Sabtu, 18 April 2015

Days Of Darkness : Chapter 11


Selamat Tinggal
Sudah berjam-jam ia mencari jalan keluarnya, sampai saat ini ia tidak menemukannya. Apa boleh buat, banyak sekali lorong-lorong yang ada dihadapannya dan ia tidak tahu mana jalan yang benar untuk keluar dari tempat ini. Setiap memasuki lorong ia pasti akan menemukan dua buah jalan berbeda. Dan itu bukanlah pilihan yang mudah. Ia tidak tahu akan kearah mana jalan itu menuntunnya. Belum lagi jika Aisha bangun dan menemukannya sedang berusaha melarikan diri. Sudah pasti Sean tidak akan mendapat kepercayaannya untuk kedua kalinya.

Ia menyandarkan tubuhnya pada dinding dan duduk sejenak. Melepas lelah setelah berpetualang di lorong-lorong itu. Ia bersyukur menerima tawaran Aisha untuk makan malam. Jika tidak mungkin ia tidak akan sanggup melakukan semua ini. Ia mengeluarkan sebuah kalung dari saku celananya. Kalung berpermata merah itu dipandang lekat-lekat oleh Sean. Hanya itu yang mengingatkannya pada keluarganya. Setelah lama berdebat Xian memberinya kalung milik ibunya itu. “ Berisik, ini aku pinjami. Tapi ingat! Akulah orang yang pantas memiliki kalung ini. Jangan sampai kau menghilangkannya lagi. Aku tidak akan memaafkanmu jika kalung itu hilang.” Begitulah yang dikatakan Xian sebelum ia memberikan kalung itu.
Sean tersenyum mengingatnya. Bukan hanya itu, ia juga mengingat kenangan saat mereka berdua masih anak-anak dan baru belajar bertarung. Sean adalah orang yang selalu memenangkan pertandingan, hingga akhirnya Xian pergi mencari guru yang mau mengajarinya ilmu berpedang. Terlintas difikirannya sosok ibunya. Ia sedang tersenyum. Ingatan itu hampir saja hilang dari ingatan Sean. Selama ini yang selalu mendampigi ibunya adalah Xian. Yang ia lakukan hanya berkeliaran dan mencari masalah. Ia menyesali hal itu.
Ia mendekap kalung itu dengan kedua tangannya dan menutup mata “ Ibu, maafkan atas semua kesalahanku selama ini. Doakan anakmu ini supaya bisa keluar dari sini dengan selamat.” Ia mencium kalung itu. Ia memasukkan kembali kalung itu ke saku celananya, ia bangkit dan memandang lurus kedapan. “ Aku pasti akan menemukan jalannya.”
***
“ Apa kalian berdua baik-baik saja? Apa kalian merasakan sakit?” Tanya Eithan saat mereka semua bersiap untuk pergi melanjutkan perjalanan. Masih sangat jauh menuju tempat Sean diculik.
“ Aku masih merasakan sakit meskipun luka-lukaku sudah mulai sembuh, ini semua berkat ramuan kak Angelina dan pengobatan kak Eithan. Sekarang aku sudah tidak apa-apa.” Jawab Imelda.
“ Aku juga, memalukan sih setelah aku menyerang Master aku malah merepotkan kalian. Sekali lagi aku minta maaf.” Jawab Commelina sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu karena merasa bersalah atas kejadian kemarin.
“ Jangan fikirkan itu.” Kata Eithan.
“ Oh iya, kenapa aku tidak melihat kucing yang bersamamu waktu itu?” tanya Resilia.
“ Memang sejak awal dia tidak aku ajak. Aku  memberikannya pada ayah saat kita berangkat. Ia hanya kucing biasa dihadapan ayah, dia tidak akan bisa lari mengejar kita.” Jawab Kouichi dengan bangga.
“ Untuk apa kau lakukan itu? Bukankah kucing itu akan membantu?” tanya Alisa.
“ Karena dia berisik, besar kepala, menyebalkan dan sombong. Sama seperti batu. Aku bisa memanggilnya kapan saja saat aku membutuhkannya. Kalau aku memanggilnya sekarang aku tidak akan tahan selama perjalanan.”
“ Ayo kita naik, jika tidak akan aku tinggal.” Commelina tertawa jahil.
Xian tersenyum melihat tingkahnya. Senyuman itu menghilang ketika perasaan itu datang secara tiba-tiba. Tubuhnya menegang, dadanya berdebar-debar. Ia menyentuh dadanya dan bertanya-tanya apa yang terjadi. Keringatnya bercucuran, wajahnya memucat. Ia menghentikan langkah kakinya. Nafasnya tidak teratur. Triana menyadarinya dan mencoba menenangkannya.
“ Ada apa Xian? Kau terlihat pucat.”
“ Apa ini? Kenapa tiba-tiba jantungku berdebar-debar. Apa ini firasat buruk?” kata Xian sambil mengatur nafasnya.
Triana menggenggam tangan Xian dan pandangan Xian menuju ke arah Triana, ia membalasnya dengan sebuah senyuman. “ Tenanglah, semua akan baik-baik saja.” Ia menarik tangan Xian. “ Ayo kita berangkat.”
***
Semua lorong telah ia telusuri, hanya ada lorong dihadapannya yang tersisa. Sudah semalam suntuk ia menjelajahi semua lorong itu dan akhirnya berhasil menuntunnya ke sini. Hanya ini satu-satunya jalan keluar dari tempat ini. Wajahnya dihiasi dengan senyuman penuh harapan. “ Kali ini aku berhasil.”
 Suhu ruangan ini mulai terasa panas, itu menandakan malam telah berakhir. Ada kemungkinan Aisha telah bangun. Ia telah menemukan jalan ini dan tidak akan membuat usahanya sia-sia. Tidak ada waktu lagi, Sean bergegas berlari memasuki lorong itu.
