Senin, 08 September 2014

Wariors Way

Maaf ya RDSawako udah lama ga Up-Date. Kali ini ceritanya sedikit mengambil tema Cinta. Selamat menyaksikan.
*********************************************************************************
          Xian. Itulah aku. Seorang Sword Master teman Triana. Semua ini berawal sejak ada seorang wanita yang mencuri barang belanjaanku. Mencuri persediaan makananku untuk satu minggu.  Yang akhirnya merubah merubah duniaku. Mencuri hatiku.

        Setelah pertarungan melawan Dark Elf Lydia, aku telah berjanji untuk mengajaknya makan malam di rumah makan yang biasa kami kunjungi. Aku tahu ini bukan pertama kalinya aku mengajak Triana untuk makan malam. Meskipun akhirnya kami tidak hanya berdua. Tetapi kali ini perasaanku sangat tak karuan. Aku bingung apa yang harus kukatakan saat aku bertemu dengannya. Pakaian mana yang harus ku pakai. Bagaimana cara aku mengungkapkannya. Mengungkapkan perasaanku. Sampai saat ini aku belum menemukan jawabannya. Aku hanya berjalam mondar-mandir di kamar sambil memegang daguku. Berfikir apa yang akan aku lakukan malam ini. Apa aku harus memberinya seikat bunga? Cara ini sudah terlalu sering dilakukan. Sebuah ide cemerlang melintas dikepalaku. Langkahku terhenti dan kutepuk kedua tanganku. Bagaimana jika aku mengukirkan tanda hati dan nama kami berdua di sebuah pohon. Cara ini masih jarang dilakukan karena banyak orang yang takut untuk keluar perbatasan desa. Takut akan ancaman Dragon Followers. Aku akan melakukan ini. Aku mempersiapkan pedangku dan sebuah pisau kecil yang akan kugunakan untuk mengukir tanda hati dan nama kami.
        Sebelum aku sempat membuka pintu kamarku seorang gadis yang sangat mengganggu kehidupanku membuka pintu kamarku dan memelukku. Meylin, sangat menyebalkan. “ Xian, syukurlah. Ku kira kau akan terluka. Kau tidak akan kembali di pelukanku.” . Aku hanya diam. Melepaskan pelukannya dan berjalan keluar dari ruangan ini. “ Tunggu. Apakah kau tidak tahu? Aku sangat khawatir akan keadaanmu.”, ia memegang tanganku dan menghentikan langkahku. Aku tidak mengatakan ‘ terimakasih karena kau telah perduli padaku’ atau semacamnya. Dia hanya terobsesi padaku. Itu saja. Ia selalu datang setiap hari kerumahku meskipun aku tidak mengundangnya. Menjaga rumahku saat aku pergi menjalankan misi sampai memasak makanan untukku. Awalnya aku berusaha bicara baik-baik padanya. Tetapi ia malah makin membuatku muak akan semua tingkahnya yang berusaha untuk membuatku mencintainya. Tetapi hatiku berkata lain. Aku melepaskan tanganku dan pergi meninggalkannya.
        Aku pergi menuju hutan dekat dengan perbatasan desa. Aku mencari pohon yang cocok untuk rencanaku. Aku teringat dengan pohon dimana pertama kali aku bertemu dengannya. Saat aku menejarnya untuk mendapatkan kembali barang belanjaanku yang ia curi. Ia kabur dari pengejaranku dengan naik pohon itu. Sempurna. Aku akan mengukirnya disana. Sebenarnya aku memiliki sedikit bakat seni dari ibuku. Hanya sedikit. Mengukir sebuah tanda hati dan nama kami berdua apa akan sesulit itu? Aku telah selesai membuatnya. Setelah makan malam aku akan mengajaknya ke tempat ini dan mengatakan bagaimana perasaanku padanya. Tak terasa matahari mulai tenggelam. Aku harus bergegas. Bersiap untuk menjemputnya makan malam. Aku berlari dengan kecepatan kilat menuju rumahku. Sesampainya di rumah aku langsung bergegas menuju kamarku. Aku tidak perduli ada seseorang yang memanggil-manggil namaku.  Aku bergegas mandi dan berganti pakaian yang tidak sama seperti yang kugunakan untuk bertarung. Merapihkan rambutku sambil melihat ke cermin. Apakah ada sesuatu yang kurang? Kurasa semuanya sudah rapih. Aku bergegas menuju pintu rumahku. Membukanya dan keluar dari rumah ini. Seperti yang kulakukan sebelumnya, aku tidak memperdulikan Meylin yang memanggil-manggil namaku untuk menghentikanku.
        Aku sudah sampai di rumah Master Adeline. Aku datang kesini bukan untuk menjemput Master Adeline. Triana kini masih tinggal di rumah Master Adeline karena keadaannya yang kurang baik untuk mulai tinggal dirumahnya yang baru. Aku melangkahkan kakiku menuju pintu rumah itu. Jantungku serasa berdebar kencang dan akan keluar dari dadaku. Jika kau memegang telapak tanganku pasti akan terasa dingin. Tanganku sudah siap untuk mengetuk pintu rumah itu, tetapi entah mengapa tubuku terasa kaku dan tidak bisa bergerak. Perasaanku campur aduk antara senang, tidak sabar, dan gugup. Aku mencoba menenangkan fikiranku. Menarik nafas dalam-dalam dan membiarkannya mengalir apa adanya. Aku memberanikan diri untuk mengetuk pintu itu. Tidak lucu jika aku tidak berani mengetuk pintu rumah seseorang dan menjemput seorang gadis padahal aku sudah banyak mengalahkan banyak musuh dan Dragon Followers. Aku mengetuk pintu rumah itu. Tubuhku terasa lemas sekaligus lega karena telah berhasil melawan ketakutanku sendiri. Tak lama aku menunggu seseorang yang sudah kutunggu-tunggu membuka pintu rumah itu. Triana. Rambut pirangnya ia biarkan terurai. Ia menggunakan pakaian berwarna hijau. Ia terlihat sangat cantik. Aku hanya terpaku melihatnya. Tak satu katapun seperti ‘hai’ bisa kukatakan. “ Hai. Selamat malam.”, Triana menyapaku. “ Ha..hai. ehemm.... Bagaimana kau sudah siap?”, aku berusaha supaya ia tak tahu kalau saat ini aku benar-benar gugup. “ Tunggu sebentar, master sedang tidak ada dirumah. Jadi aku akan mengunci pintu dulu.”, ia mengunci pintu itu. ia berjalan kearahku. “ Kau ingin ku ajak kerumah makan yang sama atau rumah makan yang lain?”, tanyaku. “ Hmmm... kurasa rumah makan yang pernah kita kunjungi saja. Aku masih ingin makan makanan yang dulu kita pesan.” . “ Baiklah ayo kita kesana.”
        Rumah makan itu tidak seramai saat aku mengajaknya ke tempat ini sebelumnya. Tetapi tempat ini masih memiliki banyak pengunjung. Setidaknya aku dan Triana bisa duduk disebuah meja tanpa harus berbagi dengan orang lain. Kami duduk didekat jendela. Pemandangan terlihat bagus jika dilihat dari sini. Sempurna. Aku memanggil seorang pelayan dan memesan makanan yang sama saat kami berdua pertama kali kemari. “ Pemandangan malam ini sangat hening. Entah mengapa aku merasakan akan terjadi sesuatu yang buruk malam ini.”, tiba-tiba Triana berkata begitu saat memandang keluar jendela. “ Apa maksudmu? Bagaimana kau bisa tahu?” . “ Entahlah... mungkin ini yang namanya talejia.” . “ Talejia?” . “ Bu..bukan apa-apa.” . “ Kau ini bagaimana sih?” . “ Kau tahu dimana Eithan dan Angelina sekarang?” . “ Entahlah. Aku langsung beristirahat dirumah dan tidak mendengar kabar apapun tentang mereka.”, aku tidak bisa mengatakan kalau aku sedang mempersiapkan kejutan untuk malam ini. “ Sayang sekali. Padahal aku harus bertemu dengan Eithan.” . Hatiku terasa disambar petir. Terasa seperti ada sebuah pisau yang menusuk dadaku. Nafasku terasa sesak. Dia ingin bertemu Eithan? Untuk apa? Aku berusaha mengatur nafasku. Menenangkan fikiranku. “ Ada apa kau ingin bertemu dengan Eithan? Kau menyukainya?” . “ Apa? Haha, jangan bercanda. Kau tahu kan Angelina dan Eithan seperti sudah menjalin sebuah hubungan?” . Nafasku yang sesak langsung terasa seperti tidak akan pernah merasakan hal yang sama. Terasa sangat lega saat ia berkata begitu. Aku berusaha untuk tidak mengekspresikan rasa cemburuku “ oo.. Bagaimana dengan lukamu?” . “ Itu dia masalahnya. Aku harus bertemu dengan Eithan. Sepertinya hanya dia yang bisa menyembuhkannya.”
