Pagi itu adalah hari yang indah. Hari pertama master Cintia
tidak membangunkanku dengan cara-caranya yang kejam itu, menghilangi grafitasi
di kamar atau membekukan ranjangku. Hari ini benar-benar damai. Aku turun dari
tempat tidurku menuju meja rias. Aku membalikan badanku sehingga aku bisa
melihat luka tusukku akibat pertarungan dengan Diandra malam itu. Sama sekali
tidak membaik.
Kalau Eithan tahu lukaku ini masih separah ini dia akan meninggalkanku sendiri sementara dia akan beranggkat ke desa Calderock untuk mencari keberadaan Ancient. Pakaian yang kugunakan untuk bertarung tidak bisa untuk menutupi luka ini. Berarti aku harus pakai jubah kemanapun aku pergi. Di Calderock berbeda dengan di Mana Ridge, disana suhunya sangat panas. Akan sangat menyiksa jika aku harus memakai jubah untuk musim dingin ini. Apa boleh buat? Ini semua juga salahnya, siapa yang suruh untuk tidak segera menyembuhkan lukaku ini. Aku mengikat rambutku yang terurai. Mengganti pakaian tidurku dengan pakaian yang biasa aku gunakan untuk bertarung. Memasukan berbagai macam ramuan untuk berjaga-jaga jika ada seuatu di jalan nanti, serta perlengkapan lainnya. Aku mengenakan jubah putih yang kudapat dari sekolahku yang menandakan aku adalah murid yang memilih kelas Elemen dan menggunakan tudung untuk menutupi kepalaku. Aku menatap ke cermin sekali lagi “ Baiklah, aku sudah siap. Waktunya berangkat.” . Aku menutup pintu kamarku, sebelum itu aku memandangi seluruh ruangan ini. Aku akan merindukannya. Aku menutup pintu kamar dan pergi menuju rumah Leonardo. Ayah Eithan.
Kalau Eithan tahu lukaku ini masih separah ini dia akan meninggalkanku sendiri sementara dia akan beranggkat ke desa Calderock untuk mencari keberadaan Ancient. Pakaian yang kugunakan untuk bertarung tidak bisa untuk menutupi luka ini. Berarti aku harus pakai jubah kemanapun aku pergi. Di Calderock berbeda dengan di Mana Ridge, disana suhunya sangat panas. Akan sangat menyiksa jika aku harus memakai jubah untuk musim dingin ini. Apa boleh buat? Ini semua juga salahnya, siapa yang suruh untuk tidak segera menyembuhkan lukaku ini. Aku mengikat rambutku yang terurai. Mengganti pakaian tidurku dengan pakaian yang biasa aku gunakan untuk bertarung. Memasukan berbagai macam ramuan untuk berjaga-jaga jika ada seuatu di jalan nanti, serta perlengkapan lainnya. Aku mengenakan jubah putih yang kudapat dari sekolahku yang menandakan aku adalah murid yang memilih kelas Elemen dan menggunakan tudung untuk menutupi kepalaku. Aku menatap ke cermin sekali lagi “ Baiklah, aku sudah siap. Waktunya berangkat.” . Aku menutup pintu kamarku, sebelum itu aku memandangi seluruh ruangan ini. Aku akan merindukannya. Aku menutup pintu kamar dan pergi menuju rumah Leonardo. Ayah Eithan.
“ Selamat pagi Angelina. Bagaimana kabarmu?”, Eithan
menyapaku sesampaiku di tempat pertemuan itu dengan senyuman yang ramah. “
Baik. Kapan kita berangkat?”, jawabku kesal. Bisa-bisanya dia menanyakan
kabarku padahal dia tidak bersedia menyembuhkan lukaku ini dan membuatku
menderita karena harus mengenakan jubah ini disuhu yang panas. “ Sabarlah nona.
Kau akan berangkat saat ini juga. Tapi sebelumnya kalian akan membutuhkan
ini.”, Leonardo memberikanku sepucuk surat. “ Apa ini?”, tanyaku. “ Ini adalah
surat resmi bahwa kalian dikirim untuk menyelamatkan Ancient.”, jawabnya. “
Baiklah tunggu apa lagi? Ayo kita berangkat.”, aku memasukan surat itu kedalam
tasku dan mulai melangkah meninggalkan tempat itu. “ Tunggu sebentar Angelina.”
, Master Cintia memegang tanganku, menghentikan langkahku dan membalikan
badanku. Ia membuka tudungku dan memasangkan sesuatu di rambutku. “Anggap saja
itu adalah hadiah kau telah lulus menjadi muridku, dan kenang-kenangan
dariku.”, katanya. “ Apa ini?”, tanyaku bingung. Jangankan aku berterimakasih,
bentuknya saja aku belum tahu. “ Itu adalah Tiara, kau akan membutuhkannya
suatu saat nanti.”, ia tersenyum bangga entah karena apa. “ Terima kasih. Tapi
aku pasti akan kembali kesini, walaupun aku tidak tahu persis kapan. Sampai
jumpa.”, aku berusaha mengucapkannya sehalus mungkin karena menghargai
pemberiannya itu. Aku dan Eithan pergi meninggalkan tempat pertemuan itu.
Meninggalkan Mana Ridge.
Diandra masih berada di dalam penjara anti sihir itu.
Penjara itu memang dibuat khusus untuk penjahat yang bisa mengunakan sihir
terlarang. Kedua tangan dan kakinya dirantai yang telah diberi mantra sehingga
dia tidak bisa menggunakan sihir maupun melepaskan rantai itu. Sel itu tepat
ditengah ruangan dan dijaga oleh empat penjaga disetiap sudutnya. Sel itu juga
dilengkapi oleh mantra sehingga menyentuhnya saja akan sangat menyakitkan. Dia
tidak akan bisa lari dari penjara ini. Itulah yang kami fikirkan. Tetapi
sepertinya kemungkinan itu masih ada. Saat itu saat pergantian penjaga. Setelah
penjaga yang lama digantikan. Mereka melepaskan seragam mereka ditempat ganti,
dan ruangan dimana penjara itu berada dikunci oleh penjaga yan sebelumnya.
Sesampainya diruang ganti, mereka melihat empat orang yang seharusnya menggantikan
mereka terikat dan mulutnya disumpal oleh kain. Mereka segera kembali ke penjra
itu, tetapi di pintu ruang ganti itu sudah ada yang menunggu untuk menghajar
mereka. Penjaga palsu itu menghilangkan matra yang ada di sel itu. Ia membuka
pintunya dan masuk kedalam sel itu. “ Aku akan membebaskanmu, apa yang akan kau
berikan kepada kami?”, tanya salah seorang dari mereka. Kelihatannya dia adalah
ketua dari misi pembebasan ini. “ Siapa kau?”, tanya Diandra. “ Kami adalah
Dragon Followers.”, jawab pria itu. “ Bagaimana jika aku membunuh orang yang
akan menyelamatkan Ancient? Maka hutangku akan impas.”, senyuman mengerikan
terlukis diwajah Diandra. “ Baiklah, tapi jika kau gagal, kau akan terima
akibatnya.”, pria itu mengilangkan mantra yang berada di rantai yang mengikat
tangan dan kaki Diandra lalu menghancurkannya. Salah satu Dragon Followers yang
lain melemparkan Tongkat sihir dan bola Cristal milik Diandra. “ Keluarkan kami
dari sini.”, perintah pria itu. Diandra berteleportasi bersama para Dragon
Followers meninggalkan penjara itu.
Di lain waktu aku bersama Eithan telah melalui dinginnya
salju dan memasuki kawasan yang sangat panas. Kami masih belum sampai di desa
Calderock, tetapi musimnya sudah mulai berganti di wilayah ini. Mataharinya
sangat terik. Eithan membuka pakaian dinginnya. Karena harus menutupi luka
tusukku, aku harus tetap mengenakan jubah yang melindungiku dari dinginnya
salju. Aku melonggarkan jubah itu dibagian leherku supaya ada udara yang masuk.
“ Kau tidak melepas jubahmu?”, tanya Eithan. “ Memangnya kenapa? Aku sangat
merindukan sekolahku, makannya aku masih mengenakannya. Untuk mengoobati rasa
rinduku.”, elakku. “ Apa kau yakin? Kau ini banyak berkeringat, kau bisa
dehidrasi jika masih mengenakan jubahmu itu.” . “ Memangnya apa perdulimu?”.
Awalnya dia hanya diam saja dan membiarkanku maju didepannya. Tiba-tiba ia
membuka jubahku, maksudnya hanya mengangkat salah satu bagiannya saja tidak
sampai melepaskan pengait jubahnya di leherku. Sial ia melihat lukaku. Aku
menarik jubahku dari tangan Eithan dan menutup jubahku rapat-rapat. “ Apa
maksudnya ini?”, tanya Eithan dengan nada yang bisa dibilang marah, walaupun ia
tidak sampai membentak. “ Aku hanya ingin menyelamatkan Ancient. Itu saja.”,
jawabku. “ Tunggu dulu. Kau kira aku benar-benar akan meninggalkanmu di Mana
Ridge sendirian jika kau masih terluka. Atau jangan-jangan... kau kira aku
benar-benar akan pergi bersama Imelda?” . Aku hanya memalingkan wajahku. “
Tentu saja aku akan menunggumu sampai kau pulih. Mana mungkin aku akan pergi bersama
Imelda. Dia itu anak kecil paling sibuk yang pernah ku temui. Dia masih
memperbaiki robotnya setelah menyelamatkanmu dari serangan Diandra.” . Sial aku
benar-benar malu dia berkata seperti itu. Aku masih memalingkan wajahku darinya
dan tidak berani melihat wajahnya sedikitpun. “ Baiklah.. sini aku obati.”,
tiba-tiba ia menggandeng tanganku dan mengajakku untuk duduk dibawah pohon. Aku
membuka jubahku dan eithan mulai menyembuhkan lukanya.
