Kamis, 19 Februari 2015

Days Of Darkness : Chapter 7


Dimana Aku
" Bagaimana? Bisa tidak? Kita tidak bisa kembali ke Desa Paraire kalau pesawatmu tidak bisa dibawa kemari." Angelina panik.
" Tunggulah, sedikit lagi." Imelda membenturkan remot yang ia bawa pada tangannya. " Ya, akhirnya. Sudah selesai." Ia menekan tombol pada remot itu. Di atas mereka membuka sebuah lingkaran mirip seperti portal milik Diandra, tetapi didalam lingkaran itu terdapat sebuah simbol berwarna kuning terang menyala. Sebuah pesawat terlihat keluar dari lingkaran itu.

" Mundurlah sedikit jika kakak semua tidak ingin tertindih pesawat." Mereka melakukan seperti yang Imelda perintahkan. Kini terlihat bentuk utuh pesawat itu, perlahan-lahan lingkaran itu mulai menutup dan simbol itu mulai meredup, berangsur-angsur menghilang.
 " Kendaraan sudah tiba." Kata Imelda dengan bangga.
" Siapa yang harus ikut dalam perjalanan ini yang mulia?" tanya Resilia.
" Kau dan Triana akan ikut dalam perjalanan, sedangkan Alicia kembali bersamaku ke Istana. Tree of Life sedang dalam bahaya." Perintah Queen Narsilia.
" Ke.. kenapa mereka berdua? Kenapa tidak aku saja yang mulia?" kata Alicia.
" Aku merasa kau sanggup jika menjaga Tree of Life sendirian. Aku akan mengirim penjaga istana untuk membantumu."
" Ba.baik yang mulia." Dengan berat hati Alicia menuruti perintah itu. Jauh didalam hatinya ia berharap bahwa ialah yang akan ditunjuk untuk tugas ini.
" Jangan sedih begitu Alicia, kau juga mendapat tugas penting." Triana berusaha untuk menghibur Alicia.
" Tenang saja, aku baik-baik saja. Kalian berdua hati-hati ya, Talejia akan memberitahuku jika kalian dalam bahaya. "
" Ayo kakak, cepat naik. Kita akan berangkat." Seru Imelda.
" Kita harus pergi Triana. Kami mohon pamit yang mulia." Resilia dan Triana memberi salam penghormatan pada Ratu Narsilia. Ia hanya mengangguk halus sebagai balasannya. Merka berdua berlari memasuki pesawat itu. Dengan kecepatan mengagumkan pesawat itu melesat dan hilang dari pandangan.
***
Rasa pening menyambutnya saat ia pertama kali membuka kedua matanya. Pandangannya berkunang-kunang dan tubuhnya lemas. Panas yang ia rasakan seperti membakar tubuhnya, keringatnya bercucuran. Ia berniat menyeka keringatnya, tetapi tangannya terhambat sesuatu dan ia tidak bisa menggerakkannya. Ia melihat pergelangan tangannya. Sebuah rantai mengikat kedua tangannya. Ia baru tersadar bahwa ia tidak berada di desa Paraire. Ia melihat sekeliling dan menemukan ia tengah terduduk disebuah ranjang dengan tangan yang terikat di atas kanan-kiri sebuah papan pada ranjang itu. Ranjang itu cukup besar, cukup untuk dua orang. Kakinya tidak terikat. Ia berusaha melepaskan diri, tetapi itu tidak merubah apapun. Ia kembali menjelajahi ruangan itu, ia berada di sebuah ruangan berdinding tumpukkan batu-batu besar. Tak ada jendela satupun disana, hanya ada sebuah pintu. Ruangan itu diterangi api dari sebuah obor, tidak terlalu menerangi ruangan itu. Ada banyak perabotan di ruangan itu. Ia tidak bisa menentukan kamar ini milik seorang wanita atau pria.
Seseorang membuka pintu ruangan itu dengan perlahan, tubuh Sean mulai menegang. Perlahan tapi pasti, ia mulai bisa melihat sosok dibalik pintu itu.
" Ternyata kau sudah sadar?" dia adalah seorang wanita yang telah membawanya ke tempat ini. " Bagaimana? Apa kau merasakan sakit? Maafkan aku telah membawamu kemari dengan cara paksa. Mau bagaimana lagi? Kau memberontak, dan aku suka itu." Sean hanya diam.