Tak lama makanan yang kami pesan telah diantar. Dia terlihat sangat senang setiap kali aku memesankan makanan ini untuknya. “ Rasanya sangat enak. Sama sekali tidak berubah.”, katanya. Aku sangat senang ia berkata begitu. “ Kau ini lucu sekali seperti anak kecil yang diajak ke taman hiburan. Haha.” . “ Anak kecil? Memangnya umurmu berapa?” . “ 18 tahun.” . “ Kau tidak tahu ya? Seorang Elf akan terlihat tetap muda meskipun umurnya sudah ratusan tahun. Kau masih mau bilang kalau aku anak kecil?” . Astaga! Aku tidak pernah tahu hal itu. Bagaimana jika umurnya sudah lebih dari 100 tahun? Aku hanya bisa diam memundurkan kursiku sedikit menjauhinya. Awalnya wajahnya sangat meyakinkan. Ia tertawa setelah melihat reaksiku seperti orang yang ketakutan melihat hantu. “ Lihat siapa yang anak kecil. Tentu saja aku masih muda. Umurku masih 16 tahun. Kau ini mudah percaya.” . Sial, aku dibodohi, “ Bagaimana dengan masih terlihat muda meskipun berumur ratusan tahun? Kau juga mengarangnya?” . “ Tentu saja tidak.” . “ Bagaimana aku bisa tahu kalau kau tidak bohong? Aku tidak ingin makan malam berdua dengan seorang nenek.”, kami berdua tertawa karena candaan itu.
Saat ini Lydia sedang diintrogasi oleh Deckard dan beberapa penjaga lainnya. Kedua tangan dan kakinya diikat dengan rantai. Introgasi dilakukan disebuah ruangan yang tidak telalu besar. Tidak ada perabotan lain selain sebuah meja dan dua buah kursi yang ditata supaya orang yang duduk di kursi itu saling berhadapan. Didalam ruangan itu ada empat penjaga. Dua penjaga berada tepat di belakang Lydia dan sisanya berada di belakang Deckard. Diluar ruangan ada banyak penjaga yang menjaga ruangan itu dari berbagai sudut. Penjagaan ini bisa dibilang sangat ketat. Deckard tidak ingin orang yang tahu informasi penting tentang keberadaan Ancient bisa kabur dari desa ini. Lebih tepatnya dari pengawasannya. “ Dimana kau sembunyikan Ancient?”, tanya Deckard dengan nada menyentak. “ Maafkan aku, tetapi aku tidak bisa mengatakannya padamu.”, Lydia menjawab dengan tenang sambil mengangkat kakinya diatas meja. Tidak terlihat seperti sedang diintrogasi. “ Kuharap kau tahu dengan siapa kau berbicara.” . “ Maafkan aku pak. Tetapi kau tidak perlu tahu apapun tentang hal ini.” . Deckard berdiri dari tempat duduknya. Ia berjalan menghampiri Lydia. Ia mengeluarkan sebuah pisau. Ia mendekatkan pisau itu pada leher Lydia. “ Kau tahu nona? Seharusnya saat ini kau sudah mati. Katakan dimana Ancient berada saat ini atau aku tidak akan segan memotong urat nadimu.”.
 Seorang penjaga masuk keruangan itu, ” Meylin sedang mencari Anda pak.” . “ Kau tidak bilang padanya aku sedang sibuk?” . “ Aku sudah mengatakannya tetapi ia bersikeras masuk. Kami sedang menahannya saat ini.” . Deckard menghela nafas panjang, “ Bilang padanya aku akan segera kesana. Saat ia kembali menghadap Lydia, tendangan Lydia sudah mengenai wajahnya. Para penjaga lain hendak menahannya. Tetapi Lydia sudah menyebarkan racun yang mengantarkan mereka pada halusinasi yang indah. Ia keluar dari ruangan itu. Penjagaan diluar ruangan sangat sepi. Seperti yang dikatakan penjaga itu, mereka semua sedang menghadang Meylin sehinga ia tidak masuk ke ruangan introgasi. Lydia berlari menuju pintu keluar. Disana banyak sekali penjaga yang sedang menghalangi seseorang yang hendak menerobos masuk. Lydia menyerang mereka dengan pisau yang ia gunakan untuk melukaiku saat itu. Semua orang tergeletak lemah kecuali Meylin. Ia terlihat sedikit takut saat melihat seorang Dark Elf yang mengerikan berdiri tepat dihadapannya. Lydia tidak menyerangnya karena ia terlihat lemah. Tidak ada untungnya jika membunuh gadis lemah itu. Lydia hanya berjalan melewatinya. “ Tu..tunggu.”, teriak Meylin. Lydia menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Meylin. “ Aku telah membebaskanmu. Kau harus melakukan sesuatu untukku.”, kata Meylin. “ Apa itu?” . “ Aku ingin kau membunuh Triana. Peri daun yang mengganggu kehidupanku.” . “ haha.. tanpa kau minta tanganku sudah gatal ingin membunuhnya.” . “ Kau lupa sesuatu?”, Meylin memegang kunci yang bisa membebaskannya dari rantai yang mengikat kedua tangan dan kakinya. “ Setelah aku membunuhnya kita impas.” . Senyuman puas terlukis di wajah Meylin. Meylin membuka rantai itu. Lydia telah bebas. Ia membunyikan sebuah melodi dengan harmonika. Melodi yang membawa kehancuran.
Makan malam yang indah ini harus berakhir karena dua orang penjaga yang menghampiri kami. “ Kalian berdua telah diberi perintah oleh Deckard untuk menangkap Dark Elf Lydia.” . “ Apa maksudnya ini? Kami telah menyerahkannya pada Deckard.”,tanyaku heran. “ Dia baru saja melarikan diri.” . “ Apa?”, Triana sangat terkejut dan berdiri dari tempat duduknya. “ Sial, kenapa bisa begini?”, Triana berlari sangat cepat meninggalkan rumah makan ini. “ Triana tunggu.”, aku meletakkan uangnya di atas meja dan berlari menyusul Triana. Ia berlari menuju rumahnya untuk mengambil panahnya. Aku juga melakukan hal yang sama. Aku mengambil pedangku yang kuletakkan dekat dengan pintu rumahku. Aku berlari menuju rumah Triana. Ia telah keluar membawa panahnya. “ Aku mendengar sebuah melodi. Ini pasti Lydia, ayo ikuti aku.” . Kami berlari menuju hutan dekat dengan perbatasan desa. Berlari menerobos heningnya malam. Dan juga pohon yang rencananya akan kugunakan untuk menyatakan cinta pada Triana. Apa boleh buat, hal ini lebih penting. Ditengah hutan kami melihat seorang gadis yang sedang memainkan sebuah harmonika. Kulitnya yang pucat sudah bisa meyakinkan kami kalau dia adalah Dark Elf Lydia.