“ Lukamu ini cukup dalam. Apa kau tidak merasakan sakit
saat perjalanan?”, katanya. Aku hanya diam sambil menunduk kebawah supaya
rambutku tidak menutupi lukaku. Aku teringat dengan tiara pemberian master. Aku
penasaran seperti apa bentuknya. Aku melepaskannya dari rambutku. Benar-benar
indah. Tiara itu berbentuk seperti bunga dan kelopaknya terbuat dari permata
berwarna merah. Meskipun master kejam tetapi jauh didalam lubuk hatinya ada
seberkas cahaya bersih tanda kebaikan dan kasih sayang. Kalau tahu bentuknya
sangat indah seperti ini aku tidak menutupinya dengan tudungku. Aku memakai
tiara itu lagi. Kali ini aku memakainya dengan bangga. Ini pemberian yang
berharga bagiku, dan juga pertama kalinya ada orang yang memberiku hadiah. “
Tiara itu sangat indah dan cocok untukmu.”, puji Eithan. “ Sembuhkan saja
lukanya.”, jawabku kesal. Sesaat kemudian tubuhku benar-benar tidak bisa
bergerak. Jangankan bergerak bicara pun tidak bisa. Aku hanya bisa menggerakan
mataku saja. Eithan juga berhenti menyembuhkan lukaku. Sepertinya dia juga
mengalami hal yang sama sepertiku.
“ Romantis sekali. Kurasa aku datang disaat yang kurang
tepat.”, aku mendengar suara yang sangat kukenal. Suara orang yang selalu
menghinaku, selalu ingin menjatuhkanku, ingin membunuhku. Diandra. “ Hai kak,
bagaimana kabarmu? Sepertinya kau masih ingin membantu Angelina. Wanita yang
kau cintai ini. Aku sangat rindu padamu. Aku ini adikmu. Kenapa kau tidak
membantuku untuk membunuhnya saja dan ikut menjadi Dragon Follower? Hidupmu
akan jauh lebih mudah dari pada bertarung melawan mereka demi menyelamatkan
Ancient.”, ia membuat Eithan berdiri dan memeluknya. “ Maafkan aku, aku telah
mencoba membunuhmu. Sebagai kaka kau pasti akan memarahiku. Aku hanya ingin kau
membantu adikmu ini. Aku sayang sekali padamu.”, ia melepaskan pelukannya dari
Eithan dan memandang kearahku. “ Angelina, lihat dirimu. Kau sangat lemah. Kau
tidak membunuhku dan ini akibatnya. Aku datang padamu. Untuk membunuhmu.”, ia
berpindah tepat didepanku dan memandang mataku lekat-lekat. Sial, kalau saja
aku bisa bergerak sudah kubakar dia. “ Kurasa luka tusuk ini sangat
mengganggumu. Kakaku sudah menyembuhkannya tetapi belum selesai. Aku akan
membantumu, membuat luka ini kembali seperti semula.”, tangan kirinya
merangkulku dan tangan kanannya menekan lukaku. Ia ingin menyiksaku sebelum
ahirnya membunuhku. Meskipun merasakan sakit tetapi aku tidak sanggup untuk
berteriak. Mantranya kuat sekali. Aku melihat dibuku meskipun terkena mantra
ini seharusnya masih bisa berbicara.
Eithan menggunakan mantra yang dapat menghilangkan pengaruh
mantra Diandra. Aku membekukannya dan menyalakan api ditanganku, “ Dasar
pengecut. Kau menyerang dari belakang. Bukankah sudah terbukti aku lebih kuat?”
. Ia menunjukan senyuman mengejek, “ Kurasa aku belum menunjukan semua
kemampuanku”, ia memberatkan grafitasi sehingga aku dan Eithan terjatuh. Ia
membebaskan diri dari es yang kubuat. Ia membuat semacam portal dan menarikku
masuk kesana. Aku membakar daerah sekelilingku untuk mencegahnya membawaku
masuk ke portal itu. Karena terpengaruh oleh mantra grafitasinya api yang kubuat
tidak bisa berkobar terlalu besar. “ Eithaan, tolong aku.”, aku berusaha
memegang seuatu berusaha melawan mantra grafitasinya itu. “ Angelinaaa....”, ia
mengulurkan tangannya untukku berpegangan supaya tidak masuk ke portal itu.
Sebelum sempat meraih tangannya aku sudah masuk kedalam portal itu. Suaranya
berhenti terdengar. Kini semua pemandangan itu menghilang. Semuanya berganti
dengan portal yang sangat gelap dan dingin. Tidak lama aku dan Diandra sudah
keluar dari portal itu. “ Selamat tinggal Angelina”, dia akan meninggalkanku
sendirian disini. Aku membuat pedang es dan melemparkan padanya sebelum ia
berteleportasi lagi. Pedang itu mengenainya dan diapun menghilang.
Aku tidak tahu ia membawaku kemana. Disini sedang hujan
salju. Banyak pohon yang tak berdaun menelilingiku. Mengingatkanku pada
tempatku berlatih bersama master. Untungnya jubah itu masih berada di tanganku
sebelum Diandra membuatku tak bergerak dan memindahkanku entah kemana. Aku
mengenakan jubah itu dan memakai tudungnya. Suhu disini sangat dingin. Kalau
benar aku hanya dipindahkan ke Mana Ridge aku harus bergegas menemui master dan
melaporkan kejadian ini. Dan ini juga berarti Eithan dalam bahaya. Aku langsung
pergi menuju rumah Leonardo. Ada yang aneh. Dia tampak lebih muda. Maksudku
jauh lebih muda, seperti umurnya baru sekitar 30 tahun. Aku agak kebingungan
apa benar dia Leonardo? Tetapi wajahnya sangat mirip. Apa salahnya jika aku
bertanya. “ Bisakah aku bertemu dengan Leonardo? Aku harus bertemu dengannya
sekarang.”, tanyaku pada orang yang mirip Leonardo itu. “ Namaku Leonardo apa
yang bisa kubantu?” . “ I..ini tidak mungkin. --- yang kutahu sudah berumur
lebih dari 40 tahun. Bagaimana mungkin?” . “ Sebenarnya ada apa ini?” . “
Ka..kalau begitu aku ingin bertemu Master Cintia.” . “ Master Cintia? Tidak ada
master Sorceress yang bernama Cintia. Tapi didesa ini ada yang bernama Cintia.
Aku harap dia orang yang kau cari.” . “ Dia mengantarku ke sebuah rumah yang
tidak salah lagi adalah rumah Master Cintia. Apa maksudnya tidak ada master yang
bernama Cintia? . mungkin setelah bertemu dengannya aku akan menemukan
jawabannya.
Leonardo mengetuk pintu rumah itu. Tak lama seorang gadis
membuka pintu itu. Aku tidak percaya bahwa master Cintia yang membuka pintunya.
Tetapi dia hanya lebih tua dariku sekitar tiga tahun. Bisa dibilang seumuran
denganku. Master Cintia sudah berumur 28
tahun. Tetapi rambutnya terurai panjang. Sedangkan master Cintia berambut
pendek. “ Ma..master? Tapi bagaimana mungkin? Kau seharusnya sudah berumur 28
tahun. Bagaimana kau bisa seusia denganku?” . “ Master? Aku baru saja lulus
dari sekolah sihir dan akan masuk sekolah lanjutan. Bagaimana aku bisa menjadi
mastermu?”, jawabnya. “ Apa? Eithan.. dimana Eithan sekarang?” . “ Bagaimana
kau mengenal Eithan? Kau baru saja datang kesini. Bagaimana kau bisa mengenali
anaku?”, tanya Leonardo. “ Dimana dia sekarang?” . “ Dia ada dirumahku.” . “
Antarkan aku kesana.” . “ Baiklah tapi sebenarnya ada apa ini.” . “ Aku akan
memberitahumu setelah aku bertemu dengan Eithan.” . Dia menganggukan kepala
Cintia menutup pintu rumahnya dan ikut bersama kami.
“ Eithan kemarilah nak ada yang ingin bertemu denganmu.”
Leonardo memanggil anaknya. Eithan yang kuharapkan adalah seorang remaja yang
lebih tua dariku. Ternyata seorang anak kecil datang dari dalam rumahnya. “
Siapa yang ingin bertemu denganku ayah?”, anak kecil itu ternyata Eithan. Aku
diam terpaku melihatnya. Duduk diatas kedua lututku, “ Kau yang bernama
Eithan?” . “ Ya. Ada apa kaka mencariku?”, jawabnya dengan polos. “ Kau ingin
lihat sesuatu yang mengagumkan?” . “ Apa itu?” . aku menyalakan api ditangan
kananku, api yang menghangatkan wajahnya dari dinginnya salju. Ia terpaku
melihatku melakukannya, “ Bagaimana cara kau melakukannya?” . “ Ini yang
disebut sihir.”, ia masih terpaku melihat api ditanganku. Aku membuat salju
berputar ditangan kiri dan merubahnya menjadi kristal es seukuran tanganku. Aku
melihatnya sangat kagum karenanya. Aku merubahnya lagi menjadi salju dan
membuatnya mengitari api di tangan kananku. Kuterbangkan api itu keatas bersama
dengan salju yang mengiringinya. “ Wow, ajarkan aku bagaimana caranya.”, dia
menanyaiku dengan wajah penuh harapan. “ Kau bisa mempelajarinya disekolah
sihir.” . “ Aku sudah masuk sekolah sihir.” . “ ini tahun pertamamu kan?
