Maaf ya RDSawako udah lama ga Up-Date. Kali ini ceritanya sedikit mengambil tema Cinta. Selamat menyaksikan.
*********************************************************************************
Xian.
Itulah aku. Seorang Sword Master teman Triana. Semua ini berawal sejak ada
seorang wanita yang mencuri barang belanjaanku. Mencuri persediaan makananku
untuk satu minggu. Yang akhirnya merubah
merubah duniaku. Mencuri hatiku.
Setelah pertarungan melawan Dark Elf
Lydia, aku telah berjanji untuk mengajaknya makan malam di rumah makan yang
biasa kami kunjungi. Aku tahu ini bukan pertama kalinya aku mengajak Triana
untuk makan malam. Meskipun akhirnya kami tidak hanya berdua. Tetapi kali ini
perasaanku sangat tak karuan. Aku bingung apa yang harus kukatakan saat aku
bertemu dengannya. Pakaian mana yang harus ku pakai. Bagaimana cara aku
mengungkapkannya. Mengungkapkan perasaanku. Sampai saat ini aku belum menemukan
jawabannya. Aku hanya berjalam mondar-mandir di kamar sambil memegang daguku.
Berfikir apa yang akan aku lakukan malam ini. Apa aku harus memberinya seikat
bunga? Cara ini sudah terlalu sering dilakukan. Sebuah ide cemerlang melintas
dikepalaku. Langkahku terhenti dan kutepuk kedua tanganku. Bagaimana jika aku
mengukirkan tanda hati dan nama kami berdua di sebuah pohon. Cara ini masih
jarang dilakukan karena banyak orang yang takut untuk keluar perbatasan desa.
Takut akan ancaman Dragon Followers. Aku akan melakukan ini. Aku mempersiapkan
pedangku dan sebuah pisau kecil yang akan kugunakan untuk mengukir tanda hati
dan nama kami.
Sebelum aku sempat membuka pintu kamarku
seorang gadis yang sangat mengganggu kehidupanku membuka pintu kamarku dan
memelukku. Meylin, sangat menyebalkan. “ Xian, syukurlah. Ku kira kau akan
terluka. Kau tidak akan kembali di pelukanku.” . Aku hanya diam. Melepaskan
pelukannya dan berjalan keluar dari ruangan ini. “ Tunggu. Apakah kau tidak
tahu? Aku sangat khawatir akan keadaanmu.”, ia memegang tanganku dan
menghentikan langkahku. Aku tidak mengatakan ‘ terimakasih karena kau telah
perduli padaku’ atau semacamnya. Dia hanya terobsesi padaku. Itu saja. Ia
selalu datang setiap hari kerumahku meskipun aku tidak mengundangnya. Menjaga
rumahku saat aku pergi menjalankan misi sampai memasak makanan untukku. Awalnya
aku berusaha bicara baik-baik padanya. Tetapi ia malah makin membuatku muak
akan semua tingkahnya yang berusaha untuk membuatku mencintainya. Tetapi hatiku
berkata lain. Aku melepaskan tanganku dan pergi meninggalkannya.
Aku pergi menuju hutan dekat dengan
perbatasan desa. Aku mencari pohon yang cocok untuk rencanaku. Aku teringat
dengan pohon dimana pertama kali aku bertemu dengannya. Saat aku menejarnya
untuk mendapatkan kembali barang belanjaanku yang ia curi. Ia kabur dari pengejaranku
dengan naik pohon itu. Sempurna. Aku akan mengukirnya disana. Sebenarnya aku
memiliki sedikit bakat seni dari ibuku. Hanya sedikit. Mengukir sebuah tanda
hati dan nama kami berdua apa akan sesulit itu? Aku telah selesai membuatnya.
Setelah makan malam aku akan mengajaknya ke tempat ini dan mengatakan bagaimana
perasaanku padanya. Tak terasa matahari mulai tenggelam. Aku harus bergegas.
Bersiap untuk menjemputnya makan malam. Aku berlari dengan kecepatan kilat menuju
rumahku. Sesampainya di rumah aku langsung bergegas menuju kamarku. Aku tidak
perduli ada seseorang yang memanggil-manggil namaku. Aku bergegas mandi dan berganti pakaian yang
tidak sama seperti yang kugunakan untuk bertarung. Merapihkan rambutku sambil
melihat ke cermin. Apakah ada sesuatu yang kurang? Kurasa semuanya sudah rapih.
Aku bergegas menuju pintu rumahku. Membukanya dan keluar dari rumah ini.
Seperti yang kulakukan sebelumnya, aku tidak memperdulikan Meylin yang
memanggil-manggil namaku untuk menghentikanku.
Aku sudah sampai di rumah Master
Adeline. Aku datang kesini bukan untuk menjemput Master Adeline. Triana kini
masih tinggal di rumah Master Adeline karena keadaannya yang kurang baik untuk
mulai tinggal dirumahnya yang baru. Aku melangkahkan kakiku menuju pintu rumah
itu. Jantungku serasa berdebar kencang dan akan keluar dari dadaku. Jika kau
memegang telapak tanganku pasti akan terasa dingin. Tanganku sudah siap untuk
mengetuk pintu rumah itu, tetapi entah mengapa tubuku terasa kaku dan tidak bisa
bergerak. Perasaanku campur aduk antara senang, tidak sabar, dan gugup. Aku
mencoba menenangkan fikiranku. Menarik nafas dalam-dalam dan membiarkannya
mengalir apa adanya. Aku memberanikan diri untuk mengetuk pintu itu. Tidak lucu
jika aku tidak berani mengetuk pintu rumah seseorang dan menjemput seorang
gadis padahal aku sudah banyak mengalahkan banyak musuh dan Dragon Followers.
Aku mengetuk pintu rumah itu. Tubuhku terasa lemas sekaligus lega karena telah
berhasil melawan ketakutanku sendiri. Tak lama aku menunggu seseorang yang
sudah kutunggu-tunggu membuka pintu rumah itu. Triana. Rambut pirangnya ia
biarkan terurai. Ia menggunakan pakaian berwarna hijau. Ia terlihat sangat
cantik. Aku hanya terpaku melihatnya. Tak satu katapun seperti ‘hai’ bisa kukatakan.
“ Hai. Selamat malam.”, Triana menyapaku. “ Ha..hai. ehemm.... Bagaimana kau
sudah siap?”, aku berusaha supaya ia tak tahu kalau saat ini aku benar-benar
gugup. “ Tunggu sebentar, master sedang tidak ada dirumah. Jadi aku akan
mengunci pintu dulu.”, ia mengunci pintu itu. ia berjalan kearahku. “ Kau ingin
ku ajak kerumah makan yang sama atau rumah makan yang lain?”, tanyaku. “
Hmmm... kurasa rumah makan yang pernah kita kunjungi saja. Aku masih ingin
makan makanan yang dulu kita pesan.” . “ Baiklah ayo kita kesana.”
Rumah makan itu tidak seramai saat aku
mengajaknya ke tempat ini sebelumnya. Tetapi tempat ini masih memiliki banyak
pengunjung. Setidaknya aku dan Triana bisa duduk disebuah meja tanpa harus
berbagi dengan orang lain. Kami duduk didekat jendela. Pemandangan terlihat
bagus jika dilihat dari sini. Sempurna. Aku memanggil seorang pelayan dan
memesan makanan yang sama saat kami berdua pertama kali kemari. “ Pemandangan
malam ini sangat hening. Entah mengapa aku merasakan akan terjadi sesuatu yang
buruk malam ini.”, tiba-tiba Triana berkata begitu saat memandang keluar
jendela. “ Apa maksudmu? Bagaimana kau bisa tahu?” . “ Entahlah... mungkin ini
yang namanya talejia.” . “ Talejia?” . “ Bu..bukan apa-apa.” . “ Kau ini
bagaimana sih?” . “ Kau tahu dimana Eithan dan Angelina sekarang?” . “
Entahlah. Aku langsung beristirahat dirumah dan tidak mendengar kabar apapun
tentang mereka.”, aku tidak bisa mengatakan kalau aku sedang mempersiapkan
kejutan untuk malam ini. “ Sayang sekali. Padahal aku harus bertemu dengan
Eithan.” . Hatiku terasa disambar petir. Terasa seperti ada sebuah pisau yang
menusuk dadaku. Nafasku terasa sesak. Dia ingin bertemu Eithan? Untuk apa? Aku
berusaha mengatur nafasku. Menenangkan fikiranku. “ Ada apa kau ingin bertemu
dengan Eithan? Kau menyukainya?” . “ Apa? Haha, jangan bercanda. Kau tahu kan
Angelina dan Eithan seperti sudah menjalin sebuah hubungan?” . Nafasku yang
sesak langsung terasa seperti tidak akan pernah merasakan hal yang sama. Terasa
sangat lega saat ia berkata begitu. Aku berusaha untuk tidak mengekspresikan
rasa cemburuku “ oo.. Bagaimana dengan lukamu?” . “ Itu dia masalahnya. Aku
harus bertemu dengan Eithan. Sepertinya hanya dia yang bisa menyembuhkannya.”