Lydia berhenti memainkan harmonika itu. Ia membalikkan badanya, “ Akhirnya kau datang juga.” . “ Aku akan menangkapmu lagi Lydia.”, kata Triana. Aku bersiap untuk menyerang. Triana mengangkat tangannya tanda menghentikanku. “ Kau tidak perlu melawannya. Ini adalah urusanku. Aku yang akan menyelesaikannya.”, ia tidak memandangku sedikitpun. Ia benar-benar serius untuk menangkapnya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku kembali memasukan pedangku. Ia sudah memegang busur panahnya. Ia sudah siap untuk menyerang. Lydia melempar sebuah pisau padanya. Triana menghindar dan menembakan panah yang diikat oleh tali. Panah itu mengenai kaki Lydia. Triana menariknya dan menendangnya sehingga ia terpental keatas. Lydia menendang Triana saat Triana melompat untuk menyerangnya. Triana jatuh diatas tanah. Lydia mencekik Triana sampai kakinya tidak menyentuh tanah. “ Triana..”, aku sudah bersiap untuk menyerang Lydia. “ Jangan. Ini adalah pertarunganku.”, Ia bersikeras supaya aku tidak ikut campur. “ Sayang sekali. Kau seharusnya tidak keras kepala. Percayalah kau butuh bantuannya. Kurasa kau sangat suka dengan kalung pemberianku. Akan kubuat kau menderita karenanya.”, ia menyentuh kalung berpermata biru yang telah Triana gunakan untuk menyelamatkanku dari racun Dark Elf. Sebuah asap hitam keluar dari kalung itu. Triana berteriak kesakitan. Asap itu semakin banyak dan membentuk seperti seseorang. Membentuk seperti  Triana. Asap itu berubah menjadi sangat nyata. Ia adalah Triana.
Lydia melemparkan Triana. Aku berlari menangkapnya. Ia tak sadarkan diri. “ Bunuh tubuh aslimu Dark Triana.”, Lydia memerintahkannya untuk menyerang kami. Ia terlihat sama seperti Triana. Tetapi kulitnya putih pucat dan dan rambutnya berwarna putih. Wajahnya tanpa ekspresi. Ia terlihat seperti Dark Elf. Ia menyerangku dengan tendangannya. Aku menghindari serangan itu. Ia memanahku dengan panah yang terikat tali dan menendangku keudara. Ia melompat dan menendangku ke bawah sehingga aku terpental di atas tanah. Aku berdiri dan menyerangnya. Pedangku mengenai lengannya. Triana berteriak kesakitan. Aku melihat kearahnya. Lengannya juga terluka. Dark Triana menendangku saat aku akan kembali memfokuskan fikiranku untuk menyerangnya. Tendangan itu sangat kuat sehingga aku menabrak sebuah pohon. “ Kau tidak akan membunuhnya. Jika dia mati maka Triana juga akan mati.”, kata Lydia. Dark Triana terus menyerang sementara aku hanya bisa menghindar tanpa bisa memberikan serangan balasan. Ia menyandung kakiku sehingga aku yerjatuh ke tanah. Ia menginjak dadaku dan membidikku dengan panahnya. “ Cukup. Membunuhnya tidak akan menguntungkan bagi kita. Lebih baik kita pergi dari sini. Sampai jumpa di malam bulan purnama, Xian.”, Lydia berlari dan menghilang dalam kegelapan. Begitu pula Dark Triana. Bagaikan seekor binatang peliharaan yang selalu menuruti apa kata majikannya.
Aku tidak terlalu memperdulikan mereka saat ini. Aku berdiri dan berlari menuju tempat Triana saat ini. “ Triana, ku mohon Triana bangunlah..”, aku sedikit mengguncang tubuhnya. Tidak ada reaksi apapun. Matanya masih tertutup seakan-akan tidak akan pernah terbuka kembali. Tubuhnya terasa dingin. “ Triana... Ku mohon.. Triana..”, aku menyampirkan rambut yang menutupi wajahnya ke telinganya. Aku seakan telah kehilangan hal yang paling berharga dalam hidupku. Dadaku terasa sesak seperti tidak ada udara yang bisa kuhembuskan. Tidak! Dia belum mati! Aku harus membawanya ke Master Adeline. Mungkin dia bisa menyembuhkan Triana. Dia hanya satu-satunya orang yang bisa membantu Triana dalam kondisi seperti ini. Aku menggendongnya dan membawanya pergi dari sini. Membawanya secepat yang aku bisa. “ Triana bertahanlah...” menembus gelapnya malam dan akhirnya aku sampai pada rumah Master Adeline. Ia terlihat seperti baru saja pulang ke rumahnya. Ia terkejut melihat keadaan Triana. “ Cepat, bawa dia masuk”, tanpa basa-basi ia membukakan pintu rumahnya dan menyuruhku untuk menidurkannya di kamarnya. Master Adeline langsung melakukan sihir yang selalu digunakan Triana untuk menyembuhkan luka. Daun-daun berterbangan disekitar tangannya yang ia letakkan pada tubuh Triana. Ia menghentikan sihir yang ia lakukan itu. Ia menutup kedua matanya dan menghela nafas panjang.
“ Apa yang terjadi?”, tanyaku khawatir. “ Seperti jiwanya telah meninggalkan raganya.”, Master Adeline menunduk dan memegang kedua tangannya erat-erat. “ Apa maksudmu dia..”, lidahku kelu seribu bahasa. Tubuhku terasa lemas ketika ia berkata begitu.  Aku tidak bisa mengatakannya. Itu adalah hal yang tidak pernah ku inginkan untuk terjadi. Wanita yang kucintai meninggalkanku untuk selamanya. “ Tidak. Bukan seperti itu. Dia masih hidup. Tetapi dia tidak akan sadar jika bagian dari dirinya tidak kembali.” . Aku langsung menghirup nafas panjang, menghirup udara sebanyak yang aku bisa, “ Syukurlah.” . “ Apa dia mengatakan sesuatu?”, tanya Master Adeline dengan nada serius. “ Dia bilang, sampai jumpa saat bulan purnama.” . “ Ini gawat. Bulan purnama tinggal dua hari lagi. Kita harus beregas.”, ia langsung berdiri dari tempat duduknya. “ Apa maksudmu?” . “ Jika jiwanya tidak segera kembali ke tubuhnya maka dia tidak kan pernah kembali. Selamanya.” . “ Maksudmu dia akan menjadi Dark Triana?” . “ Dark Triana.. Mungkin itu nama yang tepat untuknya. Dia adalah sisi gelap Triana, kebencian kesedihan dan penderitaannya.” . “ Aku akan segera mencarinya.” . “ Sebaiknya kau berangkat besok pagi. Percuma saja jika kau mengejarnya malam ini. Kau juga harus membuat laporan pada Deckard.” . “ Kau tidak ikut mencarinya?” . “ Aku tidak bisa. Aku harus tetapi berada disini. Masih banyak Elf muda di luar sana yang membutuhkanku.” . “ ohh... Kemana aku harus mencarinya?” . “ Desa Peri Daun. Desa dimana Triana berasal. Tidak salah lagi.” . “ Mengapa kau begitu yakin?” . “ Itu dimana kebencian yang paling dalam di hati Triana berasal. Dark Triana adalah kebencian itu. Dengan membawanya ke tempat itu maka kebencian itu akan semakin mendalam dan membuatnya semakin kuat.” . “ Dimana desa itu berada?” . Master Adeline pergi ke jendela satu-satunya yang ada di kamar itu. Memetik sehelai daun dari sebuh pohon yang tumbuh tepat didepannya. Ia mengambil sebuah pena yang ada di meja ruangan itu. Ia menggambarkan peta dimana desa itu berada diatas sehelai daun itu. “ Kumohon berhati-hatilah.”, ia memberikan peta itu padaku. “ Serahkan semuanya padaku.”
Satu malam terasa seperti setahun lamanya. Aku tidak bisa tidur. Aku tergeletak di atas ranjang dan menggunakan kedua tanganku sebagai bantal. Melihat langit-langit kamarku. Kenangan yang kualami bersama Triana masih terbayang jelas dalam benakku. Kenangan saat pertama kali aku bertemu dengannya. Saat aku memperhatikan latihannya. Aku tertawa saat mengingat ia terikat saat berlatih dan tidak bisa memakan makanan yang kuantar. Aku selalu memperhatikannya. Aku gelisah memikirkan tentang kondisi Triana saat ini. Dia tergeletak lemah di atas ranjang dan tidak akan bisa memberi senyuman hangat. Tidak bisa melihatnya kembali ceria. Aku bangun dari ranjangku dan berjalan menuju jendela kamarku. Melihat bulan yang hampir membentuk lingkaran sempurna. ‘ Kumohon bertahanlah Triana’  aku mengatakannya berkali-kali dalam hatiku. Meyakinkan diriku , aku bisa menyelamatkannya. Angin berhembus sangat kencang, membuat dedaunan menari karenanya. Aku memandangi kalung yang memiliki permata biru sebagai hiasannya. Kalung yang selalu digunakan Triana. Master Adeline memberikanku kalung ini sebelum aku meninggalkan rumahnya. “ Pakaikan kalung ini pada Dark Triana ini adalah cara satu-satunya untuk mengembalikan jiwa Triana seperti semula.”, begitu katanya. Aku memikirkan beribu cara, bagaimana caranya untuk memakaikan kalung ini tanpa harus melawannya? Sedangkan ia tidak akan berhenti menyerangku. Dan aku tidak boleh sedikitpun melukainya.