Aisha mendekat dan duduk disampingnya, ia menyentuh wajah Sean dan membuatnya memandang dirinya. Sean tidak menurutinya, ia menunduk dan memilih untuk tidak melihatnya. " Ada apa? Jangan takut, aku tidak akan melukaimu. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama, padamu. Aku akan lakukan apapun untukmu."
Sean tidak menjawab dan memejamkan kedua matanya.
" Keringatmu bercucuran, udara diruangan ini panas ya? Maafkan aku rumahku memang seperti ini. Kau sedang berada di ruang bawah tanah. Aku akan membukakan pakaianmu." Aisha mendekat, sangat dekat. Ia meletakkan kedua tangannya di tubuh Sean, merabanya sebelum akhirnya ia membukakan kancing baju teratas, ia juga membukakan kancing baju selanjutnya.
" Hentikan." Kata Sean tegas.
" Tapi, bukankah kau merasa panas?" Ia kembali membukakan kancing baju milik Sean.
" Sudah kubilang hentikan."
Ekspresi Aisha berubah drastis, tetapi ia menahan diri untuk tidak melukainya. Ia tidak menyerah. Ia kembali mendekati Sean dan memeluknya. Ia mendekatkan bibirnya pada telinga Sean " Baiklah kalau begitu, aku akan menuruti perkataanmu. Aku tahu kau tidak memiliki perasaan yang sama terhadapku, masih belum. Aku akan berusaha untuk membuatmu mencintaiku." Ia mencium kening Sean, lalu ia melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan ini dan kembali menutup pintu rapat-rapat.
***
Kouichi berlari kembali ke tempat latihannya setelah sebelumnya ia terpisah karena menghadapi musuh yang tiba-tiba saja datang. Ia melihat Xian yang memandang butiran debu yang bertumpuk dihadapannya. Ia tak bergeming sama sekali, setelah diperhatikan telapak tangannya berdarah. Ia menggenggam kuat pedang miliknya. Tentu saja Kouichi dibuat khawatir karenanya. " Xian? Apa kau baik-baik saja?" Kouichi melihat sekeliling karena merasa ada sesuatu yang kurang " Dimana Sean? Bukannya tadi dia bersamamu?" Xian hanya diam.
" Xian?" ia memutari Xian sehingga ia bisa melihat wajahnya. Ia tersentak kaget setelah melihat ekspresinya. " Hei, sebenarnya ada apa ini?" tanya Kouichi khawatir.
Xian tidak menjawabnya, ia membalikkan badannya dan menghampiri Diandra yang sedang tak sadarkan diri setelah diobati oleh Shadow Sawako. " Diandra, bangunlah." Xian menggoyangkan tubuh Diandra dan berniat membangunkannya.
" Dia baru saja tertidur setelah aku mengobatinya, jangan ganggu dia." Shadow          Sawako melarangnya.
" Sial" Xian memukul tanah disampingnya " Aku tidak mampu menjaga adikku, hanya dia seorang. Apa aku sanggup menyelamatkan dunia?" Kouichi hanya terdiam, ia tidak tahu harus berbuat apa.
" Sawako, bawalah dia ke rumah Kouichi. Dan kau anak muda, sebaiknya kau segera mencari Alisa, bukankah kau harus bertemu dengannya nya~ ?" kata Shadow Nyang. Shadow Sawako membentuk segel dan menghilang dibalik asap.
Xian tidak bisa memaafkan dirinya sendiri, darah dari telapak tangannya dan lengannya bercucuran. Ia tidak perduli. Kouchi menepuk punggungnya " Tenang saja, kita pasti bisa menyelamatkan Sean. Ini semua bukan salahmu. Berhentilah menyalahkan dirimu sendiri."
Xian memasukkan pedangnya dan menghela nafas panjang, ia berusaha menenangkan dirinya.
" Berikan tangan kananmu, biar aku obati luka-luka itu." Kata Kouichi.
 Tanpa berfikir panjang Xian memberikannya. Sean baru saja belajar jurus ini dari Shadow Sawako, jurus penyembuh. Jurus itu memakan cukup banyak cakranya, tetapi itu tak masalah baginya. Dalam sekejap luka dilengannya telah sembuh. Xian melihat lukanya, ia tidak merasakan sakit.