***
Gadis itu masih tertidur di ranjang tempat Sean ditahan. Tangan kanannya menutupi wajahnya dan tangan kirinya berada disamping tubuhnya. Ia menggeliat untuk merenggangkan otot-otot tubuhnya. Ia mencari seorang lelaki yang sejak kemarin menemani tidurnya. Ia meraba-raba ranjang itu tetapi tidak mendapatkan apa-apa. Ia terlonjak kaget dan melihat ke tempat dimana orang itu seharusnya berada. Orang itu tidak ada disana. Ekspresinya berubah drastis saat mengetahui apa yang terjadi. Ia beranjak dari tempat tidur dan bergegas mencari orang itu.
***
Di ujung lorong itu, Sean menemukan sebuah tangga yang menuntunnya untuk naik keatas. Itulah yang ia butuhkan. Ia menaiki tangga itu. Di tangga teratas ada sebuah pintu yang terbuat dari batu. Pintu itu berada tepat di atas Sean. Ia berusaha untuk mendorongnya dan menggesernya. Tenaganya sudah hampir habis, ia harus berusaha untuk keluar dari sini. Ia mendorong pintu itu dengan tenaga yang tersisa. Dengan perlahan pintu itu mulai membuka, butiran-butiran pasir berjatuhan melalui celah itu dan mengenai matanya. Ia tidak memperdulikan itu. Celah itu telah membuka cukup lebar untuk tubuhnya agar bisa keluar, tanpa berfikir panjang Sean cepat-cepat keluar melalui celah itu.
Teriknya matahari menyilaukan pandangannya, ia telah lama berada diruangan yang gelap. Ia perlu kembali membiasakan kedua matanya dengan cahaya. Setelah pandangannya mulai kembali normal, ia terkejut saat melihat keadaan disekitarnya.
“ Padang pasir? Sebenarnya dimana ini. Ke arah mana aku harus lari? Apa aku bisa bertahan hidup tanpa membawa persediaan air?”
“ Oleh karena itu kau tidak dipersilahkan keluar dari ruanganmu.” Kata Aisha.
Sean terkejut dan langsung mencari sumber suara itu. Aisha berada cukup jauh didepannya. Tapi bagaimana mungkin dia bisa ada disana? Pintu yang Sean lewati adalah satu-satunya jalan keluar. Ia yakin tidak ada seorangpun kecuali dirinya yang keluar melalui pintu itu. Pasir-pasir yang ada disekelilingnya mulai terangkat oleh hembusan angin yang kencang. Angin itu mempermainkan rambut Sean, ia melindungi wajahnya supaya butiran pasir itu tidak mengenai kedua matanya lagi. Angin itu berhenti berhembus. Kini pijakan kaki yang semula hanya kumpulan pasir berubah menjadi batuan. Dan beberapa patung berbentuk mata bermunculan di sekelilingnya. Patung-patung itu menyala merah dan tempat ini seakan telah terlindungi oleh sesuatu.
“ Kenapa kau harus pergi? Tetaplah disini. Jangan tinggalkan aku, aku benar-benar mencintaimu.” Kata Aisha.
“ Kau mengurung orang yang kau cintai dan merantainya agar ia tidak lari darimu, bukan itu yang dinamakan cinta. Maafkan aku, cintamu hanyalah cinta sepihak. Disini bukan tempatku, aku harus pergi.” Jawab Sean.
“ Jadi begitu... aku harap kau tidak menyesali keputusanmu.” Ia menundukkan kepalanya.
“ Aku tidak akan menyesalinya.”
Aisha kembali menatap Sean dengan tatapan yang berbeda. Tatapan mengerikan dan memancarkan niat untuk menuruti keinginannya yang haus akan darah. “ Aku akan membuatmu menjadi milikku selamanya.”
Butiran pasir mulai bergerak mengelilingi Aisha dan mulai berputar membentuk sebuah pusaran angin yang menjulang tinggi. Lalu butiran pasir itu berpencar ke segala arah. Sosok gadis yang memiliki rambut panjang dan berwana pirang kini tidak memiliki wujud yang sama. Tubuhnya berubah menjadi seekor naga. Suara raungannya menandakan kemarahannya.
“ Na...naga?” Sean terkejut melihat wujud asli wanita itu. Ia tidak mungkin bisa mengalahkannya tanpa kapaknya, di tambah lagi ia hanya seorang diri. Ia berlari secepat yang ia bisa untuk lari dari kejaran makhluk itu. Tapi ia tidak cukup cepat untuk menghindari cengkraman tangannya. Naga itu membawanya terbang, cengkramannya sangat kuat sehingga ia tidak bisa melepaskan tubuhnya. Naga itu terbang semakin tinggi, sampai-sampai batuan yang semula menjadi pijakkannya terlihat seperti sebuah batu kecil. Sean mulai ketakutan dengan posisinya. Ia berfikir ia akan dibawa ke sebuah tempat dimana ia tidak akan bisa lari lagi.
Sean berusaha melepaskan diri dari cengkraman naga itu. Ia tidak perlu melakukannya lagi, naga itu telah melepaskannya. Sean terjatuh dan tidak ada satupun yang bisa menyelamatkannya. Tidak ada apa pun yang bisa ia gapai untuk menghentikan jatuhnya. ‘ Apa aku akan mati disini?’ Fikiran itu terlintas difikiran Sean. Ia terus terjatuh, suara udara yang bergesekkan tubuhnya terdengar sangat keras ditelinganya. Udara yang ia hirup juga semakin tipis. Ia mulai putus asa. Di saat-saat terakhir ia teringat sebuah benda yang berusaha mati-matian ia sembunyikan dari Aisha. Ia mencari benda di saku celananya. Jatuhnya semakin cepat, tetapi ia berhasil menemukan benda itu.