Belajar yang giat ya supaya bisa menjadi sepertiku.” . Senyuman bahagia terlukis diwajahnya. Ia
berlari mmasuki rumahnya.
“ Sekarang jelaskan pada kami apa yang sebenarnya
terjadi.”,Leonardo mulai curiga. “ Cintia aku ingin menanyakan satu hal padamu.
Kau seorang Force user kan?”, tanyaku pada orang yang seharusnya masterku. “
Iya. Apa yang ingin kau tanyakan?”, jawabnya. “ Apakah seorang Force User bisa
menjelajah waktu?” . “ Hanya orang tertentu yang bisa menguasainya. Sihir itu
sihir tingkat tinggi. Sampai saat ini hanya Karakule yang bisa menguasainya.” .
“ Kenapa kau menanyakan hal itu?”,Leonardo heran. “ Aku Angelina. Aku berasal
dari masa depan. Anakmu Diandra yang telah membawaku kesini. Aku benci
mengakuinya tapi dia benar-benar hebat bisa menguasai sihir itu.”, mereka
tampak tidak percaya dengan apa yang aku bicarakan. Aku teringat dengan
pemberian master Cintia. “ Ini buktinya. Master memberikanku tiara ini tanda
aku telah berhasil menjadi muridnya dan benda kenang-kenangan darinya.”, aku
melepas tiara itu dari rambutku dan menunjukannya pada Cintia. “ Ini benar
tiaraku. Aku menyimpannya baik-baik dirumah. Tidak salah lagi.”, akhirnya
mereka percaya padaku. “ Apa yang membuatnya mengirimu kemasa lalu?”, tanya
Leonardo. “ Aku tidak bisa memberi tahumu. Ini bisa merubah masa depan.”,
jawabku. “ Bagaimana caraku kembali kemasa depan?”, tanyaku pada Cintia. “ Aku
tidak tahu, tapi aku bisa mempertemukanmu pada Karakule. Kau bisa memintanya
supaya mengembalikanmu ke masa dimana kau ada.”,jawabnya. “ Apa boleh buat.” .
“ Untuk sementara tinggallah dirumahku. Aku hanya sendirian jadi kau bisa
menginap dirumahku.” . “ Itu terdengar menyenangkan.”, Aneh rasanya ia
memintaku dengan lembut. Biasanya ia adalah orang yang akan gatal jika tidak
memaksa. Masterku menjadi temanku. Teman wanitaku yang pertama.
Rumah master memang tidak pernah berubah sedikitpun. Baik
luar maupun dalam. Ia membukakan pintu untukku. Kami berdua memasuki rumah itu.
“ Terima kasih atas semua kebaikanmu.”, aku melepaskan jubahku dan
menggantungkannya pada gantungan untuk topi dan jubah dekat pintu. “ Kau
terluka.”, ia terkejut melihat lukaku. “ Kau maksud ini? Ini karena luka tusuk
akibat pertarungan dengan....”, aku tidak bisa memberitahunya atau masa depan
akan kacau. “ Dengan?”, ia masih heran. “ Dengan seseorang haha.”, aku berusaha
mengalihkan pembicaraannya. “ Luka itu sangat parah. Akan kuambil ramuan untuk
menyembuhkannya. Duduklah di sini aku akan mengambilnya.” . Aku menaruh
tongkatku dan bola kristalku di meja dekat gantungan jubah itu. Aku duduk
dikursi depan perapian. Kursi itu sangat nyaman, aku tidak pernah merasakan
nyamannya kursi ini di rumah master karena ia membuatku belajar dengan keras.
Ia datang dari ruangan ia biasa menyimpan semua ramuan yang tak terhitung
jumlahnya. “ Berbaliklah aku akan membersihkan lukamu lalu mengobatinya.”,
katanya. “ Terima kasih master.” . “ Panggil aku Cintia.” . “ Baiklah.. aku
butuh pembiasaan untuk itu.” . “ Cepat atau lambat kau akan terbiasa.
Ngomong-ngomong bagaimana aku dimasa depan?” . “ Kenapa kau menanyakan itu?” .
“ Aku hanya penasaran.” . “ Sebenarnya aku tidak bisa memberi tahumu karena
masa depan akan berubah jika kau memberitahumu.”, aku lebih senang jika dia
akan tetap bersikap lembut seperti ini. “ Begitu.. Sudah selesai. Besok lukamu
akan membaik.” . “ Terima kasih... Cintia.” . “ Ya, sama-sama.”
“ Hei, bisa kulihat tongkatmu?”, pinta Cintia. “ Tentu
saja.” . “ Wow, ini sangat mengagumkan. Senjatamu sangat bagus, lihat
kristalmu. Bagaimana kau mendapatkannya?” . “ Aku mendapatkannya dari kejuaraan
sihir disekolahku. Yang dulu.” . “ Kau pindah sekolah?” . “ Tidak, aku sudah
lulus.” . “ Lulus? Berapa umurmu?” . “ 16 tahun.” . “ Bagaimana mungkin?
Bukankah kau baru bisa lulus setelah berumur 18 tahun.” . “ Anu.. itu karena...
aku bisa menguasai sihir elemental lebih cepat dari murid lainnya.” . “ Wow,
itu mengagumkan. Sepertinya kau ini satu sekolah denganku.” . “ Apa? Apa
benar?” . “ Jubah itu milik pengendali elemen kan? Aku memiliki jubah Force
User”, ia menunjukan jubah hitam yang sama seperti miliku. Kenapa master tidak
pernah bilang kalau dia bersekolah di tempat yang sama denganku? Apa itu
alasannya dia berada disekolah saat itu? “ Ini sudah malam. Mari kuantarkan
kekamarmu.”, katanya. Ia membukakan pintu kamar itu, kamar yang telah kutempati
selama berlatih bersama master Cintia. Tidak ada yang berubah, kecuali
ranjangnya. Ranjang yang biasa kutempati sudah rusak. Rusak karena master
menghilangkan grafitasi di tempat ranjang itu dan membekukannya hanya untuk
membangunkanku. “ Kau bisa menggunakan ini untuk tidur. Kau tidak akan mengenakan
pakaian itu untuk tidur kan?”, senyuman menghangatkan suasana. Ia menutup pintu
kamarku. Aku meletakan tongkat sihir dan bola kristalku di meja biasa aku
menyimpannya. Aku mengganti pakaianku dengan pakaian yang diberikan Cintia. Aku
duduk di depan meja rias dan melihat lukaku. Ternyata benar-benar parah. Eithan
hampir menyembuhkannya tetapi Diandra membuat luka ini menjadi terlihat
buruk. Aku melepaskan ikat rambutku dan
merebahkan diri diatas ranjang. Aku mulai berfikir apa yang akan dilakukan
Diandra pada Eithan. Apa yang akan terjadi jika aku tidak segera kembali
kesana. Aku mulai memejamkan mataku dan meninggalkan pikiran-pikiran itu.
Keesokan harinya aku terbangun oleh aroma masakan yang
sangat enak. Dan ini sangat kusukai. Pai apel. Aku bangun dari tempat tidurku
dan menuju meja rias. Aku merapihkan rambutku kedepan supaya aku bisa melihat
lukaku dicermin. Ramuan itu berkerja dengan baik. Jauh lebih baik. Luka itu
mendekati sembuh. Aku keluar dari kamarku dan menuju meja makan. Pai apel itu
baru keluar dari pangganggan. Harumnya memenuhi seluruh ruangan. “ Oh.. kau
sudah bangun. Selamat pagi.”, sapa Cintia. “ Selamat pagi. Kau memasak pai
apel?” . “ Ya kau suka kan?” . “ Suka? Aku mencintainya.” . “ Syukurlah. Ayo
kita sarapan setelah itu kita bersiap berangkat ke rumah Fairystar Karacule.”,
dia tampak semangat sekali. Pai itu sangat enak. Lebih enak daripada yang
dujual oleh Merchant. Ditambah pai itu masih hangat. “ Pai ini sangat enak.” .
“ Tentu aku baru memetik buah apel ini.” . “ Kau bisa mendapatkan uang dengan
ini.” . Ia diam sejenak dan melihat keluar jendela. Sial, apa aku salah bicara?
“ Aku ingin menjadi orang yang kuat. Itu saja.”, katanya yang mengakhiri
keheningan sejenak itu. “ Kau sangat ingin bertemu dengan Karacule untuk
belajar sihir darinya kan? Sebaiknya kita bergegas. Supaya memiliki banyak
waktu untuk belajar darinya.”, aku mencoba menghiburnya. Senyuman bahagia
terlukis diwajahnya ia menuju kamar dan mempersiapkan semua peralatan yang
harus ia bawa. Sayang sekali aku tidak bisa menikmati pai apel ini.
Aku pergi menuju kamar yang kutempati. Aku mengganti
pakaianku dengan pakaian yang kugunakan untuk bertarung. Aku membersihkan bola
kristal dan tongkat sihirku. Setelah itu aku ingin mengikat rambutku. Saat aku
sudah siap mengikatnya cintia masuk kekamarku, “ Apa yang kau lakukan? Biarkan
aku merapihkan rambutmu.” . “ Apa
maksudmu?” . Ia melepaskan tanganku yang memegang rambutku yang sudah siap
diikat. Ia menyisir rambutku dengan sangat hati-hati. Ia mengepang rambutku.