" Mari, akan aku antarkan pada Alisa."
***
Air danau sangat tenang, sama seperti seorang gadis yang duduk di tepinya. Ia memejamkan kedua matanya, merasakan ia telah bersatu dengan alam disekitarnya. Suara angin yang berhembus, suara burung yang berkicauan dan suara-suara lainnya dengan mudah didengarnya. Ia mulai memasuki alam bawah sadarnya. Pada awalnya semuanya sangatlah gelap, perlahan ada cahaya yang menerangi pengelihatannya. Semakin luas cahaya itu menerangi semakin banyak yang dapat ia lihat, dirinya sendiri. Lalu bayangan dirinya itu mulai berubah menjadi sesosok gadis brambut panjang dan merah. Tatapan matanya sayu. Tanpa ia bicarpun semua orang akan tahu jika gadis itu membutuhkan pertolongan.
" Kenapa? Meskipun aku mencoba berkali-kali hasilnya tetap saja sama?" Teriak Alisia.
" Karena aku adalah takdirmu. Kau harus melindungiku. Dan itu tidak bisa berubah." Jawab gadis itu.
" Tapi kenapa harus aku? Kenapa harus warga suku ku yang harus menerimanya? Jika saja takdir itu tidak jatuh padaku, teman-temanku, orang tuaku, warga desaku, guruku... tidak harus mati."
" Akulah dirimu, dirimu adalah aku. Aku adalah takdirmu. Kau tidak bisa menghindari hal itu." Gadis itu memejamkan kedua matanya dan menundukkan kepalanya. Dengan perlahan cahayanya mulai meredup.
" Tu..tunggu, ini tidak adil. Tidaak!"
Kouichi dan Xian telah sampai pada danau tempat Alisia melakukan hal yang ditakuti Kouichi. Keadaan sangat tenang, tidak terjadi apapun. Hanya saja ada seorang gadis yang duduk ditepinya.
" Tidak terjadi apa pun. Apa yang kau takuti?" Tanya Xian jahil.
" Kau tidak tahu, kalau dia sudah terangkat diudara dan mulai mengobrak-abrik tempat ini..." Kouichi mengankat kedua tangannya menandakan ia sudah menyerah sambil menggelengkan kepalanya.
" Kau ini bicara apa? Ayo cepat, kita tidak punya banyak waktu."
Angin kencang mulai berhembus dan membuat bulu kuduk Kouichi berdiri. Awan hitam mulai berdatangan. Burung-burung yang semula berkicauan dengan riang berhamburan meninggalkan tempat itu. Keadaan damai telah hilang dan berganti dengan kesuraman. Alisia berdiri dari posisi duduknya. Ia membuka kedua tangannya dan memandang ke langit hitam itu. Cahaya terang terpancar dari kedua matanya. Dengan perlahan kakinya mulai meninggalkan tanah pijakannya. Suara-suara menyakitkan dan mengerikanpun mulai terdengar.
" Inilah yang aku maksud." Kata Kouichi ketakutan.
"Alisa. Apa kau mendengar suaraku? Alisaa.." Teriak Xian untuk menyadarkan Alisa. Tidak ada yang terjadi. Xian berlari mendekatinya dan memegang pergelangan kaki Alisa. Ia berusaha untuk menahannya supaya tidak melayang semakin tinggi. " Alisa, sadarlah."
" Apa kau gila?" Teriak Kouichi.
Alisa membuka kedua matanya, kini matanya tidak memancarkan cahaya terang. Keadaan mengerikan itupun berubah secara drastis. Ia pun langsung terjatuh dan Xian menangkapnya. Ia masih beradaptasi dengan keadaan disekelilingnya.
" Xian? Apa benar kau Xian? Aku tidak berhalusinasi kan? Apa aku sudah sadar?" Alisia bangun dari pegangan Xian " Apa aku melukaimu? Seharusnya tidak ada orang disini saat aku meditasi."
" Aku telah memberi tahunya, hanya saja dia tidak mendengarkan." Kouichi bersedekap.
" Dengar ada berita buruk yang harus kau dengar.." Xian membenarkan arah pembicaraan.
" Aku sudah mengetahuinya." Kata Alisa " Tentang perang itu dan hilangnya adikmu. Aku sudah tahu semua."
" Bagaimana kau..."