Dilain waktu, Lydia dan Dark Triana telah sampai di desa Peri daun. Tak ada satu pun rumah yang berdiri tegak. Hanya reruntuhan dan pohon yang terbakar hangus bersama para penghunginya. Dark Triana melihat pemandangan sekelilingnya. Pemandangan yang membuat hatinya penuh dengan kebencian. Kenangan buruk itu memenuhi fikirannya. Ia berusaha menahannya, menghilngkan semua kenangan itu. Ia memegangi kepalanya karena rasa sakit yang ia rasakan saat semua kenangan itu datang seperti hujan deras yang tiada henti. Meskipun ia berusaha ia tidak mampu untuk menahannya. Ia terjatuh diatas kedua lututnya dan tangannya masih memegangi kepalanya, “ Hentikan” . “ Untuk apa kau mencoba untuk menghentikannya? Biarlah kebencianmu memenuhi dirimu. Biarkan kebencian itu menguasai dirimu.”, Kata Lydia. Mata Dark Triana terbelalak dan melepaskan pegangannya pada kepalanya itu. Ia berteriak, teriak kesedihan. Aura Hitam menyelimuti tubuh Dark Triana. “ Ya.. ini yang aku harapkan.”, Lydia tersenyum puas melihat Dark Triana yang telah diselimuti kegelapan.
Matahari telah terbit dari ufuk timur. Semalaman aku tidak menutup kedua mataku, tidak mengistirahatkan tubuhku. Kini saatnya untuk bersiap untuk menempuh perjalanan jauh. Saat aku keluar dari kamar seorang gadis yang selalu mengejarku telah menyiapkan sebuah makanan. Apetizer, main dan desert. Semuanya lengkap. Tetapi itu semua tidak mengugah seleraku. Aku hanya terus berjalan menuju kamar mandi tanpa mengatakan sepatah katapun dan tanpa melihatnya sedikitpun. Ia tampak sangat kesal dengan caraku memperlakukannya. Aku tidak bisa terus seperti ini. Aku harus membicarakannya baik-baik. Aku telah selesai. Aku mengeringkan rambutku dengan sebuah handuk yang ku sampirkan pada leherku seperti yang digunakan orang saat lari pagi. Meylin sedang menungguku di meja makan. Aku menghela nafas panjang memfikirkan bagaimana cara yang baik untuk menjelaskannya. Aku melangkahkan kakiku ke meja makan itu. Aku duduk berhadapan dengan Meylin. Ia langsung tersenyum melihatku. “ Akhirnya kau selesai juga. Aku sudah lama menunggumu. Aku sudah memasak untukmu. Cobalah ini makanan kesukaanmu. Bukalah mulutmu, Aaa...”, Meylin menyendok makanan dan akan menyuapiku. Aku mengankat tanganku menandakan menolak. “ Meylin, ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu.”, kataku. Pipinya langsung merah padam. Ia salah sangka, mungkin ia kira aku akan menyatakan cinta padanya.
“ Sebelumnya terimakasih kau telah banyak membantuku, kau selalu baik padaku. Maafkan aku selama ini aku tidak pernah berterimakasih padamu atas semua yang kau perbuat.”, aku memulai pembicaraan. “ Tenang saja, aku memaafkanmu.”, jawabnya. “ Tetapi maaf. Aku tidak bisa membalas cintamu. Aku tidak meraskan hal yang sama seperti yang kau rasakan padaku. Aku telah mencintai gadis lain. Sekali lagi aku minta maaf." . Ia terbangun dari tempat duduknya. Ia menggebrak meja dan matanya terbelalak karena ia terkejut akan apa yang aku katakan barusan. “ Apa maksudmu? Kau tidak tahu? Aku melakukan semua ini untukmu. Kurang apa aku? Aku rela memberikanmu apapun yang kau minta. Aku mencintaimu.”, air mata mulai membasahi pipinya. Ia berjalan menuju dimana aku duduk dan memeluku. Aku memegang kedua tangannya untuk menghentikannya, “ Maafkan aku. Aku tidak bisa.” . Ia menepis tanganku, “ Apa ini semua karena Triana?” . Aku hanya diam saja ketika ia mengatakannya. “ Sial, aku sudah melakukan apapun demi mendapatkanmu. Sia-sia saja aku membebaskan dia untuk membunuh Triana.” . “ Apa?” , Aku langsung berdiri mendengarnya. Didalam dadaku seperti ada sebuah api yang berkobar. Tanganku terasa sudah gatal jika aku tidak segera untuk membunuhnya. “ Ya. Aku yang membebaskan Dark Elf tawanan Deckard untuk membunuh Lydia. Aku ingin menyingkirkannya sehingga aku bisa mendapatkanmu. Puas?” . Aku hampir saja membuat wajah gadis tak punya hati itu menjadi terluka jika aku tidak menahan diri. Aku meremas tanganku dan berusaha untuk mengurungkan niatku. Aku mengatur nafasku berusaha menahan amarahku. “ Kumohon kau pergi dari sini dan jangan pernah kembali.” . “ Tapi aku men..” . “ Keluar dari rumahku.” . Airmatanya kembali pecah dan ia berlari keluar dari rumahku. Keluar dari kehidupanku.
Aku kembali duduk di meja makan. Mencoba menenangkan fikiranku. Aku tidak habis fikir, sebenarnya bagaimana jalan fikiran wanita? Itu tidak penting lagi, semua ini telah terjadi. Yang hrus ku lakukan saat ini adalah mengembalikan Dark Triana kembali seperti semula. Aku mengambil pedangku, dan pergi meninggalkan semua kekacauan yang terjadi pagi ini. Deckard terlihat sibuk dengan anak buahnya karena bebasnya Lydia. Tak henti-hentinya ia memberikan perintah pada anak buahnya sebelum ia menyadari bahwa aku telah datang untuk menemuinya. “ Xian, kebetulan sekali. Aku akan memberimu misi.” . “ Deckard, sebenarnya ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu. Bisakah kita pergi ke tempat yang lebih sepi?” . Kami berdua menuju ke sebuah pohon dekat dengan tempat tadi. “ Sebenarnya ada tragedi yang terjadi tadi malam. Triana kini telah menjadi Dark Triana.” . “ Apa maksudmu?” . “ Lydia telah melakukan sesuatu terhadap Triana. Kini Triana tak sadarkan diri. Lydia telah menciptakan sisi gelap Triana. Aku harus menghentikannya sebelum bulan purnama atau tidak ada yang bisa menolongnya lagi.” . “ Begitu. Apa kau butuh bala bantuan?” . “ Tidak. Aku akan pergi menyelamatkannya sendiri. Bukankah kau membutuhkan banyak orang untuk diberi misi?” . “ Bagaimana jika kami yang ikut denganmu?”, suara seorang wanita telah memecah keheningan. “ Aku dan Eithan akan membantumu untuk mencarinya. Bisa dibilang ini adalah hari libur menyelamatkan Ancient.” . “ Angelina, Eithan. Ternyata kalian masih didesa ini?” . “ Tentu saja. Memang kau kira kami ini dimana? Tunggu apa lagi? Tanganku sudah panas dan ingin membakarnya.” . “ Deckard, izinkan kami untuk pergi bersama Xian.”, Eithan meminta izin pada Deckard. Ia hanya diam dan menganggukkan kepalanya menandakan ia setuju dengan itu. Tanpa basa-basi kami langsung meninggalkan desa dan pergi untuk menyelamatkan Triana.