Tak lama makanan yang kami pesan telah diantar. Dia terlihat
sangat senang setiap kali aku memesankan makanan ini untuknya. “ Rasanya sangat
enak. Sama sekali tidak berubah.”, katanya. Aku sangat senang ia berkata
begitu. “ Kau ini lucu sekali seperti anak kecil yang diajak ke taman hiburan.
Haha.” . “ Anak kecil? Memangnya umurmu berapa?” . “ 18 tahun.” . “ Kau tidak
tahu ya? Seorang Elf akan terlihat tetap muda meskipun umurnya sudah ratusan
tahun. Kau masih mau bilang kalau aku anak kecil?” . Astaga! Aku tidak pernah
tahu hal itu. Bagaimana jika umurnya sudah lebih dari 100 tahun? Aku hanya bisa
diam memundurkan kursiku sedikit menjauhinya. Awalnya wajahnya sangat
meyakinkan. Ia tertawa setelah melihat reaksiku seperti orang yang ketakutan
melihat hantu. “ Lihat siapa yang anak kecil. Tentu saja aku masih muda. Umurku
masih 16 tahun. Kau ini mudah percaya.” . Sial, aku dibodohi, “ Bagaimana
dengan masih terlihat muda meskipun berumur ratusan tahun? Kau juga
mengarangnya?” . “ Tentu saja tidak.” . “ Bagaimana aku bisa tahu kalau kau
tidak bohong? Aku tidak ingin makan malam berdua dengan seorang nenek.”, kami
berdua tertawa karena candaan itu.
Saat ini Lydia sedang diintrogasi oleh Deckard dan beberapa
penjaga lainnya. Kedua tangan dan kakinya diikat dengan rantai. Introgasi
dilakukan disebuah ruangan yang tidak telalu besar. Tidak ada perabotan lain
selain sebuah meja dan dua buah kursi yang ditata supaya orang yang duduk di
kursi itu saling berhadapan. Didalam ruangan itu ada empat penjaga. Dua penjaga
berada tepat di belakang Lydia dan sisanya berada di belakang Deckard. Diluar
ruangan ada banyak penjaga yang menjaga ruangan itu dari berbagai sudut.
Penjagaan ini bisa dibilang sangat ketat. Deckard tidak ingin orang yang tahu
informasi penting tentang keberadaan Ancient bisa kabur dari desa ini. Lebih
tepatnya dari pengawasannya. “ Dimana kau sembunyikan Ancient?”, tanya Deckard
dengan nada menyentak. “ Maafkan aku, tetapi aku tidak bisa mengatakannya
padamu.”, Lydia menjawab dengan tenang sambil mengangkat kakinya diatas meja.
Tidak terlihat seperti sedang diintrogasi. “ Kuharap kau tahu dengan siapa kau
berbicara.” . “ Maafkan aku pak. Tetapi kau tidak perlu tahu apapun tentang hal
ini.” . Deckard berdiri dari tempat duduknya. Ia berjalan menghampiri Lydia. Ia
mengeluarkan sebuah pisau. Ia mendekatkan pisau itu pada leher Lydia. “ Kau
tahu nona? Seharusnya saat ini kau sudah mati. Katakan dimana Ancient berada
saat ini atau aku tidak akan segan memotong urat nadimu.”.
Seorang penjaga masuk
keruangan itu, ” Meylin sedang mencari Anda pak.” . “ Kau tidak bilang padanya
aku sedang sibuk?” . “ Aku sudah mengatakannya tetapi ia bersikeras masuk. Kami
sedang menahannya saat ini.” . Deckard menghela nafas panjang, “ Bilang padanya
aku akan segera kesana. Saat ia kembali menghadap Lydia, tendangan Lydia sudah
mengenai wajahnya. Para penjaga lain hendak menahannya. Tetapi Lydia sudah
menyebarkan racun yang mengantarkan mereka pada halusinasi yang indah. Ia
keluar dari ruangan itu. Penjagaan diluar ruangan sangat sepi. Seperti yang
dikatakan penjaga itu, mereka semua sedang menghadang Meylin sehinga ia tidak
masuk ke ruangan introgasi. Lydia berlari menuju pintu keluar. Disana banyak
sekali penjaga yang sedang menghalangi seseorang yang hendak menerobos masuk.
Lydia menyerang mereka dengan pisau yang ia gunakan untuk melukaiku saat itu.
Semua orang tergeletak lemah kecuali Meylin. Ia terlihat sedikit takut saat
melihat seorang Dark Elf yang mengerikan berdiri tepat dihadapannya. Lydia
tidak menyerangnya karena ia terlihat lemah. Tidak ada untungnya jika membunuh
gadis lemah itu. Lydia hanya berjalan melewatinya. “ Tu..tunggu.”, teriak
Meylin. Lydia menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Meylin. “ Aku
telah membebaskanmu. Kau harus melakukan sesuatu untukku.”, kata Meylin. “ Apa
itu?” . “ Aku ingin kau membunuh Triana. Peri daun yang mengganggu
kehidupanku.” . “ haha.. tanpa kau minta tanganku sudah gatal ingin
membunuhnya.” . “ Kau lupa sesuatu?”, Meylin memegang kunci yang bisa
membebaskannya dari rantai yang mengikat kedua tangan dan kakinya. “ Setelah aku
membunuhnya kita impas.” . Senyuman puas terlukis di wajah Meylin. Meylin
membuka rantai itu. Lydia telah bebas. Ia membunyikan sebuah melodi dengan
harmonika. Melodi yang membawa kehancuran.
Makan malam yang indah ini harus berakhir karena dua orang
penjaga yang menghampiri kami. “ Kalian berdua telah diberi perintah oleh
Deckard untuk menangkap Dark Elf Lydia.” . “ Apa maksudnya ini? Kami telah
menyerahkannya pada Deckard.”,tanyaku heran. “ Dia baru saja melarikan diri.” .
“ Apa?”, Triana sangat terkejut dan berdiri dari tempat duduknya. “ Sial,
kenapa bisa begini?”, Triana berlari sangat cepat meninggalkan rumah makan ini.
“ Triana tunggu.”, aku meletakkan uangnya di atas meja dan berlari menyusul
Triana. Ia berlari menuju rumahnya untuk mengambil panahnya. Aku juga melakukan
hal yang sama. Aku mengambil pedangku yang kuletakkan dekat dengan pintu
rumahku. Aku berlari menuju rumah Triana. Ia telah keluar membawa panahnya. “
Aku mendengar sebuah melodi. Ini pasti Lydia, ayo ikuti aku.” . Kami berlari
menuju hutan dekat dengan perbatasan desa. Berlari menerobos heningnya malam. Dan
juga pohon yang rencananya akan kugunakan untuk menyatakan cinta pada Triana.
Apa boleh buat, hal ini lebih penting. Ditengah hutan kami melihat seorang
gadis yang sedang memainkan sebuah harmonika. Kulitnya yang pucat sudah bisa
meyakinkan kami kalau dia adalah Dark Elf Lydia.
Lydia berhenti memainkan harmonika itu. Ia membalikkan
badanya, “ Akhirnya kau datang juga.” . “ Aku akan menangkapmu lagi Lydia.”,
kata Triana. Aku bersiap untuk menyerang. Triana mengangkat tangannya tanda
menghentikanku. “ Kau tidak perlu melawannya. Ini adalah urusanku. Aku yang
akan menyelesaikannya.”, ia tidak memandangku sedikitpun. Ia benar-benar serius
untuk menangkapnya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku kembali memasukan
pedangku. Ia sudah memegang busur panahnya. Ia sudah siap untuk menyerang.