Aku kurang bisa menjelaskannya. Ia mengepang rambutku dari kanan atas kepalaku
sampai ke samping kiri. Sangat indah dan dia memakaikan tiara pemberian master.
“ Nah.. kau kan datang dari masa depan. Kau harus menyembunyikan identitas
aslimu. Bisa dibilang ini penyamaran.”, ia terlihat puas dengan hasilnya. “ Apa
ini benar-benar aku?”, aku sendiri terkejut melihat wajahku sendiri dicermin
dengan penampilan baruku. Aku sangat terlihat anggun. Benar-benar berbeda. “
Ayo kita berangkat.”, ia menarik tanganku. “ Tu..tunggu dulu. Senjataku masih
tertinggal” . Kami keluar dari rumah itu dan pergi menuju agen tiket. Kami
membeli tiket menuju Lotus Marsh.
Ini pertama kalinya aku naik kapal terbang. Kalau tidak
salah namanya ‘Albatros’. Aku bisa melihat seluruh desa disini. Udara sejuk
menerpa wajahku. Ini benar-benar menyenangkan. Andai saja aku bisa mengajak
Eithan. Aku harus segera sampai disana. Agar aku bisa cepat kembali. Kami telah
sampai di Lotus Marsh. Kami bertanya pada Master Guid Jose dimana rumah
Karacule. Dia tidak tinggal didalam desa. Rumahnya berada di Riverwoth. Kenapa
dia harus membuat rumah di tempat antah berantah seperti Riverworth? Bukankah
hidupnya akan lebih mudah jika rumahnya berada dalam Lotus Marsh? Siapa
perduli? Yang penting aku bisa kembali ke masa dimana sebenarnya aku hidup.
“ Di
sini sangat menyeramkan”, Cintia memegang tanganku erat-erat saat kami mulai
keluar dari Lotus Marsh. Situasi di Riverworth hampir tidak terkena sinar
matahari karena banyak tumbuhan menjulang tinggi yang menghalangi sinar
matahari. Banyak sekali serangga di sekitar sini. “ Haha... kalau begitu
dekat-dekat denganku saja.”, aku berusaha menenangkannya. “ Kau seperti sudah
terbiasa dengan situasi seperti ini.” . “ Tentu saja, aku kan diberi misi
untuk...”, hampir saja aku mengatakan hal yang terjadi dimasa depan. “ Di beri
misi untuk apa?” . “ Hahaha kau tahu itu adalah masa depan jadi tidak boleh
diberi tahu.” . Ia terlihat lemas, tiba-tiba ia terjatuh ke tanah, “ Cintia?
Bangunlah. Kau ini kenapa?” . Wajahnya pucat sekali. Aku melihat sekeliling dan
aku menemukan seekor ular sedang menggigit kakinya. Aku melemparkannya dengan
gelombang. Sial dia terkena racun.
Aku menaikannya keatas tongkat sihirku yang sudah melayang
diudara. Kami berdua menaiki tongkat itu untuk mencari dimana rumah Karacule.
“Ku mohon bertahanlah Cintia.”, dari kejauhan aku melihat sebuah rumah dan
satu-satunya rumah yang ada di Riverworft. Aku turun dari tongkatku dan
membantu Cintia berdiri. Aku mengetuk pintu rumah yang sangat mengerikan itu.
Aku pikir pintu itu membuka dengan sendirinya, ternyata sebuah sapu yang telah
disihir sehingga dia bukan hanya bisa bicara, tetapi bergerak dengan sendirinya
dan membukakan pintu itu. “ Ku mohon tolonglah. Temanku terkena gigitan ular.”,
pintaku pada sapu itu. “ Bawa temanmu masuk.”, ia membuka pintunya lebih lebar
sehingga kami berdua bisa masuk berbarengan. Aku menidurkannya di sebuah sofa
berwarna merah didepan perapian. Dia tergeletak lemas. “ Aku akan memanggil
master.” . Sapu yang bisa berbicara itu pergi ke sebuah ruangan yang pintunya
terbuat dari pohon Oak. Banyak tanda mantra di pintu itu. Sepertinya ruangan
itu sangat dilindungi, siapapun yang memasukinya selain orang-orang tertentu
akan merasakan akibat dari mantra itu. Seorang wanita dengan pakaian serba
merah keluar dari ruangan itu. “ Tolonglah temanku dia...” . “ Menjauhlah.”, ia
menyuruhku menjauh sebelum aku menjelaskan situasinya. Meskipun aku tahu ia
bermaksud baik tetapi itu sangat menyebalkan. Ia membaca mantra, ia meletakan
tangannya di luka gigitan ular itu. Dalam sekejap tangannya menghasilkan cahaya
yang menerangi ruangan. Meskipun aku sudah menutup mataku rapat-rapat cahaya
itu masih menyilaukan mataku. Cahaya itu mulai redup dan cairan bening itu
mulai keluar dari lukanya dan melayang di atas tangannya. Sebuah mangkuk
menghampirinya dan wanita itu menaruh racun yang melayang di tangannnya pada
mangkuk itu. Ia membawanya keruangan dengan pintu Oak dan penuh dengan mantra
itu. Beberapa menit kemudian ia keluar dari ruangan itu dan membawa dua botol
yang isinya semacam ramuan. Ia mengolesi ramuan itu pada lukanya dan
membalutnya dengan perban. Lalu ia meminumkan ramuan dari botol yang lainnya
pada Cintia.
“ Maafkan atas kelancanganku anak muda kau ingin minum
apa?”, tanya wanita itu padaku. “ Apa saja.”, jawabku. Sebuah teko dan cangkir
naik keatas meja. “ Ini minumanmu nona selamat menikmati.”, teko itu menuangkan
minuman ke cangkir. “ Sebenarnya tujuanku datang kesini untuk meminta bantuanmu.”,
aku memulai pembicaraan. “ Maafkan aku nona tetapi kurasa tugasku sebagai
Fairystar sudah selesai.” . Aku mati kutu dia berkata begitu. Apa aku tidak
bisa kembali ke masa depan? Apa aku tidak akan bertemu Eithan lagi. Memang
dimasa ini ada Eithan tetapi dia hanya menganggapku sebagai tante-tante
sedangkan dia masih remaja berumur 18 tahun. “ Aku berasal dari masa depan.”,
aku terpaksa mengatakannya, ini satu-satunya cara supaya ia mau mendengarkanku.
Ia berhenti meminum minumannya dan menatapku lekat-lekat dengan pandangan heran
sekaligus mengerikan. Ia mendekatiku, sampai-sampai ia duduk disampingku dan
masih menatapku dengan tatapan itu. Aku sampai bingung dengan tingkahnya dan
sedikit menjauhinya. “ Kau ingin bilang aku yang memindahkanmu kemasa ini?”,
akhirnya tingkah mengerikannya itu sedikit berkurang. “ Sebenarnya aku dibawa
kemasa ini oleh salah satu Dragon Followers, Diandra.” . “ Ini tidak mungkin,
hanya aku yang bisa melakukan sihir itu.” . “ Apa untungnya jika aku berbohong?”
. “ Ini sangat berbahaya, kenapa dia memindahkanmu ke masa ini?” . “ Karena aku
adalah slah satu Adventures yang akan menyelamatkan Ancient.” . “ Ancient sudah
aman. Aku memastikannya 40 tahun lalu.” . “ Sebenarnya Ancient yang baru telah
lahir, ia diculik oleh Dragon Followers.” . “ Kalau begitu kau harus cepat
kembali. Sangat berbahaya jika ada yang bisa menjelajah waktu sepertiku. Tapi
aku tidak bisa.” . “ Kenapa? Bukankah kau sendiri yang bilang aku harus segera
kembali?” . “ Aku sudah terlalu tua. Aku bisa saja mengantarmu kembali tetapi
bisa saja aku tidak bisa menjelajah waktu lagi dan tidak bisa kembali dimasa
ini.”, aneh rasanya dia mengatakan itu. Aku tahu umurnya sudah lebih dari 50
tahun tetapi penampilannya masih terlihat muda, seumuran denganku. “ Apa maksudmu?”
. “ Untuk menjelajah waktu dibutuhkan keadaan yang benar-benar sehat, tidak
terluka sedikitpun.” . “ Bagaimana jika pengunanya terluka?” . “ Sihir itu
tidak akan berhasil.” . ” Aku melemparnya dengan pedang es, aku yakin aku
mengenainya, tetapi ia masih bisa menghilang melalui portal itu.” . “ itu tidak
mungkin. Ia masih bisa menggunakan portalnya tetapi hanya bisa berpindah tempat
saja. Bukan menjelajah waktu.” . “ Jadi... Diandra ada di masa ini?” . “ Ya
tidak salah lagi. Tunggu disini sebentar nona, ada sesuatu yang harus
kulakukan.”, ia kembali masuk ke ruangan berpintu Oak. Lagi.
Cintia mulai sadar, ia memegangi kepalanya yang pusing
karena racun ular itu belum sepenuhnya terobati, “ Aduh.. sakit sekali.” . “
Syukurlah kau sudah bangun.” . “ Dimana kita?” . “ Dirumah Fairistar Karakule.”