" Itu semua adalah takdir yang tidak bisa dirubah dan aku melihatnya."
" Apa kau tahu dimana adikku berada?"
" Aku tidak tahu. Aku hanya mengetahui hal itu akan terjadi. Tetapi untuk hal yang lebih detail..." Alisa menggelengkan kepalanya " Kita harus cepat kembali ke desa. Seseorang telah lama menunggu kita."
***
          Pesawat yang mereka naiki telah tiba. Dengan perlahan pesawat itu mendarat. Tak ada seorangpun tahu dimana lokasi mereka, karena mereka tidak mendaratkan pesawatnya dekat dengan pemukiman warga. Mau bagaimana lagi? Tidak ada yang boleh tahu dimana mereka menyembunyikan pesawat itu. Pintu pesawat itu membuka, mereka pun keluar dari sana. Dengan cepat mereka menutupi pesawat itu dengan dedaunan yang mereka temukan disekitar tempat itu. Sempurna. Yang perlu mereka lakukan sekarang adalah menemui Xian, Kouichi dan Alisa. Mereka telah bersiap untuk pergi ke desa Paraire. Tetapi ada seseorang yang mencegah mereka dengan meneriakkan nama Triana. Dengan sigap Resilia mempersiapkan anak panahnya dan membidik ke arah asal suara itu.
“ Siapa disana?”
“ Whoa.. ada apa ini? Kenapa Elf itu membidikku” kata Kouichi sambil mengangkat kedua tangannya tanda ia tidak akan melakukan perlawanan.
“ Turunkan senjatamu Resilia, dia adalah salah satu orag yang kita cari.” Triana memegang tangan Resilia dan menurunkan senjatanya. “ Ku fikir kau harus belajar untuk tidak terlalu serius.”
Resilia hanya diam dan menyimpan senjatanya.
Kouichi menurunkan kedua tanganya dan menghembuskan nafasnya, ia merasa lega. Setelah beberapa saat Xian baru muncul sambil membantu Alisa untuk berjalan.
“ Hei.. Sejak kapan kalian datang?” Xian melambaikan tangannya “ Bagaimana keputusan Raja?”
 Eithan melipat tangannya dan menggelengkan kepalanya.
“ Kurasa itu artinya tidak.” Kata Xian dengan nada lemah.
“ Bagaimana jika kita bicaraka ini dirumahku? Rasanya kurang tepat jika bicara di sini.” Kata Kouichi.
“ Tidak. Kita harus bertindak cepat. Kita bicarakan saja semuanya disini.” Sahut Resilia.
“ Sebenarnya ada apa ini?” Alisa melepas pegangan Xian dan berusaha untuk berdiri sendiri.
“ Kita harus mencari tahu dimana lokasi musuh dan siapa saja mereka, ya... mudahnya adalah memata-matai mereka.” Jelas Imelda.
“ Memangnya kenapa kita yang harus melakukan itu? Bukannya pihak kerajaan juga akan membantu?” tanya  Xian.
“ Mereka menolak karena kurangnya informasi. Aku tidak tau apa yang mereka fikirkan.” Jelas Triana.
“ Mungkin mereka fikir kita jauh-jauh datang kesana hanya untuk memberikan mereka lelucon yang tidak lucu.” Kata Angelina sambil membuat bola api ditangannya.
“ Dimana adikku? Aku tidak melihatnya. Bukannya dia bersamamu?” tanya Eithan
“ Dimana Sean? Kenapa dia juga tidak ada?“ tanya Triana.
 Xian hanya diam, ia menundukan kepalanya dan menatap tanah pijakkan kakinya. Air mata berlinang tak tertumpahkan dimatanya. Ia tidak ingin Triana melihatya seperti ini. Ia tidak ingin terlihat lemah. Tapi ia tidak tahu harus berkata apa. Ia tak sampai hati mengatakan ‘ aku membiarkan mereka membawa adikku’.
“ Jawab aku Xian. Dimana adikku!” Eithan mulai curiga.
“ Oleh karena itu, mari kita bicarakan ini dirumahku. Diandra sedang dirawat ayahku karena dia terluka.” Kouichi berusaha menenangkannya.
“ Terluka? Bagaimana dia bisa terluka?”
“ Sebenarnya...”
“ Murid bodohku ini melemparkan kunai pada adikmu~nya.” Seekor kucing muncul ditengah-tengah mereka tanpa disadari.
