin tinggi. " Alisa, sadarlah."
" Apa kau gila?" Teriak Kouichi.
Alisa membuka kedua matanya, kini matanya tidak memancarkan
cahaya terang. Keadaan mengerikan itupun berubah secara drastis. Ia pun
langsung terjatuh dan Xian menangkapnya. Ia masih beradaptasi dengan keadaan
disekelilingnya.
" Xian? Apa benar kau Xian? Aku tidak berhalusinasi
kan? Apa aku sudah sadar?" Alisia bangun dari pegangan Xian " Apa aku
melukaimu? Seharusnya tidak ada orang disini saat aku meditasi."
" Aku telah memberi tahunya, hanya saja dia tidak
mendengarkan." Kouichi bersedekap.
" Dengar ada berita buruk yang harus kau dengar.."
Xian membenarkan arah pembicaraan.
" Aku sudah mengetahuinya." Kata Alisa "
Tentang perang itu dan hilangnya adikmu. Aku sudah tahu semua."
" Bagaimana kau..."
" Itu semua adalah takdir yang tidak bisa dirubah dan
aku melihatnya."
" Apa kau tahu dimana adikku berada?"
" Aku tidak tahu. Aku hanya mengetahui hal itu akan
terjadi. Tetapi untuk hal yang lebih detail..." Alisa menggelengkan
kepalanya " Kita harus cepat kembali ke desa. Seseorang telah lama
menunggu kita."
***
Pesawat yang mereka naiki telah tiba.
Dengan perlahan pesawat itu mendarat. Tak ada seorangpun tahu dimana lokasi
mereka, karena mereka tidak mendaratkan pesawatnya dekat dengan pemukiman
warga. Mau bagaimana lagi? Tidak ada yang boleh tahu dimana mereka
menyembunyikan pesawat itu. Pintu pesawat itu membuka, mereka pun keluar dari
sana. Dengan cepat mereka menutupi pesawat itu dengan dedaunan yang mereka
temukan disekitar tempat itu. Sempurna. Yang perlu mereka lakukan sekarang
adalah menemui Xian, Kouichi dan Alisa. Mereka telah bersiap untuk pergi ke
desa Paraire. Tetapi ada seseorang yang mencegah mereka dengan meneriakkan nama
Triana. Dengan sigap Resilia mempersiapkan anak panahnya dan membidik ke arah
asal suara itu.
“ Siapa disana?”
“ Whoa.. ada apa ini? Kenapa Elf itu membidikku” kata
Kouichi sambil mengangkat kedua tangannya tanda ia tidak akan melakukan
perlawanan.
“ Turunkan senjatamu Resilia, dia adalah salah satu orag
yang kita cari.” Triana memegang tangan Resilia dan menurunkan senjatanya. “ Ku
fikir kau harus belajar untuk tidak terlalu serius.”
Resilia hanya diam dan menyimpan senjatanya.
Kouichi menurunkan kedua tanganya dan menghembuskan
nafasnya, ia merasa lega. Setelah beberapa saat Xian baru muncul sambil
membantu Alisa untuk berjalan.
“ Hei.. Sejak kapan kalian datang?” Xian melambaikan
tangannya “ Bagaimana keputusan Raja?”
Eithan melipat tangannya
dan menggelengkan kepalanya.
“ Kurasa itu artinya tidak.” Kata Xian dengan nada lemah.
“ Bagaimana jika kita bicaraka ini dirumahku? Rasanya kurang
tepat jika bicara di sini.” Kata Kouichi.
“ Tidak. Kita harus bertindak cepat. Kita bicarakan saja
semuanya disini.” Sahut Resilia.
“ Sebenarnya ada apa ini?” Alisa melepas pegangan Xian dan
berusaha untuk berdiri sendiri.
“ Kita harus mencari tahu dimana lokasi musuh dan siapa saja
mereka, ya... mudahnya adalah memata-matai mereka.” Jelas Imelda.
“ Memangnya kenapa kita yang harus melakukan itu? Bukannya
pihak kerajaan juga akan membantu?” tanya
Xian.
“ Mereka menolak karena kurangnya informasi. Aku tidak tau
apa yang mereka fikirkan.” Jelas Triana.
“ Mungkin mereka fikir kita jauh-jauh datang kesana hanya
untuk memberikan mereka lelucon yang tidak lucu.” Kata Angelina sambil membuat
bola api ditangannya.
“ Dimana adikku? Aku tidak melihatnya. Bukannya dia
bersamamu?” tanya Eithan
“ Dimana Sean? Kenapa dia juga tidak ada?“ tanya Triana.
Xian hanya diam, ia
menundukan kepalanya dan menatap tanah pijakkan kakinya. Air mata berlinang tak
tertumpahkan dimatanya. Ia tidak ingin Triana melihatya seperti ini. Ia tidak
ingin terlihat lemah. Tapi ia tidak tahu harus berkata apa. Ia tak sampai hati
mengatakan ‘ aku membiarkan mereka membawa adikku’.