. Awalnya ia seperti tidak terlalu mengerti apa yang kukatakan, beberapa detik
kemudian ia melompat dari kursi itu dan berteriak kegirangan. Karena racun itu
belum sepenuhnya ternetralisir ia terjatuh dan aku menangkapnya, “ Kau ini
belum sembuh. Kau harus istirahat.”, Aku membantunya berdiri dan kembali duduk
di sofa itu. “ Bagaimana tidak? Aku benar-benar senang bisa bertemu
dengannya.”, meskipun sebenarnya dia belum bertemu dengan Karacule. Dia
memberiku sebuah ide yang cemerlang. Karacule keluar dari ruangan itu “
Karacule, bagaimana jika aku belajar menggunakan sihir itu?”, sahutku sebelum
ia sempat menutup pintu ruangan itu. Ia melihatku dengan ragu beberapa saat
lalu tertawa, “ Hahaha, maafkan aku. Bukankah sebelumnya kau berkata kau
membuat pedang es. Kau seorang elemental kan? Mana mungkin kau bisa
menguasainya?” . “ Kurasa kau salah sangka. Bukannya aku bermaksud sombong,
tetapi aku ini lebih kuat daripada yang kau kira. Aku menguasai keduanya,
Elemental dan Force User. Aku ini murid terbaik, lulus di umur 15 tahun. Mereka
mengirimku untuk misi penyelamatan. Kau meragukan kemampuanku?”, aku
menyilangkan tanganku.
Ia membalikan badanya dan membekukanku, ia membuat api
berputar mengelilingiku. Api itu tidak berada dilantai, tetapi diudara setinggi
lenganku. Dia juga menerbangkan batu seukuran lenganku diatas kobaran api itu
dan sinar laser dibawahnya. “ Ini yang kau maksud? Apa kau bisa melakukannya?”,
katanya. Aku tidak terlalu memperdulikannya. Aku lebih terfokus untuk
membebaskan diri dari ikatan sempurna itu. “ Meskipun kau bisa menguasai sihir
Force User kau tidak akan terlalu bisa menguasainya. Kau hanya bisa dasarnya
saja. Kau bisa saja mempelajari ilmu Force User tetapi kau akan membutuhkan
waktu. Kau harus cepat kembali kan?”, senyuman mengejek benar-benar membuatku
ingin untuk membakarnya meskipun ia Fairistar atau semacamnya. “ Bagaimana jika
kau mengajariku? Aku ini Force User, jadi akan lebih mudah jika aku yang
melakukannya.”, kata Cintia. Dan kukira ini juga cukup bagus. Cukup bagus untuk
memulangkanku ke masaku dan melepaskanku dari penyihir gila ini. Karacule
menghilangkan sinar laser itu, lalu menghentikan grafitasi yang membuat batu
itu melayang, ia mematikan api yang berkobar lalu mencairkan es yang
membekukanku. “ Baiklah.”, ia membuka pintu dan keluar dari rumahnya. Kami
berdua saling memandang kebingungan, apa yang akan ia lakukan? Kami mencari
jawaban dengan mengikutinya.
Ia membuat sihir yang telah membawaku
kesini, ia membuka portalnya. “ Sebenarnya cara menjelajah waktu sangat mudah,
tetapi kesulitannya terdapat pada membuka portalnya.”, jelas Karacule. “
Bagaimana cara membukanya?”, tanya Cintia. Karacule melayangkan bukunya,
membalikan halamannya dan melayangkannya pada Cintia. “ Ini adalah sihir
ciptaanku, oleh karena itu hanya aku yang bisa melakukannya. Kau adalah orang
pertama yang kutunjukan cara melakukannya.” . “ Terima kasih, ini adalah suatu
kehormatan. Aku sudah sejak lama memimpikannya.”, Cintia terlihat sangat senang
mengetahui hal itu. ternyata ini yang dimaksud Master Sorceress terhebat di
Mana Ridge? Murid seorang Fairystar. Murid Karacule. “ Cobalah buka
portalnya.”, kata Karacule. Cintia membaca mantra yang berada di dalam buku
itu. Sebuah titik hitam muncul didepannya. Semakin lama titik itu semakin
membesar, tetapi tidak sampai sebesar portal yang dibuat oleh Karacule. Hanya
seekor kucing yang bisa melewati portal itu. Portal itu berhenti membesar dan
mulai mengecil. Cintia terlihat sedang menahan agar portal itu tetap membuka,
tetapi yang terjadi adalah sebaliknya. Portal itu tetap mengecil dan
menghilang. “ Aku masih kurang mengerti cara membukanya.”, keluh Cintia. “ Ini
adalah perpaduan sihir grafitasi dan kecepatan cahaya. Bayangkan kau
menghentikan bumi ini untuk berputar dan kau ingin melintasinya secepat
cahaya.”, jelas Karacule. Cintia menarik nafas panjang, dan memejamkan matanya.
Ia mengangkat tangannya dan membaca mantra itu lagi. Portal itu membuka lebar,
sama seperti milik master. Tetapi kelihatannya tidak stabil. Terlihat ada
sambaran petir dalam portal itu. Portal itu membesar dan mengecil. Tetapi
setidaknya lebih baik.
“ Jangan terlalu memaksa, sihir ini
akan sangat menuras tenaga. Kau bisa pingsan selama satu minggu penuh karena
menggunakan sihir ini lebih dari tiga kali sekaligus.”, Karacule
memperingatkan. Kenapa ia tidak bilang sejak awal? Cintia sudah menggunakannya
dua kali dan masih belum berhasil. Kalau aku jadi dia aku pasti akan mencobanya
lagi sampai aku bisa dan tidak memperdulikan resikonya. Keringatnya bercucuran.
Ia mengangkat tangannya dan membuka portal itu. Lagi. Portal itu terbuka
sempurna, sama seperti portal Karacule. Cintia terlihat kelelahan, tetapi tidak
sampai pingsan. Karacule tersenyum,” Sepertinya kau lebih cepat menguasainya daripada
yang kukira. Kenapa kau tidak mencobanya?”. Cintia terlihat bingung. Mungkin
dia agak sedikit takut untuk melakukannya. “ Aku juga ingin ikut. Bolehkah aku
ikut?”, aku ingin membantu menghilangkan rasa takutnya itu. Ia mengangguk
mengiyakan. “ Tunggu dulu anak-anak. Kau belum menguasai sepenuhnya jangan
menjelajah waktu. Kalau hanya berpindah tempat tidak apa-apa.”, kata Karacule.
“ Bagaimana jika kita kesekolah?”, tanya Cintia padaku. “ Sepertinya itu akan
berbahaya. Orang-orang akan tahu jika kau berguru pada Karacule dan banyak
orang yang akan belajar padanya. Jika disalah gunakan kejadian yang menimpaku
akan terjadi lagi.” . “ Bagaimana jika
kita ke tempat latihan dibelakang rumahku? Tidak akan ada orang yang melihat
kita disana.” . Aku agak ragu dengan ‘ tidak akan ada orang yang melihat’,
Eithan jelas-jelas pernah melihatku sedang berlatih disana. “ Baiklah, ayo kita
kesana.”, pilihan apa yang kita punya? Ia memegang tanganku erat-erat. Kami
berdua melangkah kedalam portal itu.
Sudah lama aku tidak merasakan sensasi
ini. Sensasi yang akan terasa jika kau memasuki portal. Seperti ada angin yang
sangat dingin dan berhembus sangat cepat melawan arahmu berjalan. Cahaya mulai
terlihat diujung ruang yang sangat gelap dan dingin ini. Kami melangkah menuju
cahaya itu. Kami keluar dari portal. “ Haha aku melakukannya. Kau lihat itu?
Aku melakukannya.”, Cintia berteriak kegirangan karena telah berhasil
memindahkan kami dari Riverworth. Tetapi aku sangat yakin kalau ini bukan
halaman belakang rumah Cintia, tempat dimana selama ini aku berlatih. Aku
sangat mengetahui aku berada dimana. “ Kurasa ini bukan tempat latihan yang
berada dibelakang rumahmu. Ini adalah rumahku.” . Aku tidak menyangka Cintia
telah menuntunku ke tempat dimana aku dilahirkan. Rumah sederhana yang berada
didekat sebuah lahan yang ditumbuhi oleh banyak pohon apel. Aku memandangi
rumah itu bagaikan mengembalikan kenangan yang sudah kubakar habis dan tidak
ingin mengembalikannya. Karena kenangan ini terlalu menyaktikan. Aku berjalan
menuju rumah sederhana itu. Aku memandanginya dari dekat. Seorang wanita
berpakaian sederhana, mengenakan topi bundar terbuat dari anyaman dan membawa
keranjang penuh dengan buah aple yang baru saja dipanen menghampiriku dan
menyapaku, “ Selamat datang nona. Ada yang bisa kubantu?” . Aku hanya terpaku
melihatnya, sesosok wanita yang sangat kukenal, sangat kusayangi. Ibu.
“ Nona?”, ibu mencoba membangunkanku dari kenangan lamaku.
“ A..aku mendengar seorang anak yang dapat mengendalikan sihir tinggal di rumah
ini.” . “ Siapa kau? Darimana kau
tahu?”, ibu mulai terlihat curgia dan ketakutan. “ Aku dikirim oleh sekolah
sihir untuk mencari anak-anak pengendali sihir.” . “ Oh.. begitu. Silahkan
masuk.”, ia membuka pintu rumah itu dan masuk kerumahnya. “ Sekolah sihir katamu?