“ Sebenarnya apa yang terjadi pada Triana?”, Eithan memulai pembicaraan. Awalnya tidak ada di antara kami yang berbicara sepatah katapun. “ Sebenarnya dia..” . “ Terbagi menjadi dua. Antara dirinya yang asli dan sisi gelapnya. Ini semua karena Dark Elf itu. Ia menggunakan sihir hitam pada kalung itu sehingga bisa mengeluarkan kebencian pengguna kalung itu dan membuatnya menjadi nyata. Yang jadi pertanyaannya kapan waktu sisi gelapnya itu benar-benar terpisah dari tubuh aslinya dan menjadi orang yang sebenarnya, dan dimana tempat yang digunakan untuk membuatnya menjadi lebih kuat.”, Angelina langsung menyahut bagian pentingnya. “ Hei.. bukankah Eithan bertanya padaku? Lagi pula bagaimana kau tahu semua itu? Kau kan tidak mendapat informasi apapun.” . “ Katakan padaku apa yang aku tidak tahu. Sebenarnya mudah saja. Aku mendengar percakapanmu dengan Deckard. Buku telah memuat semua sihir yang pernah diciptakan. Kau saja yang tidak cukup pintar untuk mempelajarinya.”, Ia merasa dirinya yang paling hebat. “ Untuk apa aku mempelajari sihir. Aku adalah seorang pengguna pedang. Yang harus kulakukan hanya membuat tubuhku lebih kuat, lebih cepat, dan memperkuat pedangku. Jangan samakan aku denganmu dasar nenek tua.” . “ Apa kau bilang?”, ia menyalakan bola api dan siap untuk membakarku kapan saja. “ Sudah cukup. Kita memiliki tujuan yang sama. Menyelamatkan Triana. Jangan seperti anak kecil.”, Eithan menengahi kami berdua. Angelina sangat terlihat kesal dan tidak terima jika Eithan menghentikan serangannya. Ia mematikan api ditangannya. “ Sial.”, ia membalikkan badannya dan menghentakkan kakinya. Ia membuat seluruh tubuhku membeku. “ Hei. Sial, kalau berani sini kau. Aku tidak akan memaafkanmu.”, saat aku meronta-ronta berusaha melepaskan diri ia hanya tetap berjalan meninggalkanku. “ Rasakan itu.” . Eithan menghela nafas panjang, “ Sudahlah. Kapan kalian akan jadi dewasa.” . Ia melepaskanku dari es buatan nenek sihir itu menggunakan sihirnya. “ Sudah. Biarkan saja dia memang begitu.” . Aku sudah siap-siap membalas serangannya. Apa boleh buat. Kalau di fikir-fikir ini akan seperti tingkah laku anak-anak.
Perjalanan menuju desa peri daun tidak sedekat yang ku kira. Kami harus bermalam di tengah hutan. Jika peta ini akurat kami masih setengah perjalanan menuju Desa Peri Daun. Aku mengumpulkan kayu kering untuk membuat api unggun. Kami mencari tempat yang cukup luas untuk bermalam. Kami menemukan sebuah lahan yang tidak terlalu luas tetapi cukup untuk kami bertiga dan dipagari oleh pepohonan yang menjulang tinggi. Aku meletakkan kayu kering itu ditengah lahan itu. Angelina membuat bola api dan melemparkannya pada kayu kering untuk membuat api unggun. “ Kau. Pergilah berburu untuk makan malam.”, Angelina menunjukku da menyuruhku untuk berburu seakan-akan aku adalah budaknya. Aku harus bersikap lebih dewasa. Aku tidak berkata sepatah katapun. Hanya berdiri dari tempatku dan pergi berburu. Suasana disini jelas menunjukan tidak ada hewan yang hidup di daerah ini. Jangankan ada rusa atau kelinci yang lewat. Tak satupun burung yang berterbangan taupun berkicau. Bisa-bisa kami tidak dapat jatah makan malam hari ini. Saat fikiran negatif itu memenuhi benakku seekor kelinci berlari di antara semak-semak. Aku melemparkan pisau kecil dan mengenainya. “ Sial. Si bodoh itu lama sekali.”, Angelina sudah tidak sabar menungguku. “ Sabarlah sedikit. Mugkin sebentar lagi dia akan datang.”, kata Eithan. “ Dan disinilah aku. Membawa makan malam.”, aku mengangkat kelinci hasil buruanku itu. “ Hanya seekor? Kau bercanda?”Angelina melipat tangannya dan mengejekku. “ Kau kira mudah mencari hewan di hutan ini? Hutan ini seperti hutan mati, masih beruntung aku dipertemukan dengan kelinci ini dan kita bisa makan malam." . " Sudahlah. Ayo kita masak kelinci ini.”, Eithan bertingkah sok dewasa dan menengahi kami. Lagi.
Angelina menggunakan sihirnya, menguiti, membersihkan sampai memotong daging kelinci itu dan menusukannya ke sebilah kayu. Ia mengeluarkan sebotol ramuan dari tas kecil yang ia bawa. Ia melumuri potongan daging kelinci itu dengan ramuannya. “ Hei! Apa yang kau lakukan? Kau ingin membunuhku?”, aku curiga dia meracuni daging kelinciku. “ Aku akan merasa puas jika aku membakarmu. Ini adalah bumbu bodoh.”, ketus Angelina. Kami membakar daging itu diatas api unggun. Bau harum daging bakar telah menggugah selera makan. Setelah daging itu masak kami memakannya. Awalnya aku takut memakannya karena cairan hitam yang Angelina lumuri pada daging itu, tetapi ternyata “ Enak sekali, apa bumbu yang kau gunakan?” . “ Sederhana. Hanya bangkai burung, jantung rusa dan ekor kadal.” . Sial. Aku terlanjur menelannya. Tubuhku kaku saat dia mengatakan bahan-bahan bumbunya. Sudah pasti wajahku berekspresi ketakutan. Angelina tertawa melihat reaksiku “ Haha.. ternyata kau ini benar-benar bodoh. Tentu saja ini adalah bumbu untuk membakar makanan seperti biasanya.” . Aku langsung lega. Sial, aku benar-benar di bodohi. Setelah kami makan malam, kami semua tidur tanpa alas di bawah indahnya taburan bintang di langit malam. Semuanya tertidur lelap ditengah dinginnya malam dan di lindungi dengan kehangatan api unggun. Semuanya kecuali aku. Aku hanya memandangi bintang dilangit. Semua kenangan bersama Triana memenuhi benakku. Aku memandangi kalung dengan permata biru yang telah menyelmatkanku. Kalung milik Triana. ‘ Bagaimana cara mengunkan kalung ini pada Triana? Dia sama sekali tidak mengenalku. Dia terus menyerangku tanpa berhenti. Apakah aku bisa menyelamatkannya?’, pertanyaan itu selalu terlintas di fikiranku. Saat aku bertemu dengannya pasti aku akan menemukan caranya. Aku pasti bisa menyelamatkannya.
Si raja siang telah bangkit. Angelina dan Eithan terbangun karena sinar matahari menerpa wajah mereka. “ Selamat pagi teman-teman.”, sapaku. “ Selamat pagi, kau sudah bangun? Atau kau tidak tidur semalaman?”, Eithan curiga karena saat matahari baru saja terbit aku sudah bangun dengan mata sedikit merah. “ Apa? Hahaha... aku tidur kok.” . “ Ayo cepat. Kita harus bergegas melanjutkan perjalanan. Waktu kita hanya sampai bulan purnama muncul.” . “ Baiklah”. “ Berikan peta itu padaku.”, Angelina memotong pembicaraanku dengan Eithan. Aku memberikan daun yang terlukis peta di permukaannya pada Angelina. Ia menyambarnya dari tanganku, “ Hei, hati-hati. Benda itu sangat rapuh.” . “ Diam kau.”, ketus Angelina. Ia membuat tongkatnya melayang diudara, “ Kau butuh tumpangan?”, ia menaiki tongkat itu. “ Apa kita bertiga akan menaiki itu?”, tanyaku heran. “ Kita butuh sampai di tempat tujuan secepat mungkin kan? Ini akan membawa kita tiga kali lebih cepat.” . “ Kenapa kau tidak mengunakannya sejak kemarin?” . “ Jangan berisik! Naiklah atau kau akan kutinggal sendirian.” . Aku hanya bisa menurutinya. Aku duduk di paling belakang. Tanpa memberi aba-aba dia telah membuat tongkat itu terbang tinggi. Aku hampir terjatuh karena tongkat itu melaju sangat cepat. Kami terbang di atas pepohonan. Ini adalah pengalaman terbang pertama yang paling menyenangkan dan paling mengerikan yang pernah aku alami. Setidaknya ini menyenangkan. ‘ Triana tunggulah aku.’