Lydia melempar sebuah pisau padanya. Triana menghindar dan menembakan panah
yang diikat oleh tali. Panah itu mengenai kaki Lydia. Triana menariknya dan
menendangnya sehingga ia terpental keatas. Lydia menendang Triana saat Triana
melompat untuk menyerangnya. Triana jatuh diatas tanah. Lydia mencekik Triana
sampai kakinya tidak menyentuh tanah. “ Triana..”, aku sudah bersiap untuk
menyerang Lydia. “ Jangan. Ini adalah pertarunganku.”, Ia bersikeras supaya aku
tidak ikut campur. “ Sayang sekali. Kau seharusnya tidak keras kepala.
Percayalah kau butuh bantuannya. Kurasa kau sangat suka dengan kalung
pemberianku. Akan kubuat kau menderita karenanya.”, ia menyentuh kalung
berpermata biru yang telah Triana gunakan untuk menyelamatkanku dari racun Dark
Elf. Sebuah asap hitam keluar dari kalung itu. Triana berteriak kesakitan. Asap
itu semakin banyak dan membentuk seperti seseorang. Membentuk seperti Triana. Asap itu berubah menjadi sangat
nyata. Ia adalah Triana.
Lydia melemparkan Triana. Aku berlari menangkapnya. Ia tak
sadarkan diri. “ Bunuh tubuh aslimu Dark Triana.”, Lydia memerintahkannya untuk
menyerang kami. Ia terlihat sama seperti Triana. Tetapi kulitnya putih pucat
dan dan rambutnya berwarna putih. Wajahnya tanpa ekspresi. Ia terlihat seperti
Dark Elf. Ia menyerangku dengan tendangannya. Aku menghindari serangan itu. Ia
memanahku dengan panah yang terikat tali dan menendangku keudara. Ia melompat
dan menendangku ke bawah sehingga aku terpental di atas tanah. Aku berdiri dan
menyerangnya. Pedangku mengenai lengannya. Triana berteriak kesakitan. Aku
melihat kearahnya. Lengannya juga terluka. Dark Triana menendangku saat aku
akan kembali memfokuskan fikiranku untuk menyerangnya. Tendangan itu sangat
kuat sehingga aku menabrak sebuah pohon. “ Kau tidak akan membunuhnya. Jika dia
mati maka Triana juga akan mati.”, kata Lydia. Dark Triana terus menyerang
sementara aku hanya bisa menghindar tanpa bisa memberikan serangan balasan. Ia
menyandung kakiku sehingga aku yerjatuh ke tanah. Ia menginjak dadaku dan
membidikku dengan panahnya. “ Cukup. Membunuhnya tidak akan menguntungkan bagi
kita. Lebih baik kita pergi dari sini. Sampai jumpa di malam bulan purnama,
Xian.”, Lydia berlari dan menghilang dalam kegelapan. Begitu pula Dark Triana.
Bagaikan seekor binatang peliharaan yang selalu menuruti apa kata majikannya.
Aku tidak terlalu memperdulikan mereka saat ini. Aku berdiri
dan berlari menuju tempat Triana saat ini. “ Triana, ku mohon Triana
bangunlah..”, aku sedikit mengguncang tubuhnya. Tidak ada reaksi apapun.
Matanya masih tertutup seakan-akan tidak akan pernah terbuka kembali. Tubuhnya
terasa dingin. “ Triana... Ku mohon.. Triana..”, aku menyampirkan rambut yang
menutupi wajahnya ke telinganya. Aku seakan telah kehilangan hal yang paling
berharga dalam hidupku. Dadaku terasa sesak seperti tidak ada udara yang bisa
kuhembuskan. Tidak! Dia belum mati! Aku harus membawanya ke Master Adeline.
Mungkin dia bisa menyembuhkan Triana. Dia hanya satu-satunya orang yang bisa
membantu Triana dalam kondisi seperti ini. Aku menggendongnya dan membawanya
pergi dari sini. Membawanya secepat yang aku bisa. “ Triana bertahanlah...”
menembus gelapnya malam dan akhirnya aku sampai pada rumah Master Adeline. Ia
terlihat seperti baru saja pulang ke rumahnya. Ia terkejut melihat keadaan
Triana. “ Cepat, bawa dia masuk”, tanpa basa-basi ia membukakan pintu rumahnya
dan menyuruhku untuk menidurkannya di kamarnya. Master Adeline langsung melakukan
sihir yang selalu digunakan Triana untuk menyembuhkan luka. Daun-daun
berterbangan disekitar tangannya yang ia letakkan pada tubuh Triana. Ia
menghentikan sihir yang ia lakukan itu. Ia menutup kedua matanya dan menghela
nafas panjang.
“ Apa yang terjadi?”, tanyaku khawatir. “ Seperti jiwanya
telah meninggalkan raganya.”, Master Adeline menunduk dan memegang kedua
tangannya erat-erat. “ Apa maksudmu dia..”, lidahku kelu seribu bahasa. Tubuhku
terasa lemas ketika ia berkata begitu. Aku tidak bisa mengatakannya. Itu adalah hal
yang tidak pernah ku inginkan untuk terjadi. Wanita yang kucintai
meninggalkanku untuk selamanya. “ Tidak. Bukan seperti itu. Dia masih hidup.
Tetapi dia tidak akan sadar jika bagian dari dirinya tidak kembali.” . Aku
langsung menghirup nafas panjang, menghirup udara sebanyak yang aku bisa, “
Syukurlah.” . “ Apa dia mengatakan sesuatu?”, tanya Master Adeline dengan nada
serius. “ Dia bilang, sampai jumpa saat bulan purnama.” . “ Ini gawat. Bulan
purnama tinggal dua hari lagi. Kita harus beregas.”, ia langsung berdiri dari
tempat duduknya. “ Apa maksudmu?” . “ Jika jiwanya tidak segera kembali ke
tubuhnya maka dia tidak kan pernah kembali. Selamanya.” . “ Maksudmu dia akan
menjadi Dark Triana?” . “ Dark Triana.. Mungkin itu nama yang tepat untuknya.
Dia adalah sisi gelap Triana, kebencian kesedihan dan penderitaannya.” . “ Aku
akan segera mencarinya.” . “ Sebaiknya kau berangkat besok pagi. Percuma saja
jika kau mengejarnya malam ini. Kau juga harus membuat laporan pada Deckard.” .
“ Kau tidak ikut mencarinya?” . “ Aku tidak bisa. Aku harus tetapi berada
disini. Masih banyak Elf muda di luar sana yang membutuhkanku.” . “ ohh... Kemana
aku harus mencarinya?” . “ Desa Peri Daun. Desa dimana Triana berasal. Tidak
salah lagi.” . “ Mengapa kau begitu yakin?” . “ Itu dimana kebencian yang
paling dalam di hati Triana berasal. Dark Triana adalah kebencian itu. Dengan
membawanya ke tempat itu maka kebencian itu akan semakin mendalam dan
membuatnya semakin kuat.” . “ Dimana desa itu berada?” . Master Adeline pergi
ke jendela satu-satunya yang ada di kamar itu. Memetik sehelai daun dari sebuh
pohon yang tumbuh tepat didepannya. Ia mengambil sebuah pena yang ada di meja
ruangan itu. Ia menggambarkan peta dimana desa itu berada diatas sehelai daun
itu. “ Kumohon berhati-hatilah.”, ia memberikan peta itu padaku. “ Serahkan
semuanya padaku.”
Satu malam terasa seperti setahun lamanya. Aku tidak bisa
tidur. Aku tergeletak di atas ranjang dan menggunakan kedua tanganku sebagai
bantal. Melihat langit-langit kamarku. Kenangan yang kualami bersama Triana
masih terbayang jelas dalam benakku. Kenangan saat pertama kali aku bertemu
dengannya. Saat aku memperhatikan latihannya. Aku tertawa saat mengingat ia
terikat saat berlatih dan tidak bisa memakan makanan yang kuantar. Aku selalu
memperhatikannya. Aku gelisah memikirkan tentang kondisi Triana saat ini. Dia
tergeletak lemah di atas ranjang dan tidak akan bisa memberi senyuman hangat.
Tidak bisa melihatnya kembali ceria. Aku bangun dari ranjangku dan berjalan
menuju jendela kamarku. Melihat bulan yang hampir membentuk lingkaran sempurna.