Sebenarnya apa yang kau fikirkan?”, Cintia menggandeng tanganku dan menarikku
menjauh dari rumah itu. Aku menarik tanganku dan menghentikan langkahnya, “
Maafkan aku Cintia. Kau tunggu saja disini. Ada sesuatu yang harus kulakukan.”
. “ Kau meninggalkanku sendiri?” . “ Baiklah... ikutlah denganku, tetapi jangan
katakan apapun.” . Kami berdua masuk ke rumah itu. Meskipun ini adalah rumahku
sendiri tetapi rasanya seperti baru memasukinya pertama kali. Semua kenangan
masa kecilku seperti sudah terhapus oleh waktu. Kami duduk di kursi yang
terbuat dari kayu. Sangat sederhana. Ibu masuk ke sebuah ruangan untuk
meletakan buah apel hasil panennya itu. Lalu ia kembali ke ruangan dimana kami
berada dan memanggil anaknya, “ Angelina, kemarilah! Ada yang sedang
mencarimu.” . Seorang gadis kecil berambut pirang keluar dari ruangan yang bisa
disebut kamarnya yang sedang memegang boneka buatannya sendiri dengan kedua
tangganya. Dia adalah aku. Aku bahkan tidak ingat ada dua orang Sorceress yang
menghampiriku untuk masuk ke sekolah sihir.
“ Hai, aku Lina. Aku dengar kau bisa
mengendalikan sihir. Bisa kau memperlihatkannya padaku?”, aku mengatakan
padanya namaku Lina dari AngeLINA supaya dia tidak curiga. Wajah kami sudah
mirip, kalau aku beritahu namaku yang sebenarnya sudah pasti akan ketahuan. Dia
mundur beberapa langkah, dia terlihat ketakutan dan memegang boneka itu
erat-erat. “ Oh ya mafkan aku, aku diutus oleh sekolah sihir untuk mencari anak
hebat yang bisa mengendalikan sihir.” . Ia masih terlihat ketakutan. “ Kau
ingin kutunjukan sesuatu?”, aku membujuknya dengan sedikit sihir. Aku
menyalakan api ditanganku, dia terlihat kagum aku melakukannya. Sepertinya cara
ini sangat ampuh, dari mengalahkan musuh sampai membuat anak kecil terkagum-kagum.
“ Aku takut. Aku takut akan menghancurkan semuanya.”, akhirnya dia mau bicara.
“ Kalau begitu kita lakukan diluar saja. Aku juga akan menunjukanmu sesuatu
yang lebih mengagumkan dari pada bola api kecil ini.”, aku mengulurkan tanganku
padanya. Ia seperti agak ragu menerima tawaranku. Akhirnya ia membalas uluran
tanganku. Aku mengajaknya keluar dari rumah. Didepan rumah itu terdapat lahan
yang sangat luas. Sempurna.
Aku melepaskan tangan Angelina kecil
dan mulai melakukan sedikit sihir. Aku membuat air mancur dari es, airnya
membeku saat di mancurkan seperti kembang api. Aku juga membuat bunga dari es
disekeliling air mancur itu. Tak lupa menambahkan SNOWMAN didepan air mancur
itu. “ Bagaimana menurutmu? Terkesan?” . Matanya berbinar-binar, senyuman kagum
sekaligus bahagia terlukis jelas diwajahnya. Ia tak henti-hentinya
memandangi... bisa dibilang hasil karyaku yang sederhana tapi menakjubkan.
Baginya. Ekspresinya berubah drastis. Matanya menjadi kosong. Senyuman itu
menghilang. Ia memberikan bonekanya pada Cintia dan memandangi kedua tangannya.
Ia seperti berusaha melakukan sesuatu. Setelah itu bola api keluar dari
tangannya. Senyuman itu kembali. “ Wow, kau bisa melakukannya. Hebat sekali.”,
aku juga mengeluarkan api ditanganku. “ Sepertinya kau akan jadi Sorceress yang
hebat nanti”.
Saat indah itu terusik dengan
terbukanya sebuah portal didepan kami. “ Cintia, apa kau membuka portalnya?”,
aku bertanya padanya karena diantara kami hanya dia yang bisa melakukannya. “
Aku tidak melakukan apapun. Yang kulakukan hanya menjaga bonekanya.”, ia
menggelengkan kepalanya dan kedua tangannya masih mendekap boneka milik
Angelina kecil. “ Bersiaplah, mungkin dia adalah musuh.”, tangan kiriku
melindungi Angelina kecil dan tangan kananku menyalakan api dan siap menyerang.
Seorang gadis keluar dari portal itu. Ia adalah gadis yang membawaku ke tempat
yang seharusnya tidak kukunjungi. Gadis yang terluka akibat perlawananku untuk
menghentikannya membawaku masuk kedalam portal saat aku bersama dengan Eithan,
“Diandra.” . Luka akibat pedang es ku sangat parah. Ia memegangi lukanya dan
hampir terjatuh ketanah. Portal itu masih membuka. Aku mendorong Angelina kecil
pada Cintia, “ Bawa dia pergi dari sini.” . “ Apa? Tapi kemana? Bagaimana
denganmu?” . “Cepat bawa dia pergi dari sini. Tempat ini sangat berbahaya.” .
Cintia memberikan boneka itu dan menggandeng tangan Angelina lalu mengajaknya
untuk pergi, “ Angelina, ikutlah denganku. Kita harus pergi, tempat ini
berbahaya.” . Ia melepaskan tangannya dari pegangan Cintia. Jelas itu berarti
tidak. Ia mundur beberapa langkah. “ Aku akan membawamu ke tempat yang aman.”,
bujuk Cintia. Bukannya ia meng-iyakan malah ia lari secepat yang ia bisa menuju
rumahnya. Diandra mencoba menyerang anak kecil itu dengan sinar laser karena ia
tahu jelas-jelas aku akan melindunginya.
Aku berlari mengejarnya lalu membuat
mantra pelindung. Ia mencoba menembus pertahananku dengan mantra yang paling
kubenci. Aku benar-benar sudah muak melihatnya. Mantra itu selalu mendorongku
ke dalam masalah. Mantra terlarang itu. Ia men-sumon banyak meteor berukuran
besar dan banyak dengan area yang luas. Lagi. Naas kami sudah sangat dekat
dengan rumah itu. Meteor itu menimpa rumah itu dan meratakannya dengan tanah.
Aku tidak bisa melakukan apa-apa. Aku hanya terpaku melihat rumah itu hancur
bersama kenangan yang berada didalamnya.“ Ibu... Ibu masih didalam sana”,
Angelina menangis tanpa bersuara. Hanya ada air mata yang membasahi pipinya. Ia
berlari keluar dari mantra pelindungku. Aku tidak bisa mencegahnya karena
pelindung ini hampir musnah, ” Angelina, tetap berada di dalam sini. Kau bisa
terluka.” , aku hanya bisa memperingatinya. Ia tidak menghiraukanku. Ia tetap
berlari menuju rumah itu. Sebuah batu seukuran dua kepal tangan orang dewasa
mengenai kepalanya. Ia terjatuh ketanah, banyak darah mengalir dari kepalanya.
Aku menghilangkan sihir pelindungku dan berlari ke arah Angelina. Aku
melindunginya dari hujan meteor itu. Ia tak sadarkan diri. Diandra telah
menghentikan mantranya. Aku membekukannya dan menyerangnya dengan kobaran api
yang berbentuk seperti angin topan, “ Cintia cepat bawa Angelina keluar dari
sini. Jangan hiraukan aku. Kembalilah setelah kau pastikan dia berada di tempat
yang aman.” . “ Tapi...” . “ Ini bukan saatnya untuk berdebat. Cepat pergi dari
sini.” . Cintia melakukan apa yang kukatakan. Ia membawa Angelina kecil dan
mulai membuka portal. Mereka masuk kedalam portal itu, lalu menghilang.
Aku mematikan kobaran api itu. Diandra
tergeletak penuh dengan luka bakar diatas tanah. Ia bangun dengan menopang
tubuhnya pada tongkat sihir miliknya. “ Ini semua belum berakhir. Aku akan
membunuhmu.”, ia membuka portal dan masuk kedalamnya. Ia telah pergi. Kini
hanya ada aku seorang. Aku dan reruntuhan rumahku. Dan juga Ibu yang terbunuh
karena masih berada didalam rumah itu. Aku menjatuhkan tongkat sihirku dan bola
kristalku. Aku berdiri diatas kedua lututku. Aku hanya terpaku melihat semua
kebahagiaan terindah dalam hidupku hancur dalam waktu yang sangat singkat.
Teriakannya saat menghadapi kematian masih terngiang di kepalaku. Aku menutup
kedua telingaku dan menangis histeris. Aku menangisi kepergian ibuku. Menangisi
telah melupakan bagian terpenting dalam hidupku. Meratapi nasibku. Menangis dan
memanggil Ibuku. Di dalam buku dongeng selalu ku jumpai pahlawan pasti akan
mengorbankan sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya demi menjaga
perdamaian. Ternyata hal tepenting itu adalah Ibuku. Dadaku terasa sesak.
Sesakit inikah pengorbanan itu? dan yang paling menyakitkan adalah aku tidak
bisa berbuat apa-apa dan melupakannya seperti tidak ada yang terjadi. Sebuah
portal membuka tepat dibelakangku. Cintia khawatir saat melihat keadaanku. Ia
memelukku erat-erat untuk mencoba menenangkanku, “ Sudahlah Angelina
tenanglah.” . Aku mendorongnya dan menyerangnya dengan bola api. Seranganku mengenai
lengannya. Ia memegangi lukanya dan memandangku dengan pandangan ketakutan. Aku
merasa bersalah dan memandangi kedua tanganku. Apa yang telah kulakukan? Aku
melukai orang yang sangat perduli padaku. Bukan dia yang seharusnya kuserang.