Sudah berjam-jam kami terbang menggunakan tongkat milik Triana. Tiba tiba tongkat itu seperti kehilangan kendali. “ Angelina, kendalikan sihirmu dengn baik.”, kataku. Ia sama sekali tidak merespon. Biasanya dia akan membuat bola api atau membekukanku. Tidak satupun dari itu ia lakukan. Tongkat yang membawa kami terbang menukik ke bawah dan membuat kami semua jatuh menghantam tanah. Sekujur tubuhku terasa sakit karena terjatuh dari tempat yang cukup tinggi. “ Angelina kau ini bagaimana? Apa kau tidak bisa mengendalikannya?”, aku tidak menyadari Angelina tergeletak dan tidak bergerak sedikitpun. Eithan berlari ke arah Angelina, “ Angelina kau tidak apa-apa?” . Angelina tak menjawab. Ia membawa Angelina dan menyandarkannya di sebuah pohon. Eithan mengunakan sihir untuk menyembuhkan Angelina. “ Aku akan mencari air.”, kataku. Di dekat tempat kami melandas tidak sempurna terdapat sungai jernih. Aku memenuhi tempat air yang kubawa dengan air sungai itu. Aku segera kembali ke tempat Angelina dan Eithan berada. Angelina baru sadar saat aku sampai. “ Kau terlalu memaksakan dirimu.”, kata Eithan. “ Aku tidak apa-apa. Aku masih bisa melakukannya.”, Angelia berdiri dan melangkah menjauhi pohon itu. Baru saja ia mengambil beberapa langkah ia kembali terjatuh. Aku menangkapnya saat ia jatuh. “ Sudah. Jangan memksakan diri. Kau istirahat saja.” . Ia menunduk kebawah dan menganggukan kepalanya. Aku menyenderkannya kembali di pohon yang sama. Matahari hampir tenggelam di ufuk barat. “ Kurasa cukup sampai di sini. Aku akan melanjutkannya sendiri. Kau harus menjaga Angelina. Aku harus bergegas untuk menyelamatkan Triana. Jika tidak Triana akan...” . “ Ya, kami mengerti. Aku minta maaf karena sikapku. Maaf jika kami tidak bisa membantumu.”, kata Angelina. “ Ya. Kalau begitu aku harus bergegas. Sampai jumpa.”.
Aku berlari secepat yang aku bisa menuju Desa Peri Daun. Sebuah perkampungan telah terlihat. Tidak salah lagi. Itu pasti Desa Peri Daun. Tak lama berlari aku telah berada di depan gerbang desa itu. Saat aku memasuki gerbang itu tak ada pemandangan yang akan membuatmu senang jika melihatnya. Hanya reruntuhan rumah penduduk yang rata dengan tanah. Ini sangat menyedihkan. Tentu saja Triana memiliki kebencian dalam hatinya. Semua temannya, warga desa, ras nya telah dibantai seperti ini. Tetapi ia tidak pernah menunjukan bahwa ia sedang memikul beban seperti ini. Ia selalu tersenyum. Aku menyusuri tempat itu, mencari dimana keberadaan Dark Triana. Aku menemukannya. Ia bersama Lydia berada di tengah desa. Triana terlihat sangat berbeda dari sebelumnya. Aura hitam menyelimuti seluruh tubuhnya. Aura ini sangat mengerikan. Aku bisa merasakan kebencian dalam hatinya. “ Lampiaskan kebencianmu padanya Triana. Bebaskan semua bebanmu.”, kata Lydia. Tanpa fikir panjang Dark Triana menyerangku tanpa henti. Ia sangat cepat,a ku tidak sempat menghindar. Aku tidak bisa melihat pergerakannya. Ia menendangku sekuat tenaga sehingga aku terbentur ke atas tanah. Tubuhku penuh dengan luka. Aku mencoba berdiri tetapi aku tidak bisa berdiri sedikitpun. Nafasku terasa sesak. Pandanganku kabur. Triana sudah membidiku dan siap melepaskan panahnya.

Tiba-tiba Triana membeku. “ Kau ingat padaku?”, Angelina melemparkan bola api pada Triana. Aku menghalangi api itu supaya tidak mengenai Triana, meskipun sekujur tubuhku terasa sakit aku berusaha untuk bergerak. Bola api itu memberikan luka bakar pada tubuhku. “ Dasar bodoh apa yang kau lakukan?”, teriak Angelina. “ Jika api itu mengenainya maka Triana juga akan terluka. Jangan menyerangnya.” . “ Lalu bagaimana caramu menyelamatkannya jika kau tidak melawannya?” . “ Itu bukan masalahmu nona.”, Lydia melompat dan mendarat tepat didepan Angelina dan Eithan. “ Jadi kau ingin melawanku? Lagi pula aku tidak sabar untuk balas dendam.”, jawab Angelina. Mereka pergi menjauh. Kini hanya ada aku dan Dark Triana. Ia bersikeras untuk melepaskan diri dari bongkahan es yang menghentikan pergerakannya itu. Aku mengeluarkan kalung milik Triana. Aku melangkah mendekatinya dan akan memasangkannya pada Dark Triana. Naas es yang mengikatnya telah pecah dan ia menendangku sehingga aku terdorong. Aku mengeluarkan pedangku, “ Triana, kumohon sadarlah. Ingatlah, aku Xian. Aku bukan musuhmu.” . Ia sama sekali tidak mendengarkanku. Ia tetap menyerangku tanpa henti. Aku menangkis serangannya dengan pedangku. Jika terus begini aku tidak akan pernah bisa menyelamatkannya. Bulan hampir membentuk bulatan sempurna. Aku harus melumpuhkannya.

Ia memanahku dengan panah yang telah terikat tali. Panah itu mengenai lenganku. Aku memotong tali itu dengan pedangku. Aku berlari kearahnya dan menyerangnya dengan pedang dan melukai kaki kanannya. Ia tidak terlihat merasa sakit sedikitpun. Cara ini tidak berhasil. Ini hanya akan melukai Triana. Aku menghela nafas panjang. Menjernihkan fikiranku, menyiapkan diriku. Aku melemparkan pedangku pada Dark Triana dan ia menangkapnya. Ia berlari kearahku dan menusukku menggunakan pedang itu. Dia sudah sangat dekat denganku. Aku memakaikan kalung itu padanya. Ia melepaskan pegangannya pada pedangku. Aku terjatuh di atas kedua lututku. Seberkas cahaya terpancar dari permata biru itu. Cahaya yang semakin lama semakin terang dan dan menelan kegelapan yang menyelimutinya. Kini aku bisa melihat Triana yang dikelilingi cahaya. Syukurlah aku masih bisa menyelamatkannya. Aku tidak kuat menopang beban tubuhku dan terjatuh ketanah. Triana berlari kearahku dan terlihat terkejut saat melihat tubuhku tertancap sebuah pedang. “ Xian, apa yang terjadi?”, dia tidak mengingat apapun. Sebelum aku sempat menjawabnya ia menarik pedang yang masih tertancap ditubuhku. Mulutku mengeluarkan darah karenanya. “ Xian, kau tidak apa-apa? Tunggulah aku akan menyembuhkanmu.” . Aku memegang kedua tangannya yang ia letakan di atas tubuhku dan menghentikannya. “ Ada hal yang lebih penting untuk kau lakukan. Kembalilah ke tubuhmu. Atau kau akan menjadi seperti ini selamanya.”, aku berusaha mati-matian mengatakannya meski terbata-bata. “ Apa yang kau katakan? Aku ada di sini. Ini aku Triana.” . “ Lydia telah memisahkan jiwamu denan tubuh aslimu. Jika kau belum kembali ke tubuh aslimu sampai bulan purnama kau akan menjadi seperti ini selamanya.” . “ Maafkan aku Xian, kau menjadi seperti ini karena aku.”, tangis Triana mulai pecah. Aku menghapus air matanya dengan tenaga yang tersisa, “ Aku akan lakukan apa saja untukmu karena.. Aku mencintaimu.” . Aku menutup kedua mataku. “ Xian? Kumohon sadarlah Xian. Maafkan aku Xian...”, Triana memelukku erat-erat. Ia menghapus airmatanya dan melepaskan pelukannya. Ia memejamkan mata. Cahaya itu menjulang ke langit dan hilang di tengah gelapnya malam.