***
Jantung Xian berdebar semakin cepat. Ia semakin gelisah dan mulai kehilangan kendali dengan pernafasannya. Nafasnya sesak, ia mencengkram lututnya. Keringatnya bercucuran dan wajahnya pucat. “ Sebenarnya apa yang terjadi padaku?”
“ Xian kendalikan dirimu, kau bisa kehabisan nafas jika seperti ini.” Eithan beranjak dari kursinya dan menghampiri Xian.
Triana yang duduk disampingnya khawatir dengan keadaannya, ia menggenggam tangan Xian. “ Tenanglah Xian, kita sudah semakin dekat dengan Sean. Kau pasti bisa menyelamatkannya. Dia akan baik-baik saja.”
Xian berusaha untuk mengatur nafasnya, ia menghela nafas panjang dan menghembuskannya secara perlahan. Tapi itu tidak berhasil. Ia mulai tidak kuat dengan jantungnya yang berdetak kencang, ia memegang dadanya.
“ Commelina, percepat laju pesawat ini.” Perintah Imelda.
“ Itu tidak mungkin. Jika aku lebih cepat lagi kita akan melintas waktu. Pesawat ini dirancang untuk itu.” Jawab Commelina.
“ Apa masih jauh?” tanya Alisa.
“ Menurut radarku padang pasir sudah tidak jauh dari sini. Tapi untuk lebih tepatnya, aku tidak tahu.”
“ Diandra, katakan apa kita masih jauh dengan Sean?” tanya Angelina dengan nada khawatir.
Diandra hanya diam, ia menggelengkan kepalanya. Air matanya mulai jatuh. Semua orang bertanya-tanya, sebenarnya apa yang terjadi? Diandra tidak pernah menangis, ia hanya menunjukkan sikap angkuhnya. Ia tidak pernah terlihat selemah ini.
“ Katakan, sebenarnya ada apa? Kenapa kau tidak menjawab Angelina? Kenapa kau menangis?” tanya Eithan.
“ Aku... Aku tidak bisa..” Diandra tidak kuat mengatakannya, air matanya terus mengalir.
“ Kau tidak bisa apa?” tanya Kouichi .
“ Aku sudah tidak bisa mersakan keberadaannya.”
“ Bagaimana itu terjadi? Apa kau ingin mengatakan... adikku sudah...” suara Xian melemah.
“ Tidak, itu belum tentu.” Jawab Angelina tegas. “ Mungkin mereka menyadari di tubuh Sean ada tanda mantra itu dan menghapusnya supaya keberadaannya tidak terlacak. Kemungkinan itu masih ada. Jadi tenangkan diri kalian.”
“ Dimana terakhir kali kakak merasakan keberadaan kak Sean?” tanya Imelda.
Diandra bangkit dari kesedihannya, ia mengusap air matanya. Ia berdiri dan mendekat ke bangku kemudi sehingga ia bisa melihat dengan jelas melalui kaca depan pesawat itu. Ia memegang senjatanya dan buku sihirnya. “ Akan aku antar kesana.”
“ Jangan bilang kau ingin membawa kami semua dan juga pesawat ini dengan memasuki portal itu.” Kata Angelina.
“ Jangan lakukan itu Diandra. Kau bisa melukai dirimu sendiri.” Cegah Eithan.
“ memangnya apa lagi yang bisa aku lakukan? Aku bisa melakukannya. Jangan halangi aku.” Ia membuat buku itu melayang dan membuka halamannya, ia membaca mantra dan mengangkat tangan kirinya. Sebuah portal cukup besar membuka dan pesawat itu memasukinya.
Didalam portal pesawat itu mengalami goncangan yang cukup besar. Commelina sedikit kewalahan untuk mengendalikannya. Itu tidak terjadi cukup lama. Pesawat itu telah melewati portal dan hamparan padang pasir telah terlihat.
“ Lihat itu, ada batuan aneh di tengah padang pasir.” Kata Imelda sambil menunjuk ke arah batuan itu berada.
“ Mungkin dia ada disana. Aku akan mendaratkan pesawat ini. Kencangkan sabuk pengaman kalian.” Comelina segera mendaratkan pesawatnya. Ia membuka pintu pesawat itu dengan menekan tombol di bangku kemudi. Xian adalah orang yang pertama kali keluar saat pintu itu terbuka.
“ Sean... Apa kau dengar suaraku? Cepatlah kemari.” Teriak Xian “ Dimana kau? Jawablah aku.”
Tidak ada jawaban. Hati Xian pun semakin gelisah. Ia kembali meneriakkan nama adikknya itu dan berharap segera mendapat jawaban darinya. Berulang kalipun hasilnya tetap sama, hanya suara hembusan angin yang memenuhi telinganya.
Semuanya telah turun dari pesawat. Imelda segera mengambil remot kontrol dan menaruh alat-alatnya di atas batuan itu. Ia menekan tombol di remot dan tiga buah robot Mr. Kweek keluar dari alat itu.
“ Cepat berkeliling dan cari dimana keberadaan Sean. Alvredo, coba kau pindai tempat ini. Cari dia sampai ketemu!”
Dengan sigap mereka menuruti perintah masternya.
 Xian melihat sekitar dan berharap segera menemukannya. Jarak pandangnya tidak terlalu jauh karena angin menerbangkan pasir-pasir dan menjadi penghalang. Ia melihat sesuatu. Ia berlari mendekatinya. Ia terkejut setelah ia melihatnya. Matanya membelalak karena tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Ia mendekatinya lagi untuk memastikan kebenarannya. Tubuh Xian menegang setelah mengetahui dengan jelas apa yang ia lihat.