Tetapi Diandra. Cintia memegang kedua tanganku saat aku memandanginya. Aku
mengalihkan pandanganku pada Cintia. “ Ayo kita pulang.”, Ia membuka portal dan
mengajakku masuk kedalamnya.
Pemandangan kekacauan yang baru saja
terjadi berganti dengan pemandangan satu-satunya rumah yang berada di
Riverwrorth. Karacule tampak sedang menunggu kedatangan kami berdua. Dia tidak
mengucapkan apapun. Hanya pandangan turut berduka cita yang ia tunjukan padaku.
Ia membuka pintu rumahnya dan mempersilahkan kami masuk. Aku duduk di sofa berwarna
merah didepan perapian itu. Karacule memberikan sebuah selimut dan Cintia
memakaikannya padaku. Teko itu menuang minuman ke cangkir untukku. Minuman
herbal yang entah terbuat dari apa tetapi sanggup memperbaiki suasana hatiku.
Meski hanya sedikit. Aku memandangi api yang menyala dalam perapian itu.
Kehangatannya membuatku untuk menjadi lebih kuat. Membakar semua kesedihanku. “
Aku akan membunuhnya. Mengurungnya dalam penjara hanya akan sia-sia. Dia akan
keluar dari sana dan membunuh orang yang aku sayangi. Aku harus mengakhiri ini.
Aku tidak perduli Eithan memohon agar aku tidak akan membunuhnya. Aku tidak
perduli dia akan membenciku jika aku membunuh adiknya. Aku akan membunuhnya
sebelum dia membunuhku.” . “ Angelina.” . Aku meletakan cangkir berisi minuman
herbal itu diatas meja. Berdiri dan melemparkan selimut yang melnyelimuti
tubuhku. Mengambil tongkat sihir dan bola kristalku. Melangkahkan kakikku
keluar dari rumah itu.
“ Angelina, hentikan. Membunuhnya
tidak akan membawa semuanya kembali.”, Cintia memegang tanganku, mencoba
menghentikanku. “ Jangan menghalangiku. Atau aku akan membunuhmu. “ . Dia
melepaskan tanganku. Tatapannya seperti ... kasihan, prihatin, dan sedih. Ia
ketakutan. Aku terpaku melihat tatapannya. Aku tidak perduli. Aku membalikan
badanku dan mulai menyiapkan mantra supaya tongkatku bisa membawaku untuk
terbang. Sebelum aku selesai melakukannya dia menghentikanku. Caranya sama
dengan cara Diandra waktu itu. “ Maafkan aku. Aku harus melakukan ini.” . “
Sial lepaskan aku. Kau tidak mengerti apapun yang kurasakan. Aku juga tidak
akan segan membunuhmu jika kau menghalangi jalanku.” . Ia menambahkan
pengikatku dengan sihir grafitasi. Sempurna. Aku benar-benar tidak bisa bergerak.
“ Tentu saja aku tahu.”, ia mengeluarkan air mata saat mengatakannya. “ Aku
tahu rasanya melihat orang yang sangat kusayangi mati dihadapan kedua mataku.
Tentu saja aku juga merasakan apa yang kau rasakan.” . “ Cintia.. aku..” . “
Kau kira balas dendam akan merubah apapun?” . Aku hanya terdiam. Jika aku dapat
bergerak aku akan menundukan kepalaku. Sayangnya aku hanya bisa memejamkan
mata. “ Lebih baik kau relakan semua ini dan lakukan sesuatu yang lebih baik.
Lakukanlah sesuatu pada Angelina. Pada dirimu sendiri.” . Aku menarik nafasku
dalam-dalam, membiarkan semua bebanku mengalir seperti air. Mencoba menerima
semua ini dan berfikir apa yang akan kulakukan selanjutnya. Semakin lama dadaku
yang terasa sesak karena kejadian itu mulai terasa lega. “ Katakan padaku
dimana Angelina sekarang. Aku akan memasukannya ke sekolah sihir. Sehingga masa
depan tidak akan berubah.” . Cintia memejamkan kedua matanya, menarik nafas
dalam-dalam dan mengusap air matanya. Ia menghilangkan semua mantra yang ia
gunakan untuk menghentikan pergerakanku. Ia mengulurkan tangannya untuk
membantuku berdiri. Aku menerima uluran tangannya. “ Akan kutunjukan dimana dia
sekarang.”
Kami berdua memasuki rumah Karacule.
Ternyata Karacule berada didepan jendela. Melihat semua kejadian konyol itu dan
tidak melakukan apapun seakan ini hanya sebuah tontonan yang bagus untuk dilihat.
Cintia memanduku ke sebuah kamar dengan pintu yang terbuat dari pohon Oak
tetapi tidak terdapat satupun mantra yang melindungi ruangan itu. Ini hanya
kamar untuk tamu. Aku melihat sosok diriku saat masih berumur delapan tahun
terbaring diatas tempat tidur. Tak sadarkan diri. Entah ia tertidur atau masih
pingsan akibat benturan keras yang mengenai kepalanya. Aku tidak akan
membangunkannya. Membangunkannya dari mimpi yang indah itu. Membiarkannya tetap
berada di mimpi itu sebelum akhirnya menerima kenyataan pahit ini. Kepalanya
terluka. Luka akibat terkena batu yang berasal dari mantra penyihir yang
mempunyai tujuan utama untuk membunuhku. Ia benar-benar menyerang membabi buta.
Bahkan tidak peduli berapa nyawa yang terenggut hanya untuk bisa mencapai
tujuannya itu. Aku duduk disampingnya. Memandangi wajahnya, seperti melihat
pada cermin. Aku mengelus rambutnya, seperti seorang kaka yang melihat adiknya
sedang teridur lelap. Tersadar akan bagaimana aku memulai hidupku dalam dunia
sihir. Ternyata bukan kedua orang tuaku yang menyekolahkanku disana. Tetapi
diriku sendiri.
Ia terbangun dari tidurnya. Ia duduk
dan menyenderkan diri pada ranjang itu. Ia melihat sekeliling. Melihatku dan
Cintia. Ia terlihat seperti kebingungan. “ Kau sudah sadar. Apa kau merasakan
sakit?”, tanyaku. “ Kau siapa?”, bagaimana mungkin dia tidak mengenalku?
Jelas-jelas aku telah memperkenalkan diriku dan melakukan banyak hal
menyenangkan bersamanya. “ Kau tidak mengenalku?” . Ia menggelengkan kepala. “
Aku Luna. Siapa namamu?”, aku memastikan dia tidak hilang ingatan. Ia tidak
menjawab. Ia seperti mengingat sesuatu tetapi tidak menemukannya didalam
memorinya. “ Kau tidak ingat?”, tanyaku. Ia menggelengkan kepalanya. Lagi. “
Namamu Angelina. Kau ini memiliki bakat mengendalikan sihir.”, jelasku. “
Sihir?” . “ Ya. Kau ingat dengan ini? Aku pernah menunjukannya padamu.”, aku
menyalakan bola api ditanganku. Ia masih seperti pertama kali melihatnya. Menunjukan
ekspresi yang sama saat aku menunjukan bola api ini pertama kali. Ia seperti
teringat sesuatu. Ia berusaha melakukanya. Membuat bola api. “ Iya seperti itu.
Kau ingat? Kita pernah melakukan ini dulu.” . Ia menggelengkan kepala. Aku
hanya bisa menghela nafas panjang, “ Kau sangat ahli mengendalikan sihir. Kau
langsung bisa membuat bola api saat pertama kali mencobanya. Apa kau ingin
mempelajari ilmu sihir lebih dalam?” . “ Apa aku bisa hebat seperti dirimu?” .
“ Tentu. Belajar yang rajin. Jika memiliki tekad kau bisa melakukannya.” . “
Baiklah.” . “ Aku akan mendaftarkanmu di sekolah besok.” . Ia tersenyum
bahagia.
Waktu berjalan sangat cepat. Fajar
telah terterbit. Seorang anak kecil yang sudah berpakaian rapi membangunkanku.
“ Kaka ayo bangun. Kita akan ke sekolah sihir kan?”, ia mengatakannya sambil
menggerakan tubuhku. Aku tidak tahu kalau waktu kecil aku sangat menggemaskan
sekaligus menyebalkan. “ Matahari baru saja terbit. Kau sudah rapi begini. Kau
bangun jam berapa?” . “ Aku tidak bisa tidur. Aku tidak sabar masuk ke sekolah
sihir. Jadinya aku mempersiapkan diri pergi ke sekolah.” . “ Hahaha, tidak
mungkin kita berangkat sekarang. Kita akan berangkat jam delapan. Aku perlu
mempersiapkan diriku juga. Apa kau lapar?” . “ Iya.” . “ Kak Cintia sangat
pandai memasak. Dia akan memasak makanan untuk kita. Setelah itu kita akan
berangkat setuju?” . Ia menganggukan kepalanya. Ia berlari keluar dari kamarku.