‘ Kumohon bertahanlah Triana’ aku mengatakannya
berkali-kali dalam hatiku. Meyakinkan diriku , aku bisa menyelamatkannya. Angin
berhembus sangat kencang, membuat dedaunan menari karenanya. Aku memandangi
kalung yang memiliki permata biru sebagai hiasannya. Kalung yang selalu
digunakan Triana. Master Adeline memberikanku kalung ini sebelum aku
meninggalkan rumahnya. “ Pakaikan kalung ini pada Dark Triana ini adalah cara
satu-satunya untuk mengembalikan jiwa Triana seperti semula.”, begitu katanya.
Aku memikirkan beribu cara, bagaimana caranya untuk memakaikan kalung ini tanpa
harus melawannya? Sedangkan ia tidak akan berhenti menyerangku. Dan aku tidak
boleh sedikitpun melukainya.
Dilain waktu, Lydia dan Dark Triana telah sampai di desa Peri
daun. Tak ada satu pun rumah yang berdiri tegak. Hanya reruntuhan dan pohon
yang terbakar hangus bersama para penghunginya. Dark Triana melihat pemandangan
sekelilingnya. Pemandangan yang membuat hatinya penuh dengan kebencian.
Kenangan buruk itu memenuhi fikirannya. Ia berusaha menahannya, menghilngkan
semua kenangan itu. Ia memegangi kepalanya karena rasa sakit yang ia rasakan
saat semua kenangan itu datang seperti hujan deras yang tiada henti. Meskipun
ia berusaha ia tidak mampu untuk menahannya. Ia terjatuh diatas kedua lututnya
dan tangannya masih memegangi kepalanya, “ Hentikan” . “ Untuk apa kau mencoba
untuk menghentikannya? Biarlah kebencianmu memenuhi dirimu. Biarkan kebencian
itu menguasai dirimu.”, Kata Lydia. Mata Dark Triana terbelalak dan melepaskan
pegangannya pada kepalanya itu. Ia berteriak, teriak kesedihan. Aura Hitam
menyelimuti tubuh Dark Triana. “ Ya.. ini yang aku harapkan.”, Lydia tersenyum
puas melihat Dark Triana yang telah diselimuti kegelapan.
Matahari telah terbit dari ufuk timur. Semalaman aku tidak
menutup kedua mataku, tidak mengistirahatkan tubuhku. Kini saatnya untuk
bersiap untuk menempuh perjalanan jauh. Saat aku keluar dari kamar seorang
gadis yang selalu mengejarku telah menyiapkan sebuah makanan. Apetizer, main
dan desert. Semuanya lengkap. Tetapi itu semua tidak mengugah seleraku. Aku
hanya terus berjalan menuju kamar mandi tanpa mengatakan sepatah katapun dan
tanpa melihatnya sedikitpun. Ia tampak sangat kesal dengan caraku
memperlakukannya. Aku tidak bisa terus seperti ini. Aku harus membicarakannya
baik-baik. Aku telah selesai. Aku mengeringkan rambutku dengan sebuah handuk
yang ku sampirkan pada leherku seperti yang digunakan orang saat lari pagi.
Meylin sedang menungguku di meja makan. Aku menghela nafas panjang memfikirkan
bagaimana cara yang baik untuk menjelaskannya. Aku melangkahkan kakiku ke meja
makan itu. Aku duduk berhadapan dengan Meylin. Ia langsung tersenyum melihatku.
“ Akhirnya kau selesai juga. Aku sudah lama menunggumu. Aku sudah memasak
untukmu. Cobalah ini makanan kesukaanmu. Bukalah mulutmu, Aaa...”, Meylin
menyendok makanan dan akan menyuapiku. Aku mengankat tanganku menandakan
menolak. “ Meylin, ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu.”, kataku.
Pipinya langsung merah padam. Ia salah sangka, mungkin ia kira aku akan
menyatakan cinta padanya.
“ Sebelumnya terimakasih kau telah banyak membantuku, kau
selalu baik padaku. Maafkan aku selama ini aku tidak pernah berterimakasih
padamu atas semua yang kau perbuat.”, aku memulai pembicaraan. “ Tenang saja,
aku memaafkanmu.”, jawabnya. “ Tetapi maaf. Aku tidak bisa membalas cintamu. Aku
tidak meraskan hal yang sama seperti yang kau rasakan padaku. Aku telah
mencintai gadis lain. Sekali lagi aku minta maaf." . Ia terbangun dari
tempat duduknya. Ia menggebrak meja dan matanya terbelalak karena ia terkejut
akan apa yang aku katakan barusan. “ Apa maksudmu? Kau tidak tahu? Aku
melakukan semua ini untukmu. Kurang apa aku? Aku rela memberikanmu apapun yang
kau minta. Aku mencintaimu.”, air mata mulai membasahi pipinya. Ia berjalan
menuju dimana aku duduk dan memeluku. Aku memegang kedua tangannya untuk
menghentikannya, “ Maafkan aku. Aku tidak bisa.” . Ia menepis tanganku, “ Apa
ini semua karena Triana?” . Aku hanya diam saja ketika ia mengatakannya. “
Sial, aku sudah melakukan apapun demi mendapatkanmu. Sia-sia saja aku
membebaskan dia untuk membunuh Triana.” . “ Apa?” , Aku langsung berdiri
mendengarnya. Didalam dadaku seperti ada sebuah api yang berkobar. Tanganku
terasa sudah gatal jika aku tidak segera untuk membunuhnya. “ Ya. Aku yang
membebaskan Dark Elf tawanan Deckard untuk membunuh Lydia. Aku ingin
menyingkirkannya sehingga aku bisa mendapatkanmu. Puas?” . Aku hampir saja
membuat wajah gadis tak punya hati itu menjadi terluka jika aku tidak menahan
diri. Aku meremas tanganku dan berusaha untuk mengurungkan niatku. Aku mengatur
nafasku berusaha menahan amarahku. “ Kumohon kau pergi dari sini dan jangan
pernah kembali.” . “ Tapi aku men..” . “ Keluar dari rumahku.” . Airmatanya
kembali pecah dan ia berlari keluar dari rumahku. Keluar dari kehidupanku.
Aku kembali duduk di meja makan. Mencoba menenangkan
fikiranku. Aku tidak habis fikir, sebenarnya bagaimana jalan fikiran wanita?
Itu tidak penting lagi, semua ini telah terjadi. Yang hrus ku lakukan saat ini
adalah mengembalikan Dark Triana kembali seperti semula. Aku mengambil
pedangku, dan pergi meninggalkan semua kekacauan yang terjadi pagi ini. Deckard
terlihat sibuk dengan anak buahnya karena bebasnya Lydia. Tak henti-hentinya ia
memberikan perintah pada anak buahnya sebelum ia menyadari bahwa aku telah
datang untuk menemuinya. “ Xian, kebetulan sekali. Aku akan memberimu misi.” .
“ Deckard, sebenarnya ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu. Bisakah kita
pergi ke tempat yang lebih sepi?” . Kami berdua menuju ke sebuah pohon dekat
dengan tempat tadi. “ Sebenarnya ada tragedi yang terjadi tadi malam. Triana
kini telah menjadi Dark Triana.” . “ Apa maksudmu?” . “ Lydia telah melakukan
sesuatu terhadap Triana. Kini Triana tak sadarkan diri. Lydia telah menciptakan
sisi gelap Triana. Aku harus menghentikannya sebelum bulan purnama atau tidak
ada yang bisa menolongnya lagi.” . “ Begitu. Apa kau butuh bala bantuan?” . “
Tidak. Aku akan pergi menyelamatkannya sendiri. Bukankah kau membutuhkan banyak
orang untuk diberi misi?” . “ Bagaimana jika kami yang ikut denganmu?”, suara
seorang wanita telah memecah keheningan. “ Aku dan Eithan akan membantumu untuk
mencarinya. Bisa dibilang ini adalah hari libur menyelamatkan Ancient.” . “
Angelina, Eithan. Ternyata kalian masih didesa ini?” . “ Tentu saja. Memang kau
kira kami ini dimana? Tunggu apa lagi? Tanganku sudah panas dan ingin
membakarnya.” . “ Deckard, izinkan kami untuk pergi bersama Xian.”, Eithan
meminta izin pada Deckard. Ia hanya diam dan menganggukkan kepalanya menandakan
ia setuju dengan itu. Tanpa basa-basi kami langsung meninggalkan desa dan pergi
untuk menyelamatkan Triana.