“ Xiaaan”, Triana terbangun dan langsung berteriak seperti telah mengalami mimpi buruk. “ Triana.. kau sudah sadar?”, Master Adeline bergegas menuju kamar Triana setelah mendengar teriakan gadis itu. Triana bergegas bangun dari tempat tidurnya. Saat ia bangun dari tempat tidur ia baru tersadar bahwa lengan dan kakinya terluka. Triana kembali duduk di atas ranjang. “ Jangan memaksakan dirimu. Kau baru saja siuman.”, Master Adeline menutup luka itu mengunakan perban. “ Xian. Aku harus pergi ke Desa Peri Daun sekarang.” . “ Kau harus tetap berada disini. Kau ini terluka.” . Triana tidak menghiraukan perkataan orang yang menjadi gurunya itu. Triana mengambil busur dan panah yang diletakan di atas meja dan ia melompat keluar jendela. Meskipun kakinya sangat kuat tetapi kini ia sedang terluka. Ia tidak melandas dengan sempurna saat keluar dari jendela. Ia berlari secepat yang ia bisa menuju Desa Peri Daun. Ia adalah seorang Elf, ia bisa menempuh perjalanan menuju Desa Peri Daun dalam waktu semalam.
Di sisi lain Angelina dan Eithan sedang berusaha untuk melawan Dark Elf Lydia. Lydia menyebarkan racun yang dapat membuat musuhnya berhalusinasi dan membunuh mereka. Angelina menyebarkan segenggam bubuk berwarna hijau. “ Sial, bagaimana mungkin?”, Lydia terkejut karena Angelina dan Eithan tidak masuk kedalam halusinasi mereka. “ Aku telah membuat penawar racunmu. Volcanic Vortex Intohara.”, Angelina membuat kobaran api yang berbentuk pusaran angin yang menghisap Lydia dan membakarnya. Eithan mensummon petir dari langit dan menyambar Lydia. Serangan beruntun itu sudah pasti akan melumpuhkannya. Lydia tergeletak tak berdaya di atas tanah. Eithan mengikatnya dengan sihirnya. Sempurna. “ Satu masalah telah selesai, sekarang kita akan menghadapi masalah berikutnya.”, kata Angelina. “ Kita harus bergegas, sekarang telah bulan purnama.”, Eithan mengingatkan. Angelina membuat tongkatnya melayang dan berencana untuk terbang menggunakannya lagi. “ Kau tidak akan terbang menggunakan itu lagi kan?”, kata Eithan. “ Memangnya bagaimana kelihatannya? Kita tidak memiliki banyak waktu.”, ketus Angelina. “ Kau ingat kan kau pingsan berjam-jam karena menggunakan sihir itu terlalu lama?” . Wajah Angelina menjadi memerah karena ia mengingat kejadian itu, saat terjatuh dari tongkat sihir karena ia sudah kehabisan tenaga, “ Di..diam kau.” . “ Lebih baik kita jalan kaki saja, daripada kau pingsan karena menggunakan sihir itu lagi.” . Angelina menggenggam tongkatnya yang sedang melayang, “ Lakukan sesukamu.”.
Triana telah sampai di pintu masuk Desa Peri Daun. Nafasnya tak teratur dan keringatnya bercucuran. Ia berhenti sambil membungkuk dan kedua tangannya memgangi kedua lutut kakinya. Berusha mengirup udara sebanyak yang ia bisa. Ia kembali menyeimbangkan tubuhnya setelah lelah berlari sangat jauh. “ Xian...”, Triana memasuki desa itu dan berlari kearah dimana ku tergeletak lemah tak berdaya. Ia menemukanku. Ia duduk di sebelahku, “ Xian, kumohon bertahanlah.” . Triana meletakkan kedua tangannya diatas luka tusuk akibat ia menusukku dengan pedang saat masih menjadi Dark Triana. Ia menggunakan sihir peri daun untuk menyembuhkan lukaku, “ Kumohon Xian sadarlah. Kumohon jangan tinggalkan aku. Maafkan aku Xian.” . “ Apa yang kau lakukan?”, Angelina sudah membuat bola api ditangannya dan siap untuk menyerang Triana. “ Angelina ini aku Triana. Aku telah kembali. Kumohon tolonglah Xian” . “ Apa yang terjadi?”, Eithan berlari kearahku dan menanyakan keadaanku pada Triana. Ia menceritakan semua kejadiannya, bagaimana aku bisa menjadi seperti ini. “ Kurang ajar kau. Kau tega membunuh temanmu sendiri.”, Angelina marah karena mengetahui bahwa Triana yang telah menusukku. Ia membuat pedang dari es menggunakan sihirnya, “ Aku akan membuatmu merasakan bagaimana rasanya dibunuh oleh temanmu sendiri.” . “ Sudahlah Angelina, ini tidak akan menyelesaikan masalah. Kau tahu kan ia sedang dalam pengaruh sihir?”, kata Eithan. “ Apa kau ini bodoh? Dia tidak dalam pengaruh sihir. Dia dalam kesadaran penuh.” . “ Dia adalah sisi gelap Triana. Kini ia telah kembali. Untuk apa dia menggunakan sihir peri daun untuk menyembuhkan Xian jika ia benar-benar ingin membunuhnya?” . Angelina menggengam pedang itu erat-erat. Ia memandang Triana dengan pandangan kebencian. Ia memejamkan matanya dan mengangkat pedang es itu, ia menghancurkannya. Suasana menjadi hening. Angelina masih memandang marah Triana sedangkan Triana hanya menundukan kepalanya. Ia merasa sangat bersalah.
Aku berada di sebuah tempat. Hanya warna putih yang dapat kulihat sejauh mata memandang. Tak ada angin berhembus. Aku hanya seorang diri. “ Di mana aku?”, Mencoba mencari petunjuk di mana aku berada. Tetapi semua itu adalah hal yang sia-sia. Ini hanyalah ruang kosong dan aku adalah satu-satunya orang yang berada di dalamnya. ‘ Aku harus segera keluar dari sini. Aku harus menyelamatkan Triana.’ Aku mengatakannya berkali-kali dalam hatiku. Aku berjalan tanpa arah tujuan. Kemanapun aku melangkah hasilnya masih tetap sama. Terasa seperti tidak pindah selangkahpun dari tempat semula. “ Bagaimana cara untuk keluar dari sini? Seseorang tolonglah aku.”, aku sudah putus asa. Tiba-tiba ada sesosok orang yang masih samar-samar dan semakin lama sosok itu menjadi semakin jelas dan nyata. “ Ayah? Bagaimana ayah bisa ada disini?” . “ Bagaimana keadaanmu? Kau sehat-sehat saja kan?” . “ Ini bukan saatnya untuk membuang-buang waktu aku harus segera keluar dari sini.” . “ Aku akan menunjukan jalan keluar dari sini setelah kau bicara denganku. Bagamana?” . “ Ayah ini bagaimana? Nyawa seseorang akan melayang jika aku tidak segera keluar dari sini.” . “ Lebih baik aku pergi saja. Sampai jumpa.” . “ Tunggu.. Baiklah. Aku akan bicara denganmu.”