“ Jawab aku Xian. Dimana adikku!” Eithan mulai curiga.
“ Oleh karena itu, mari kita bicarakan ini dirumahku.
Diandra sedang dirawat ayahku karena dia terluka.” Kouichi berusaha
menenangkannya.
“ Terluka? Bagaimana dia bisa terluka?”
“ Sebenarnya...”
“ Murid bodohku ini melemparkan kunai pada adikmu~nya.”
Seekor kucing muncul ditengah-tengah mereka tanpa disadari.
“ Master, apa yang kau bicarakan? Aku tidak sengaja
mengenainya. Kedua mataku sedang tertutup saat melempar kunai itu bukankah itu
ujian darimu. Sean juga sudah bilang kalau mereka datang melalui portal mana
aku tau ada portal yang membuka tepat didepan sasaranku? Aku sudah bertanggung
jawab memanggil Shadow Sawako untuk menyembuhkannya dan membawanya pulang untuk
dirawat ayah. Lagi pula kenapa kau masih disini? Bukankah kau seharusnya pulang
ke rumah dan makan makanan yang sudah ku siapkan?”
“ Kau ini murid tidak tahu diri. Jika kau bukan anak Rin aku
tidak akan mengajarimu apapun. Untuk apa aku membuang-buang waktuku untuk
menjagamu? Lebih baik aku pergi ke pemandian air panas dan merawat bulu-bulu
indahku.”
“ Apa katamu?!”
Angelina mendorong Kouichi dan Shadow Nyang dengan gelombang
sehingga mereka berjauhan. Ia membekukan mereka berdua dan masih menyisakan
kepala mereka. Ia membuat lingkaran api sebagai pembatasnya. “ Sudah cukup.
Telingaku sudah gatal mendengar pertengkaran guru dan murid yang tidak ada
gunanya. Berani melangkah mendekat satu sama lain aku tidak akan segan-segan
membakar kalian.”
Mereka berdua terpaku melihat Angelina berkata begitu. Tanpa
mereka sadari wajah mereka memucat. “ Mengerikan” itulah kata yang mereka
ucapkan untuk Angelina.
“ Sudah, lepaskan mereka. Ini tidak ada gunanya. Dia telah
mengobati Diandra itu sudah cukup. Bukan mereka yang harus kita lawan.” Kata Eithan.
Angelina mengayunkan dan menghentakkan tongkat sihirnya ke
tanah. Seketika es yang mengikat mereka mencair dan api yang mengelilingi
mereka pun padam. Wajahnya sudah sangat jelas menunjukkan kalau dia tidak suka,
lebih tepatnya marah. “ Aku tidak melakukan hal ini karena mereka melukai
Diandra. Aku tidak perduli apapun yang akan terjadi padanya. Tolong jangan salah
sangka.” Ia berjalan menuju pintu gerbang desa Paraire dan meningalkan
kekacauan yang baru saja terjadi tanpa memperhatikan orang-orang yang ada
disekitarnya.
“ Lebih baik kau menenangkannya Eithan, atau mungkin ini
akan jadi lebih buruk.” Kata Triana. Eithan tidak menjawab.
“ Baiklah, mari aku antar kerumahku. Aku akan menyajikan teh
herbal yang sehat dan menenangkan hati resep rahasia keluargaku.”

Assalamualaiku wr. Wb.
BalasHapusSelamat malam para pembaca semuanya.
Saya, RDSawako, ingin memberitahukan bahwa akun g-mail saya telah dibajak oleh seseorang sehingga kepemilikan blog ini bukan lagi atas nama saya. Agak memalukan sih, karena akun gmail saya terbajak karena sebuah game on line. Tetapi jangan khawatir. RDSawako tidak hanya berhenti sampai disitu. RDSawako telah membuat blog baru yang sampai saat ini masih dalam tahap pembaruan yaitu http://rdsawakonew.blogspot.co.id
Mungkin ada beberapa orang yang berfikiran kalau RDSawako new ini adalah blog pembajak dari blog RDSawako. Saya bisa memaklumi itu. Tetapi karya ini adalah karya original milik saya dan sayalah satu-satunya penulis cerita ini. Saya sudah meng up-load serial Days Of Darkness : Chapter 21 di blog baru saya. Jika saya adalah yang palsu saya tidak akan mungkin meng up-load chapter lanjutan, padahal di blog ini baru di up-load chapter 20. Jika masih tidak percaya, silahkan ditunggu sampai tanggal satu, tanggal serial Days Of Darkness di rilis. Tolong beritahu pembaca lainnya tentang hal ini. RDSawako akan merasa sangat terbantu dengan sedikit kepedulian para pembaca
Terimakasih
RDSawako