“ Sebenarnya apa yang terjadi pada Triana?”, Eithan memulai
pembicaraan. Awalnya tidak ada di antara kami yang berbicara sepatah katapun. “
Sebenarnya dia..” . “ Terbagi menjadi dua. Antara dirinya yang asli dan sisi
gelapnya. Ini semua karena Dark Elf itu. Ia menggunakan sihir hitam pada kalung
itu sehingga bisa mengeluarkan kebencian pengguna kalung itu dan membuatnya
menjadi nyata. Yang jadi pertanyaannya kapan waktu sisi gelapnya itu
benar-benar terpisah dari tubuh aslinya dan menjadi orang yang sebenarnya, dan
dimana tempat yang digunakan untuk membuatnya menjadi lebih kuat.”, Angelina
langsung menyahut bagian pentingnya. “ Hei.. bukankah Eithan bertanya padaku?
Lagi pula bagaimana kau tahu semua itu? Kau kan tidak mendapat informasi
apapun.” . “ Katakan padaku apa yang aku tidak tahu. Sebenarnya mudah saja. Aku
mendengar percakapanmu dengan Deckard. Buku telah memuat semua sihir yang
pernah diciptakan. Kau saja yang tidak cukup pintar untuk mempelajarinya.”, Ia
merasa dirinya yang paling hebat. “ Untuk apa aku mempelajari sihir. Aku adalah
seorang pengguna pedang. Yang harus kulakukan hanya membuat tubuhku lebih kuat,
lebih cepat, dan memperkuat pedangku. Jangan samakan aku denganmu dasar nenek
tua.” . “ Apa kau bilang?”, ia menyalakan bola api dan siap untuk membakarku
kapan saja. “ Sudah cukup. Kita memiliki tujuan yang sama. Menyelamatkan
Triana. Jangan seperti anak kecil.”, Eithan menengahi kami berdua. Angelina
sangat terlihat kesal dan tidak terima jika Eithan menghentikan serangannya. Ia
mematikan api ditangannya. “ Sial.”, ia membalikkan badannya dan menghentakkan
kakinya. Ia membuat seluruh tubuhku membeku. “ Hei. Sial, kalau berani sini
kau. Aku tidak akan memaafkanmu.”, saat aku meronta-ronta berusaha melepaskan
diri ia hanya tetap berjalan meninggalkanku. “ Rasakan itu.” . Eithan menghela
nafas panjang, “ Sudahlah. Kapan kalian akan jadi dewasa.” . Ia melepaskanku
dari es buatan nenek sihir itu menggunakan sihirnya. “ Sudah. Biarkan saja dia
memang begitu.” . Aku sudah siap-siap membalas serangannya. Apa boleh buat.
Kalau di fikir-fikir ini akan seperti tingkah laku anak-anak.
Perjalanan menuju desa peri daun tidak sedekat yang ku kira. Kami
harus bermalam di tengah hutan. Jika peta ini akurat kami masih setengah
perjalanan menuju Desa Peri Daun. Aku mengumpulkan kayu kering untuk membuat
api unggun. Kami mencari tempat yang cukup luas untuk bermalam. Kami menemukan
sebuah lahan yang tidak terlalu luas tetapi cukup untuk kami bertiga dan
dipagari oleh pepohonan yang menjulang tinggi. Aku meletakkan kayu kering itu
ditengah lahan itu. Angelina membuat bola api dan melemparkannya pada kayu
kering untuk membuat api unggun. “ Kau. Pergilah berburu untuk makan malam.”,
Angelina menunjukku da menyuruhku untuk berburu seakan-akan aku adalah
budaknya. Aku harus bersikap lebih dewasa. Aku tidak berkata sepatah katapun.
Hanya berdiri dari tempatku dan pergi berburu. Suasana disini jelas menunjukan
tidak ada hewan yang hidup di daerah ini. Jangankan ada rusa atau kelinci yang
lewat. Tak satupun burung yang berterbangan taupun berkicau. Bisa-bisa kami
tidak dapat jatah makan malam hari ini. Saat fikiran negatif itu memenuhi
benakku seekor kelinci berlari di antara semak-semak. Aku melemparkan pisau
kecil dan mengenainya. “ Sial. Si bodoh itu lama sekali.”, Angelina sudah tidak
sabar menungguku. “ Sabarlah sedikit. Mugkin sebentar lagi dia akan datang.”,
kata Eithan. “ Dan disinilah aku. Membawa makan malam.”, aku mengangkat kelinci
hasil buruanku itu. “ Hanya seekor? Kau bercanda?”Angelina melipat tangannya
dan mengejekku. “ Kau kira mudah mencari hewan di hutan ini? Hutan ini seperti
hutan mati, masih beruntung aku dipertemukan dengan kelinci ini dan kita bisa
makan malam." . " Sudahlah. Ayo kita masak kelinci ini.”, Eithan
bertingkah sok dewasa dan menengahi kami. Lagi.
Angelina menggunakan sihirnya, menguiti, membersihkan sampai
memotong daging kelinci itu dan menusukannya ke sebilah kayu. Ia mengeluarkan
sebotol ramuan dari tas kecil yang ia bawa. Ia melumuri potongan daging kelinci
itu dengan ramuannya. “ Hei! Apa yang kau lakukan? Kau ingin membunuhku?”, aku
curiga dia meracuni daging kelinciku. “ Aku akan merasa puas jika aku
membakarmu. Ini adalah bumbu bodoh.”, ketus Angelina. Kami membakar daging itu
diatas api unggun. Bau harum daging bakar telah menggugah selera makan. Setelah
daging itu masak kami memakannya. Awalnya aku takut memakannya karena cairan
hitam yang Angelina lumuri pada daging itu, tetapi ternyata “ Enak sekali, apa
bumbu yang kau gunakan?” . “ Sederhana. Hanya bangkai burung, jantung rusa dan
ekor kadal.” . Sial. Aku terlanjur menelannya. Tubuhku kaku saat dia mengatakan
bahan-bahan bumbunya. Sudah pasti wajahku berekspresi ketakutan. Angelina
tertawa melihat reaksiku “ Haha.. ternyata kau ini benar-benar bodoh. Tentu
saja ini adalah bumbu untuk membakar makanan seperti biasanya.” . Aku langsung
lega. Sial, aku benar-benar di bodohi. Setelah kami makan malam, kami semua
tidur tanpa alas di bawah indahnya taburan bintang di langit malam. Semuanya
tertidur lelap ditengah dinginnya malam dan di lindungi dengan kehangatan api
unggun. Semuanya kecuali aku. Aku hanya memandangi bintang dilangit. Semua
kenangan bersama Triana memenuhi benakku. Aku memandangi kalung dengan permata
biru yang telah menyelmatkanku. Kalung milik Triana. ‘ Bagaimana cara mengunkan
kalung ini pada Triana? Dia sama sekali tidak mengenalku. Dia terus menyerangku
tanpa berhenti. Apakah aku bisa menyelamatkannya?’, pertanyaan itu selalu
terlintas di fikiranku. Saat aku bertemu dengannya pasti aku akan menemukan
caranya. Aku pasti bisa menyelamatkannya.
Si raja siang telah bangkit. Angelina dan Eithan terbangun
karena sinar matahari menerpa wajah mereka. “ Selamat pagi teman-teman.”,
sapaku. “ Selamat pagi, kau sudah bangun? Atau kau tidak tidur semalaman?”,
Eithan curiga karena saat matahari baru saja terbit aku sudah bangun dengan
mata sedikit merah. “ Apa? Hahaha... aku tidur kok.” . “ Ayo cepat. Kita harus
bergegas melanjutkan perjalanan. Waktu kita hanya sampai bulan purnama muncul.”
. “ Baiklah”. “ Berikan peta itu padaku.”, Angelina memotong pembicaraanku
dengan Eithan. Aku memberikan daun yang terlukis peta di permukaannya pada
Angelina. Ia menyambarnya dari tanganku, “ Hei, hati-hati. Benda itu sangat
rapuh.” . “ Diam kau.”, ketus Angelina. Ia membuat tongkatnya melayang diudara,
“ Kau butuh tumpangan?”, ia menaiki tongkat itu. “ Apa kita bertiga akan menaiki
itu?”, tanyaku heran. “ Kita butuh sampai di tempat tujuan secepat mungkin kan?
Ini akan membawa kita tiga kali lebih cepat.” . “ Kenapa kau tidak
mengunakannya sejak kemarin?” . “ Jangan berisik! Naiklah atau kau akan
kutinggal sendirian.” . Aku hanya bisa menurutinya. Aku duduk di paling
belakang. Tanpa memberi aba-aba dia telah membuat tongkat itu terbang tinggi.