“ Sean....”

1 komentar:

  1. Assalamualaiku wr. Wb.
    Selamat malam para pembaca semuanya.
    Saya, RDSawako, ingin memberitahukan bahwa akun g-mail saya telah dibajak oleh seseorang sehingga kepemilikan blog ini bukan lagi atas nama saya. Agak memalukan sih, karena akun gmail saya terbajak karena sebuah game on line. Tetapi jangan khawatir. RDSawako tidak hanya berhenti sampai disitu. RDSawako telah membuat blog baru yang sampai saat ini masih dalam tahap pembaruan yaitu http://rdsawakonew.blogspot.co.id
    Mungkin ada beberapa orang yang berfikiran kalau RDSawako new ini adalah blog pembajak dari blog RDSawako. Saya bisa memaklumi itu. Tetapi karya ini adalah karya original milik saya dan sayalah satu-satunya penulis cerita ini. Saya sudah meng up-load serial Days Of Darkness : Chapter 21 di blog baru saya. Jika saya adalah yang palsu saya tidak akan mungkin meng up-load chapter lanjutan, padahal di blog ini baru di up-load chapter 20. Jika masih tidak percaya, silahkan ditunggu sampai tanggal satu, tanggal serial Days Of Darkness di rilis. Tolong beritahu pembaca lainnya tentang hal ini. RDSawako akan merasa sangat terbantu dengan sedikit kepedulian para pembaca
    Terimakasih
    RDSawako

    BalasHapus

Silahkan komentar dengan kata-kata yang sopan. Terimakasih >.<