“ Bagaimana jika kita duduk dulu? Ini akan menjadi waktu yang panjang.”, Ia duduk sila di tempat itu juga. Aku duduk disampingnya sambil menghela nafas panjang. Aku tidak habis fikir, bisa-bisanya ia mengajak bicara pada saat genting seperti ini. “ Sudah lama sekali ya kita tidak bertemu, sudah berapa tahun ya?” . “ Apa yang kau katakan? Bukankah kau sendiri yang meninggalkan kami? Kau selalu pergi dari rumah. Sampai akhrinya kau tidak ada disisi ibu saat ibu...”  . “ Kau ingin tahu alasanku selalu meninggalkan kalian?” . Aku terkejut mendengarnya akan mengatakan alasan ia tak pernah ada untuk keluarganya. “ Kau pernah mendengar dongeng tentang ‘ Enam Pahlawan yang Mengalahkan Naga Hitam’?” . “ Ya, itu adalah cerita yang sangat kusukai sejak aku masih kecil. Memangnya kenapa?” . “Aku adalah salah satu dari mereka.” . Apa? Orang didalam dongeng yang selalu kukagumi itu adalah ayahku sendiri? . “ Aku selalu pergi mencari naga itu dan berjuang untuk memperoleh kedamaian untuk umat manusia. Aku sama sekali tidak bermaksud untuk meninggalkan kalian. Aku bermaksud untuk kembali saat perang telah usai. Tetapi kerajaan masih tetap membuatku untuk tinggal lebih lama. Mereka selalu memberi kami misi. Dan Akhirnya saat ibumu meninggalpun aku tidak bisa ada disisinya. Maafkan aku.” . Aku tidak bisa percaya ini. Aku selalu ingin menjadi seorang Sword Master karena Warior dalam dongeng itu. Ia mengalahkan banyak musuh sendirian dan tak pernah mundur dari petempuran. Orang yang selama ini ku benci ternyata adalah tokoh dalam dongeng itu. “ Bagaimana denganmu? Berapa umurmu? Apa yang kau lakukan saat ini?” . “ Aku sudah 18 tahun. Aku menjadi Sword Master dan mengabdikan diriku untuk menyelamatkan Ancient.” . “ Oh begitu.. Tidak ada orang tua yang lebih bangga dariku jika anaknya menikuti jejak ayahnya.” . Ia memegang rambutku dan sedikit mangacaknya, “ Suatu hari nanti kau akan menjadi seorang yang hebat dan akan mendengar ceritamu yang membuat generasi selanjutnya bangga akan perjuangan yang kau lakukan.” . Ini pertama kalinya ayah bicara seperti itu. Pertama kalinya aku mendapatkan pembicaraan antara ayah dan anak. Aku merasa sangat bahagia. “ Kurasa ini waktunya untuk kau kembali. Meskipun pembicaraan ini sangat singkat tetapi ini cukup membuatku senang” Ia mengulurkan tangannya, “ Aku akan mengantarkanmu.” . Aku menerima uluran tangannya. Pemandangan yang semula hanya seperti kertas putih yang bersih berubah. Menjadi gelap dan akhirnya aku tidak bisa melihat apapun.
“ Eithan, cepat sembuhkan dia.”, Triana sangat panik. “ Bersabarlah aku masih mencobanya.”, Eithan terus melakukan sihir penyembuhnya. Ia berhenti melakukannya, ia menunduk dan dan menggengam tangannya erat-erat. “ Kenapa kau berhenti? Xian akan mati jika kau tidak menyembuhkannya”, kata Triana. “ Maafkan aku. Aku tidak bisa menyelamatkannya.” .  Mata Triana terbelalak dan ia menutupi mulutnya dengan kedua tangannya. Airmatanya pecah, karena terkejut mendengar hal itu. “ Tidak. Ini tidak mungkin. Xian kumohon sadarlah. Jangan tinggalkan aku. Aku juga mencintaimu. Kumohon sadarlah Xian.”, ia memeluk tubuhku erat-erat. Angelina memejamkan kedua matanya, airmatanya mulai mengalir membasahi pipinya. Menangisi atas semua kesalahan yang ia perbuat. Lebih memilih menangkap buronan daripada membantu temannya sendiri.
Pemandangan yang semula gelap kini telah berganti dengan suasana haru. Perlahan aku membuka kedua mataku. Aku sedikit terkejut melihat semua orang terlihat sedih, terutama Triana. Ia memelukku sangat erat sambil menangis dipundakku. “ Triana.. jangan menangis. Kau akan terlihat jelek jika kau menangis.” . Tangisannya terhenti. Ia melepaskan pelukannya dan melihatku dengan seksama. Seperti seseorang yang sedang mencari sesuatu. “ Xian? Kau masih hidup?”, tanya Triana. “ Ha? Apa maksudmu? Apa aku terlihat seperti orang yang sudah mati? ” . Ia tersenyum bahagia dan melanjutkan tangisnya. Ia kembali memelukku erat-erat, “ Syukurlah. Aku sangat takut jika kau akan pergi untuk selamanya. Maafkan aku Xian. Maafkan aku, aku telah melukaimu.” . Aku bingung aku harus bagaimana. Meskipun sedikit ragu aku membalas pelukannya, “ Ini bukan salahmu. Aku yang telah menyerahkan pedang itu padamu supaya aku bisa mendektimu dan memakaikan kalung itu. Yang penting saat ini kau selamat. Itu lebih dari cukup.” . “ Kurasa kau sukses besar telah membuat kami berlinangan air mata seperti ini”, sela Angelina. “ Kenapa kau menangis?”, tanyaku heran. “ Tadi kau benar-benar mati bodoh. Orang macam apa yang tidak menangis melihat temannya meninggal.” . “ Yang paling penting ia sudah baik-baik saja sekarang.”
“ Sial. Ini belum berakhir Triana. Jangan pernah mengira kau telah menang.”, Lydia meronta-ronta melepaskan diri dari ikatan sihir Eithan. “ Apa yang harus kita lakukan dengan mahluk ini?”, tanya Angelina. “ Percuma saja jika kita kembali menyerahkannya pada Deckard.”, jawab Eithan. “ Bagaimana jika kita bawa dia ke Mana Ridge. Dia akan dipenjara di tempat dimana dia tidak akan pernah bisa keluar dari sana. Sama seperti kita menahan Diandra.”, jawab Angelina. “ Baiklah kalau begitu. Kurasa perjumpaan kita hanya sampai disini. Jagalah Xian baik-baik Triana. Sampai jumpa.” Mereka pergi menuju Mana Ridge untuk memenjarakan Lydia dan meninggalkanku berdua dengan Triana. Sampai saat ini dia masih menangis dan belum melepaskan pelukannya. “ Triana apa kau baik-baik saja?”, aku sedikit khawatir dengannya karena ia terus menangis. Ia mempererat pelukannya, “ Aku sangat takut. Aku takut kau tidak akan kembali.” . “ Sekarang aku sudah disini. Aku janji tidak akan pergi lagi.” Aku berusaha menenangkannya.
 Ia melepaskan pelukan eratnya itu. Ia mengusap kedua matanya dan menghapus air matanya. Ia menarik nafas panjang mencoba menenangkan dirinya.” Kau tahu? Setelah kau menyelamatkanku, aku sangat panik saat kau tidak sadarkan diri. Aku langsung berlari secepat yang aku bisa meskipun aku baru saja sadar. Aku bingung, entah mengapa lengan dan kakiku terluka. Seingatku aku tidak memiliki luka sedikitpun.” . Sial, dia sadar akan lukanya, “ Haha.. maafkan aku, saat kau masih menjadi Dark Triana aku berusaha untuk menghentikan seranganmu tetapi aku malah melukaimu.” . “ O jadi begitu? Untuk apa aku mengkhawatirkan orang yang sudah melukaiku. Aku berlari puluhan kilometer bahkan ratusan dalam semalam padahal aku baru saja kembali ketubuhku. Lebih baik aku pergi saja.”, ia berdiri dan mengambil langkah menjauh dariku. “ Yang benar saja? Aku ini sama sekali tidak berniat untuk melukaimu.” . “ Terimakasih Xian.”, ia melihatku dengan senyuman yang sudah lama kurindukan. Aku membalas senyumannya itu. “ Ayo kita berlomba. Siapa yang sampai desa lebih dulu akan ditraktir mkan malam dirumah makan yang biasa kita kunjungi.” Dia sangat bersemangat. “ Apa kau serius? Kau ini seorang Elf. Sudah pasti kau lebih cepat dariku dan sudah pasti aku akan kalah.” . Ia sama sekali tidak menghiraukanku. Ia berlari mendahuluiku “ Triana tunggu aku.”
Aku berlari seharian sampai akhirnya gerbang perbatasan desa Calderock telah terlihat di ujung mata. Aku berhenti sejenak saat melihat pohon yang kuukirkan tanda hati serta namaku dan Triana. “ Xian, kalau kau berhenti kau akan mentraktirku.” Triana sudah sangat dekat dengan gerbang desa. Mungkin ini belum saatnya. Aku melanjutkan lariku menuju desa Calderock.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar dengan kata-kata yang sopan. Terimakasih >.<