Aku hampir terjatuh karena tongkat itu melaju sangat cepat. Kami terbang di
atas pepohonan. Ini adalah pengalaman terbang pertama yang paling menyenangkan
dan paling mengerikan yang pernah aku alami. Setidaknya ini menyenangkan. ‘
Triana tunggulah aku.’
Sudah berjam-jam kami terbang menggunakan tongkat milik
Triana. Tiba tiba tongkat itu seperti kehilangan kendali. “ Angelina,
kendalikan sihirmu dengn baik.”, kataku. Ia sama sekali tidak merespon.
Biasanya dia akan membuat bola api atau membekukanku. Tidak satupun dari itu ia
lakukan. Tongkat yang membawa kami terbang menukik ke bawah dan membuat kami
semua jatuh menghantam tanah. Sekujur tubuhku terasa sakit karena terjatuh dari
tempat yang cukup tinggi. “ Angelina kau ini bagaimana? Apa kau tidak bisa
mengendalikannya?”, aku tidak menyadari Angelina tergeletak dan tidak bergerak
sedikitpun. Eithan berlari ke arah Angelina, “ Angelina kau tidak apa-apa?” .
Angelina tak menjawab. Ia membawa Angelina dan menyandarkannya di sebuah pohon.
Eithan mengunakan sihir untuk menyembuhkan Angelina. “ Aku akan mencari air.”,
kataku. Di dekat tempat kami melandas tidak sempurna terdapat sungai jernih. Aku
memenuhi tempat air yang kubawa dengan air sungai itu. Aku segera kembali ke
tempat Angelina dan Eithan berada. Angelina baru sadar saat aku sampai. “ Kau
terlalu memaksakan dirimu.”, kata Eithan. “ Aku tidak apa-apa. Aku masih bisa
melakukannya.”, Angelia berdiri dan melangkah menjauhi pohon itu. Baru saja ia
mengambil beberapa langkah ia kembali terjatuh. Aku menangkapnya saat ia jatuh.
“ Sudah. Jangan memksakan diri. Kau istirahat saja.” . Ia menunduk kebawah dan
menganggukan kepalanya. Aku menyenderkannya kembali di pohon yang sama.
Matahari hampir tenggelam di ufuk barat. “ Kurasa cukup sampai di sini. Aku
akan melanjutkannya sendiri. Kau harus menjaga Angelina. Aku harus bergegas
untuk menyelamatkan Triana. Jika tidak Triana akan...” . “ Ya, kami mengerti.
Aku minta maaf karena sikapku. Maaf jika kami tidak bisa membantumu.”, kata
Angelina. “ Ya. Kalau begitu aku harus bergegas. Sampai jumpa.”.
Aku berlari secepat yang aku bisa menuju Desa Peri Daun.
Sebuah perkampungan telah terlihat. Tidak salah lagi. Itu pasti Desa Peri Daun.
Tak lama berlari aku telah berada di depan gerbang desa itu. Saat aku memasuki
gerbang itu tak ada pemandangan yang akan membuatmu senang jika melihatnya.
Hanya reruntuhan rumah penduduk yang rata dengan tanah. Ini sangat menyedihkan.
Tentu saja Triana memiliki kebencian dalam hatinya. Semua temannya, warga desa,
ras nya telah dibantai seperti ini. Tetapi ia tidak pernah menunjukan bahwa ia
sedang memikul beban seperti ini. Ia selalu tersenyum. Aku menyusuri tempat
itu, mencari dimana keberadaan Dark Triana. Aku menemukannya. Ia bersama Lydia
berada di tengah desa. Triana terlihat sangat berbeda dari sebelumnya. Aura
hitam menyelimuti seluruh tubuhnya. Aura ini sangat mengerikan. Aku bisa
merasakan kebencian dalam hatinya. “ Lampiaskan kebencianmu padanya Triana.
Bebaskan semua bebanmu.”, kata Lydia. Tanpa fikir panjang Dark Triana
menyerangku tanpa henti. Ia sangat cepat,a ku tidak sempat menghindar. Aku
tidak bisa melihat pergerakannya. Ia menendangku sekuat tenaga sehingga aku
terbentur ke atas tanah. Tubuhku penuh dengan luka. Aku mencoba berdiri tetapi
aku tidak bisa berdiri sedikitpun. Nafasku terasa sesak. Pandanganku kabur.
Triana sudah membidiku dan siap melepaskan panahnya.
Tiba-tiba Triana membeku. “ Kau ingat padaku?”, Angelina melemparkan bola api pada Triana. Aku menghalangi api itu supaya tidak mengenai Triana, meskipun sekujur tubuhku terasa sakit aku berusaha untuk bergerak. Bola api itu memberikan luka bakar pada tubuhku. “ Dasar bodoh apa yang kau lakukan?”, teriak Angelina. “ Jika api itu mengenainya maka Triana juga akan terluka. Jangan menyerangnya.” . “ Lalu bagaimana caramu menyelamatkannya jika kau tidak melawannya?” . “ Itu bukan masalahmu nona.”, Lydia melompat dan mendarat tepat didepan Angelina dan Eithan. “ Jadi kau ingin melawanku? Lagi pula aku tidak sabar untuk balas dendam.”, jawab Angelina. Mereka pergi menjauh. Kini hanya ada aku dan Dark Triana. Ia bersikeras untuk melepaskan diri dari bongkahan es yang menghentikan pergerakannya itu. Aku mengeluarkan kalung milik Triana. Aku melangkah mendekatinya dan akan memasangkannya pada Dark Triana. Naas es yang mengikatnya telah pecah dan ia menendangku sehingga aku terdorong. Aku mengeluarkan pedangku, “ Triana, kumohon sadarlah. Ingatlah, aku Xian. Aku bukan musuhmu.” . Ia sama sekali tidak mendengarkanku. Ia tetap menyerangku tanpa henti. Aku menangkis serangannya dengan pedangku. Jika terus begini aku tidak akan pernah bisa menyelamatkannya. Bulan hampir membentuk bulatan sempurna. Aku harus melumpuhkannya.
Ia memanahku dengan panah yang telah terikat tali. Panah itu mengenai lenganku. Aku memotong tali itu dengan pedangku. Aku berlari kearahnya dan menyerangnya dengan pedang dan melukai kaki kanannya. Ia tidak terlihat merasa sakit sedikitpun. Cara ini tidak berhasil. Ini hanya akan melukai Triana. Aku menghela nafas panjang. Menjernihkan fikiranku, menyiapkan diriku. Aku melemparkan pedangku pada Dark Triana dan ia menangkapnya. Ia berlari kearahku dan menusukku menggunakan pedang itu. Dia sudah sangat dekat denganku. Aku memakaikan kalung itu padanya. Ia melepaskan pegangannya pada pedangku. Aku terjatuh di atas kedua lututku. Seberkas cahaya terpancar dari permata biru itu. Cahaya yang semakin lama semakin terang dan dan menelan kegelapan yang menyelimutinya. Kini aku bisa melihat Triana yang dikelilingi cahaya. Syukurlah aku masih bisa menyelamatkannya. Aku tidak kuat menopang beban tubuhku dan terjatuh ketanah. Triana berlari kearahku dan terlihat terkejut saat melihat tubuhku tertancap sebuah pedang. “ Xian, apa yang terjadi?”, dia tidak mengingat apapun. Sebelum aku sempat menjawabnya ia menarik pedang yang masih tertancap ditubuhku. Mulutku mengeluarkan darah karenanya. “ Xian, kau tidak apa-apa? Tunggulah aku akan menyembuhkanmu.” . Aku memegang kedua tangannya yang ia letakan di atas tubuhku dan menghentikannya. “ Ada hal yang lebih penting untuk kau lakukan. Kembalilah ke tubuhmu. Atau kau akan menjadi seperti ini selamanya.”, aku berusaha mati-matian mengatakannya meski terbata-bata. “ Apa yang kau katakan? Aku ada di sini. Ini aku Triana.” . “ Lydia telah memisahkan jiwamu denan tubuh aslimu. Jika kau belum kembali ke tubuh aslimu sampai bulan purnama kau akan menjadi seperti ini selamanya.” . “ Maafkan aku Xian, kau menjadi seperti ini karena aku.”, tangis Triana mulai pecah. Aku menghapus air matanya dengan tenaga yang tersisa, “ Aku akan lakukan apa saja untukmu karena.. Aku mencintaimu.” . Aku menutup kedua mataku. “ Xian? Kumohon sadarlah Xian. Maafkan aku Xian...”, Triana memelukku erat-erat. Ia menghapus airmatanya dan melepaskan pelukannya. Ia memejamkan mata. Cahaya itu menjulang ke langit dan hilang di tengah gelapnya malam.