“ Master, apa yang kau bicarakan? Aku tidak sengaja mengenainya. Kedua mataku sedang tertutup saat melempar kunai itu bukankah itu ujian darimu. Sean juga sudah bilang kalau mereka datang melalui portal mana aku tau ada portal yang membuka tepat didepan sasaranku? Aku sudah bertanggung jawab memanggil Shadow Sawako untuk menyembuhkannya dan membawanya pulang untuk dirawat ayah. Lagi pula kenapa kau masih disini? Bukankah kau seharusnya pulang ke rumah dan makan makanan yang sudah ku siapkan?”
“ Kau ini murid tidak tahu diri. Jika kau bukan anak Rin aku tidak akan mengajarimu apapun. Untuk apa aku membuang-buang waktuku untuk menjagamu? Lebih baik aku pergi ke pemandian air panas dan merawat bulu-bulu indahku.”
“ Apa katamu?!”
Angelina mendorong Kouichi dan Shadow Nyang dengan gelombang sehingga mereka berjauhan. Ia membekukan mereka berdua dan masih menyisakan kepala mereka. Ia membuat lingkaran api sebagai pembatasnya. “ Sudah cukup. Telingaku sudah gatal mendengar pertengkaran guru dan murid yang tidak ada gunanya. Berani melangkah mendekat satu sama lain aku tidak akan segan-segan membakar kalian.”
Mereka berdua terpaku melihat Angelina berkata begitu. Tanpa mereka sadari wajah mereka memucat. “ Mengerikan” itulah kata yang mereka ucapkan untuk Angelina.
“ Sudah, lepaskan mereka. Ini tidak ada gunanya. Dia telah mengobati Diandra itu sudah cukup. Bukan mereka yang harus kita lawan.” Kata Eithan.
Angelina mengayunkan dan menghentakkan tongkat sihirnya ke tanah. Seketika es yang mengikat mereka mencair dan api yang mengelilingi mereka pun padam. Wajahnya sudah sangat jelas menunjukkan kalau dia tidak suka, lebih tepatnya marah. “ Aku tidak melakukan hal ini karena mereka melukai Diandra. Aku tidak perduli apapun yang akan terjadi padanya. Tolong jangan salah sangka.” Ia berjalan menuju pintu gerbang desa Paraire dan meningalkan kekacauan yang baru saja terjadi tanpa memperhatikan orang-orang yang ada disekitarnya.
“ Lebih baik kau menenangkannya Eithan, atau mungkin ini akan jadi lebih buruk.” Kata Triana. Eithan tidak menjawab.
“ Baiklah, mari aku antar kerumahku. Aku akan menyajikan teh herbal yang sehat dan menenangkan hati resep rahasia keluargaku.”



1 komentar:

  1. Assalamualaiku wr. Wb.
    Selamat malam para pembaca semuanya.
    Saya, RDSawako, ingin memberitahukan bahwa akun g-mail saya telah dibajak oleh seseorang sehingga kepemilikan blog ini bukan lagi atas nama saya. Agak memalukan sih, karena akun gmail saya terbajak karena sebuah game on line. Tetapi jangan khawatir. RDSawako tidak hanya berhenti sampai disitu. RDSawako telah membuat blog baru yang sampai saat ini masih dalam tahap pembaruan yaitu http://rdsawakonew.blogspot.co.id
    Mungkin ada beberapa orang yang berfikiran kalau RDSawako new ini adalah blog pembajak dari blog RDSawako. Saya bisa memaklumi itu. Tetapi karya ini adalah karya original milik saya dan sayalah satu-satunya penulis cerita ini. Saya sudah meng up-load serial Days Of Darkness : Chapter 21 di blog baru saya. Jika saya adalah yang palsu saya tidak akan mungkin meng up-load chapter lanjutan, padahal di blog ini baru di up-load chapter 20. Jika masih tidak percaya, silahkan ditunggu sampai tanggal satu, tanggal serial Days Of Darkness di rilis. Tolong beritahu pembaca lainnya tentang hal ini. RDSawako akan merasa sangat terbantu dengan sedikit kepedulian para pembaca
    Terimakasih
    RDSawako

    BalasHapus

Silahkan komentar dengan kata-kata yang sopan. Terimakasih >.<