“ Xiaaan”, Triana terbangun dan langsung berteriak seperti
telah mengalami mimpi buruk. “ Triana.. kau sudah sadar?”, Master Adeline
bergegas menuju kamar Triana setelah mendengar teriakan gadis itu. Triana
bergegas bangun dari tempat tidurnya. Saat ia bangun dari tempat tidur ia baru
tersadar bahwa lengan dan kakinya terluka. Triana kembali duduk di atas
ranjang. “ Jangan memaksakan dirimu. Kau baru saja siuman.”, Master Adeline menutup
luka itu mengunakan perban. “ Xian. Aku harus pergi ke Desa Peri Daun
sekarang.” . “ Kau harus tetap berada disini. Kau ini terluka.” . Triana tidak
menghiraukan perkataan orang yang menjadi gurunya itu. Triana mengambil busur
dan panah yang diletakan di atas meja dan ia melompat keluar jendela. Meskipun
kakinya sangat kuat tetapi kini ia sedang terluka. Ia tidak melandas dengan
sempurna saat keluar dari jendela. Ia berlari secepat yang ia bisa menuju Desa
Peri Daun. Ia adalah seorang Elf, ia bisa menempuh perjalanan menuju Desa Peri
Daun dalam waktu semalam.
Di sisi lain Angelina dan Eithan sedang berusaha untuk melawan
Dark Elf Lydia. Lydia menyebarkan racun yang dapat membuat musuhnya
berhalusinasi dan membunuh mereka. Angelina menyebarkan segenggam bubuk
berwarna hijau. “ Sial, bagaimana mungkin?”, Lydia terkejut karena Angelina dan
Eithan tidak masuk kedalam halusinasi mereka. “ Aku telah membuat penawar
racunmu. Volcanic Vortex Intohara.”, Angelina membuat kobaran api yang
berbentuk pusaran angin yang menghisap Lydia dan membakarnya. Eithan mensummon
petir dari langit dan menyambar Lydia. Serangan beruntun itu sudah pasti akan
melumpuhkannya. Lydia tergeletak tak berdaya di atas tanah. Eithan mengikatnya
dengan sihirnya. Sempurna. “ Satu masalah telah selesai, sekarang kita akan
menghadapi masalah berikutnya.”, kata Angelina. “ Kita harus bergegas, sekarang
telah bulan purnama.”, Eithan mengingatkan. Angelina membuat tongkatnya melayang
dan berencana untuk terbang menggunakannya lagi. “ Kau tidak akan terbang
menggunakan itu lagi kan?”, kata Eithan. “ Memangnya bagaimana kelihatannya?
Kita tidak memiliki banyak waktu.”, ketus Angelina. “ Kau ingat kan kau pingsan
berjam-jam karena menggunakan sihir itu terlalu lama?” . Wajah Angelina menjadi
memerah karena ia mengingat kejadian itu, saat terjatuh dari tongkat sihir
karena ia sudah kehabisan tenaga, “ Di..diam kau.” . “ Lebih baik kita jalan
kaki saja, daripada kau pingsan karena menggunakan sihir itu lagi.” . Angelina
menggenggam tongkatnya yang sedang melayang, “ Lakukan sesukamu.”.
Triana telah sampai di pintu masuk Desa Peri Daun. Nafasnya
tak teratur dan keringatnya bercucuran. Ia berhenti sambil membungkuk dan kedua
tangannya memgangi kedua lutut kakinya. Berusha mengirup udara sebanyak yang ia
bisa. Ia kembali menyeimbangkan tubuhnya setelah lelah berlari sangat jauh. “
Xian...”, Triana memasuki desa itu dan berlari kearah dimana ku tergeletak
lemah tak berdaya. Ia menemukanku. Ia duduk di sebelahku, “ Xian, kumohon
bertahanlah.” . Triana meletakkan kedua tangannya diatas luka tusuk akibat ia
menusukku dengan pedang saat masih menjadi Dark Triana. Ia menggunakan sihir
peri daun untuk menyembuhkan lukaku, “ Kumohon Xian sadarlah. Kumohon jangan
tinggalkan aku. Maafkan aku Xian.” . “ Apa yang kau lakukan?”, Angelina sudah
membuat bola api ditangannya dan siap untuk menyerang Triana. “ Angelina ini
aku Triana. Aku telah kembali. Kumohon tolonglah Xian” . “ Apa yang terjadi?”,
Eithan berlari kearahku dan menanyakan keadaanku pada Triana. Ia menceritakan
semua kejadiannya, bagaimana aku bisa menjadi seperti ini. “ Kurang ajar kau.
Kau tega membunuh temanmu sendiri.”, Angelina marah karena mengetahui bahwa
Triana yang telah menusukku. Ia membuat pedang dari es menggunakan sihirnya, “
Aku akan membuatmu merasakan bagaimana rasanya dibunuh oleh temanmu sendiri.” .
“ Sudahlah Angelina, ini tidak akan menyelesaikan masalah. Kau tahu kan ia
sedang dalam pengaruh sihir?”, kata Eithan. “ Apa kau ini bodoh? Dia tidak
dalam pengaruh sihir. Dia dalam kesadaran penuh.” . “ Dia adalah sisi gelap
Triana. Kini ia telah kembali. Untuk apa dia menggunakan sihir peri daun untuk
menyembuhkan Xian jika ia benar-benar ingin membunuhnya?” . Angelina menggengam
pedang itu erat-erat. Ia memandang Triana dengan pandangan kebencian. Ia
memejamkan matanya dan mengangkat pedang es itu, ia menghancurkannya. Suasana
menjadi hening. Angelina masih memandang marah Triana sedangkan Triana hanya
menundukan kepalanya. Ia merasa sangat bersalah.
Aku berada di sebuah tempat. Hanya warna putih yang dapat
kulihat sejauh mata memandang. Tak ada angin berhembus. Aku hanya seorang diri.
“ Di mana aku?”, Mencoba mencari petunjuk di mana aku berada. Tetapi semua itu
adalah hal yang sia-sia. Ini hanyalah ruang kosong dan aku adalah satu-satunya
orang yang berada di dalamnya. ‘ Aku harus segera keluar dari sini. Aku harus
menyelamatkan Triana.’ Aku mengatakannya berkali-kali dalam hatiku. Aku
berjalan tanpa arah tujuan. Kemanapun aku melangkah hasilnya masih tetap sama.
Terasa seperti tidak pindah selangkahpun dari tempat semula. “ Bagaimana cara
untuk keluar dari sini? Seseorang tolonglah aku.”, aku sudah putus asa.
Tiba-tiba ada sesosok orang yang masih samar-samar dan semakin lama sosok itu
menjadi semakin jelas dan nyata. “ Ayah? Bagaimana ayah bisa ada disini?” . “
Bagaimana keadaanmu? Kau sehat-sehat saja kan?” . “ Ini bukan saatnya untuk
membuang-buang waktu aku harus segera keluar dari sini.” . “ Aku akan
menunjukan jalan keluar dari sini setelah kau bicara denganku. Bagamana?” . “
Ayah ini bagaimana? Nyawa seseorang akan melayang jika aku tidak segera keluar
dari sini.” . “ Lebih baik aku pergi saja. Sampai jumpa.” . “ Tunggu.. Baiklah.
Aku akan bicara denganmu.”
“ Bagaimana jika kita duduk dulu? Ini akan menjadi waktu yang
panjang.”, Ia duduk sila di tempat itu juga. Aku duduk disampingnya sambil
menghela nafas panjang. Aku tidak habis fikir, bisa-bisanya ia mengajak bicara
pada saat genting seperti ini. “ Sudah lama sekali ya kita tidak bertemu, sudah
berapa tahun ya?” . “ Apa yang kau katakan? Bukankah kau sendiri yang
meninggalkan kami? Kau selalu pergi dari rumah. Sampai akhrinya kau tidak ada
disisi ibu saat ibu...” . “ Kau ingin
tahu alasanku selalu meninggalkan kalian?” . Aku terkejut mendengarnya akan
mengatakan alasan ia tak pernah ada untuk keluarganya. “ Kau pernah mendengar
dongeng tentang ‘ Enam Pahlawan yang Mengalahkan Naga Hitam’?” . “ Ya, itu
adalah cerita yang sangat kusukai sejak aku masih kecil. Memangnya kenapa?” . “Aku
adalah salah satu dari mereka.” . Apa? Orang didalam dongeng yang selalu
kukagumi itu adalah ayahku sendiri? . “ Aku selalu pergi mencari naga itu dan
berjuang untuk memperoleh kedamaian untuk umat manusia. Aku sama sekali tidak
bermaksud untuk meninggalkan kalian. Aku bermaksud untuk kembali saat perang
telah usai. Tetapi kerajaan masih tetap membuatku untuk tinggal lebih lama. Mereka
selalu memberi kami misi. Dan Akhirnya saat ibumu meninggalpun aku tidak bisa
ada disisinya. Maafkan aku.” . Aku tidak bisa percaya ini. Aku selalu ingin
menjadi seorang Sword Master karena Warior dalam dongeng itu. Ia mengalahkan
banyak musuh sendirian dan tak pernah mundur dari petempuran. Orang yang selama
ini ku benci ternyata adalah tokoh dalam dongeng itu. “ Bagaimana denganmu?
Berapa umurmu? Apa yang kau lakukan saat ini?” . “ Aku sudah 18 tahun. Aku
menjadi Sword Master dan mengabdikan diriku untuk menyelamatkan Ancient.” . “
Oh begitu.. Tidak ada orang tua yang lebih bangga dariku jika anaknya menikuti
jejak ayahnya.” . Ia memegang rambutku dan sedikit mangacaknya, “ Suatu hari
nanti kau akan menjadi seorang yang hebat dan akan mendengar ceritamu yang
membuat generasi selanjutnya bangga akan perjuangan yang kau lakukan.” . Ini
pertama kalinya ayah bicara seperti itu. Pertama kalinya aku mendapatkan pembicaraan
antara ayah dan anak. Aku merasa sangat bahagia. “ Kurasa ini waktunya untuk
kau kembali. Meskipun pembicaraan ini sangat singkat tetapi ini cukup membuatku
senang” Ia mengulurkan tangannya, “ Aku akan mengantarkanmu.” . Aku menerima
uluran tangannya. Pemandangan yang semula hanya seperti kertas putih yang bersih
berubah. Menjadi gelap dan akhirnya aku tidak bisa melihat apapun.
“ Eithan, cepat sembuhkan dia.”, Triana sangat panik. “
Bersabarlah aku masih mencobanya.”, Eithan terus melakukan sihir penyembuhnya.
Ia berhenti melakukannya, ia menunduk dan dan menggengam tangannya erat-erat. “
Kenapa kau berhenti? Xian akan mati jika kau tidak menyembuhkannya”, kata
Triana. “ Maafkan aku. Aku tidak bisa menyelamatkannya.” . Mata Triana terbelalak dan ia menutupi
mulutnya dengan kedua tangannya. Airmatanya pecah, karena terkejut mendengar
hal itu. “ Tidak. Ini tidak mungkin. Xian kumohon sadarlah. Jangan tinggalkan
aku. Aku juga mencintaimu. Kumohon sadarlah Xian.”, ia memeluk tubuhku
erat-erat. Angelina memejamkan kedua matanya, airmatanya mulai mengalir
membasahi pipinya. Menangisi atas semua kesalahan yang ia perbuat. Lebih
memilih menangkap buronan daripada membantu temannya sendiri.
Pemandangan yang semula gelap kini telah berganti dengan
suasana haru. Perlahan aku membuka kedua mataku. Aku sedikit terkejut melihat
semua orang terlihat sedih, terutama Triana. Ia memelukku sangat erat sambil
menangis dipundakku. “ Triana.. jangan menangis. Kau akan terlihat jelek jika
kau menangis.” . Tangisannya terhenti. Ia melepaskan pelukannya dan melihatku
dengan seksama. Seperti seseorang yang sedang mencari sesuatu. “ Xian? Kau
masih hidup?”, tanya Triana. “ Ha? Apa maksudmu? Apa aku terlihat seperti orang
yang sudah mati? ” . Ia tersenyum bahagia dan melanjutkan tangisnya. Ia kembali
memelukku erat-erat, “ Syukurlah. Aku sangat takut jika kau akan pergi untuk
selamanya. Maafkan aku Xian. Maafkan aku, aku telah melukaimu.” . Aku bingung
aku harus bagaimana. Meskipun sedikit ragu aku membalas pelukannya, “ Ini bukan
salahmu. Aku yang telah menyerahkan pedang itu padamu supaya aku bisa
mendektimu dan memakaikan kalung itu. Yang penting saat ini kau selamat. Itu
lebih dari cukup.” . “ Kurasa kau sukses besar telah membuat kami berlinangan
air mata seperti ini”, sela Angelina. “ Kenapa kau menangis?”, tanyaku heran. “
Tadi kau benar-benar mati bodoh. Orang macam apa yang tidak menangis melihat
temannya meninggal.” . “ Yang paling penting ia sudah baik-baik saja sekarang.”
“ Sial. Ini belum berakhir Triana. Jangan pernah mengira kau
telah menang.”, Lydia meronta-ronta melepaskan diri dari ikatan sihir Eithan. “
Apa yang harus kita lakukan dengan mahluk ini?”, tanya Angelina. “ Percuma saja
jika kita kembali menyerahkannya pada Deckard.”, jawab Eithan. “ Bagaimana jika
kita bawa dia ke Mana Ridge. Dia akan dipenjara di tempat dimana dia tidak akan
pernah bisa keluar dari sana. Sama seperti kita menahan Diandra.”, jawab
Angelina. “ Baiklah kalau begitu. Kurasa perjumpaan kita hanya sampai disini.
Jagalah Xian baik-baik Triana. Sampai jumpa.” Mereka pergi menuju Mana Ridge
untuk memenjarakan Lydia dan meninggalkanku berdua dengan Triana. Sampai saat
ini dia masih menangis dan belum melepaskan pelukannya. “ Triana apa kau
baik-baik saja?”, aku sedikit khawatir dengannya karena ia terus menangis. Ia
mempererat pelukannya, “ Aku sangat takut. Aku takut kau tidak akan kembali.” .
“ Sekarang aku sudah disini. Aku janji tidak akan pergi lagi.” Aku berusaha
menenangkannya.
Ia melepaskan pelukan
eratnya itu. Ia mengusap kedua matanya dan menghapus air matanya. Ia menarik
nafas panjang mencoba menenangkan dirinya.” Kau tahu? Setelah kau menyelamatkanku,
aku sangat panik saat kau tidak sadarkan diri. Aku langsung berlari secepat
yang aku bisa meskipun aku baru saja sadar. Aku bingung, entah mengapa lengan
dan kakiku terluka. Seingatku aku tidak memiliki luka sedikitpun.” . Sial, dia
sadar akan lukanya, “ Haha.. maafkan aku, saat kau masih menjadi Dark Triana
aku berusaha untuk menghentikan seranganmu tetapi aku malah melukaimu.” . “ O
jadi begitu? Untuk apa aku mengkhawatirkan orang yang sudah melukaiku. Aku
berlari puluhan kilometer bahkan ratusan dalam semalam padahal aku baru saja
kembali ketubuhku. Lebih baik aku pergi saja.”, ia berdiri dan mengambil
langkah menjauh dariku. “ Yang benar saja? Aku ini sama sekali tidak berniat
untuk melukaimu.” . “ Terimakasih Xian.”, ia melihatku dengan senyuman yang
sudah lama kurindukan. Aku membalas senyumannya itu. “ Ayo kita berlomba. Siapa
yang sampai desa lebih dulu akan ditraktir mkan malam dirumah makan yang biasa
kita kunjungi.” Dia sangat bersemangat. “ Apa kau serius? Kau ini seorang Elf.
Sudah pasti kau lebih cepat dariku dan sudah pasti aku akan kalah.” . Ia sama
sekali tidak menghiraukanku. Ia berlari mendahuluiku “ Triana tunggu aku.”
Aku berlari seharian sampai akhirnya gerbang perbatasan desa
Calderock telah terlihat di ujung mata. Aku berhenti sejenak saat melihat pohon
yang kuukirkan tanda hati serta namaku dan Triana. “ Xian, kalau kau berhenti
kau akan mentraktirku.” Triana sudah sangat dekat dengan gerbang desa. Mungkin
ini belum saatnya. Aku melanjutkan lariku menuju desa Calderock.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar dengan kata-kata yang sopan. Terimakasih >.<