Dasar anak kecil. Terpaksa aku bangun dari ranjangku. Keluar dari kamarku dan
duduk di sofa depan perapian itu. Aku menyalakan apinya dengan melemparkan bola
apiku. Sangat mudah. Cintia juga baru bangun dari tidurnya. Ia mengusap
matanya, “ Ha? Kau sudah bangun.” . “ Ya, selamat pagi.” . “ Selamat pagi kak
Cintia.”, entah dari mana diriku yang masih kecil itu datang. Apa anak sekecil
itu sudah bisa teleportasi? . “ Pa..pagi.”, Cintia sempat terlihat shock saat
sikecil Angelina datang tiba-tiba dihadapannya. Ia mencubit pipinya sendiri.
Dia terlihat kesakitan. Hahaha, apa cara kuno itu benar-benar membuktikan ia
bermimpi atau tidak? Siapa yang tahu.
“ Kata kak Lina kau akan membuatkan
kami makanan enak. Bisakah kau membuat pai apel. Aku suka sekali pai apel.”, ia
bicara dengan cepat. Butuh beberapa waktu untuk memahami perkataannya. “
Entahlah... ini bukan rumahku.”, jawab Cintia. Ekspresi Angelina kecil langsung
berubah drastis. Dia hampir menangis. Meskipun ia sedang sedih tapi ia terlihat
sangat imut dan lucu. Aku hampir tidak bisa menahan untuk tertawa. “ Semua
bahan yang kau butuhkan tersedia disini. Lagi pula kau juga harus membayar
kebaikan hatiku yang telah membiarkan kalian tinggal dirumahku.”, Karacule
tiba-tiba bergabung bersama kami seperti petir yang menyambar tanah. “
Waaaaaaaaah.... Asiiiiiik. Pai apel.” Ia langsung berteriak kegirangan dan
berteleportasi. Lagi. “ Kau harus menjaganya. Jangan sampai dia menghilang
karena teleportasinya yang masih belum sempurna.”, ia mengatakannya dengan nada
tidak perduli. Atau pura-pura tidak perduli. Ia masuk ke ruangan khususnya.
Lagi. Aku dan Cintia saling memandang, lalu tertawa. Menertawakan kejadian
singkat yang jarang ditemui ini. “ Baiklah, aku akan memasakan pai apel
spesial.”, ia berjalan menuju dapur. “ Cintia, aku..”, aku hendak menanyainya.
Tetapi entah mengapa sulit sekali mengatakannya. Seperti sudah diujung lidah
tetapi sulit sekali untuk dikeluarkan. “ Ya?”, ia mulai penasaran dengan apa
yang akan kuucapkan. “ Maafkan aku.” . “ Ha? Hahaha. Kau hanya ingin mengatakan
itu?” . “ Kau... tidak marah padaku?” . “ Marah? Untuk apa?” . “ Kejadian kemarin.
Sampai-sampai kau harus mengikatku seperti itu.” . “ Oh.. itu. Tentu saja aku
tidak marah.” . “ Syukurlah. Aku selalu terfikir tentang itu.” . Cintia
tersenyum dan meninggalkanku diruangan itu. Ia mulai memasak pai apel.
Aku menikmati hangatnya api ditengah
kedinginan dipagi hari. Menyenderkan tubuhku pada sofa itu dan meluruskan kedua
kakiku. Tiba-tiba Angelina melintas
didepanku dan tersandung oleh kedua kakiku yang sedang relaksasi itu. “ Hahaha.
Jangan berteleport seenaknya. Kau bisa tersesat.” . Ia cemberut aku mengatakan
itu. “ Bagaimana jika kita ke tempat perbelanjaan?” . Ia masih berekspresi
seperti itu. “ Kau akan butuh banyak perlengkapan untuk sekolah di sekolah
sihir. Kita akan membeli tongkat sihir pertamamu.” . “ Asiiik”, ia akan berteleport
lagi. “ Eits, mau kemana kau?”, aku memegang tangannya. “ Lepaskan tanganku.” .
“ Tapi ada sedikit peraturan disini.” . “ Peraturan?” . “ Iya. Nomor satu dan
satu-satunya. Jangan menghilang dari hadapanku. Baik berlari atau
berteleportasi. Itu akan sangat menganggu jika kau menghilang.” . “ Baiklah” .
“ Pai apel spesial sudah siap. Siapa yang lapar?”, Cintia keluar dari dapur dan
membawa pai apel itu ditangannya. Angelina berlari kearahnya dan mengabaikanku.
Dan juga peraturanku. Aku juga mengikutinya. Karena aku juga suka sekali dengan
pai apel. Kami memakan pai apel itu, tak ketinggalan juga Karacule. Memang
kenikmatan pai apel tidak ada duanya. Ternyata sudah sejak kecil aku menyukainya.
Mungkin karena ibu menanam pohon apel sehingga sering memasakannya untukku.
Tidak. Aku harus merelakan kepergian ibuku.
Setelah itu kami mempersiapkan diri untuk pergi belanja kebutuhan
sekolah Angelina dan mendaftarkannya ke sekolah sihir.
Kami berpamitan dengan Karacule,
karena kami akan langsung pulang dan tidak kembali kerumahnya lagi. Tak lupa
berterima kasih karena semua kebaikannya selama kami tinggal dirumahnya. Aku
menggandeng tangan Anggelina kecil, dan mengedipkan mata kananku, “ Ingat
perjanjian kita?”. Awalnya ia menunjukan bahwa ia kecewa lalu ekspresinya
berubah menunjukan bahwa ia setuju dengan perjanjian yang sebenarnya tidak
penting itu. Kami menuju kota Saint Heaven, dimana pusat kerajaan berada.
Banyak sekali penduduk yang hidup disana. Meskipun masih terlihat kuno jika
dibandingkan dengan masa dimana sebenarnya aku hidup. Banyak sekali penjual di
kota ini. Salah satu yang kami kunjungi yaitu Merchant Kelly. Dia tampak sangat
anggun. Aku harap kami menemukan barang yang kami butuhkan disini. “ Selamat
datang. Ada yang bisa saya bantu?”, tanya merchant itu. “ Aku ingin mencari
tongkat sihir dan bola kristal untuk anak ini. Apa kau menjualnya?”, jawabku .
“ Maaf, aku hanya menjual kebutuhan sehari-hari. Kalau kau mencari senjata
lebih baik kau menemui Merchant Deaween. Ia menjual senjata yang kau cari.” . “
Oh begitu. Bisa kau tunjukan dimana tempat Merchant Deaween berjualan?” . “
Tepat didepan gerbang menuju istana.” . “ Terimakasih” . Kami semua pergi
mencari Merchant yang bernama Merchant Deaween itu kecuali satu anak kecil yang
bersama kami. Ia masih tetap disana saat kami mulai melangkahkan kaki
meninggalkan Merchant Kelly. “ Pai apel ini terlihat berbeda.”, tanya versi
kecilku dengan polos. “ Itu adalah pai apel emas, orang yang memakannya akan
terlihat cantik. Tentu saja harganya tidak murah.” . “ Ehem... kita harus
pergi.”, kataku. “ Belikan aku pai apel itu.”, ia memohon padaku. Aku tidak
bisa menolaknya karena ekspresinya itu akan membuatmu merasa bersalah jika kau
tidak menurutinya. “ Berapa harga pai apel itu?”, tanyaku pada Kerchant Kelly.
“ 100.000 gold.”, jawabnya singkat. “ Apa? Mana ada harga pai apel semahal itu?
apa kau bercanda?” . “ Tentu saja tidak. Pai apel ini terbuat dari apel emas.
Adiku langsung terlihat cantik setelah memakannya.” . “ Mana mungkin ada apel
emas seperti yang kau katakan.” . Cintia menyentuh pundaku, memberi isyarat
untuk menyerahkan urusan ini padanya. “ Aku pernah membaca tentang apel emas,
tetapi semuanya hanya legenda, tidak mungkin ada orang terlihat cantik dalam
sekejap hanya karena memakan pai apel emas itu.”, kata Cintia. Dia benar-benar
terlihat meyakinkan. Padahal khasiat apel emas itu benar-benar nyata. Meski aku
hanya membacanya dibuku. “ Ta..tapi adikku benar-benar memakannya.”, Merchant
Kelly mulai terpengaruh dengan kata-kata Cintia. “ Mungkin sejak awal adikmu
memang sudah cantik. Bukan karen dia memakan pai apel itu.” . “ I..itu tidak
mungkin.” . “ Kalau kau menjualnya dengan harga mahal, pai itu tidak akan laku
terjual dan akan membusuk. Tentu saja kau akan rugi. Bagaimana jika kami
membelinya. Tetapi dengan harga pai apel pada umumnya?”, sedikit lagi berhasil.
Merchant Kelly sangat jelas terlihat bingung. Ia menghitung dengan jarinya. Dan
sesekali ia meihat pada kami. Ia menghela nafas panjang, “ Baiklah, aku akan
menjualnya dengan harga 5 gold” . “ Cintia membayarnya dan Merchant Kelly
memasukan pai apel emas itu pada kantung belanjaan. “ Terima kasih.”, Angelina
melambaikan tangannya pada Merchant itu. Aku menggandeng tangan Angelina dan
mulai mempercepat langkah kami. Ia tersadar bahwa kami telah menipunya.
“ Hampir saja.”, aku menghela nafas
panjang. Menghirup udara sebanyak yang aku bisa karena ketegangan akibat
kejadian yang baru saja terjadi. “ Apa boleh buat. Kau memaksaku menipu gadis
penjual pai berumur 6 tahun itu. Dia sangat pandai. Untung saja ia masih mau
memberikannya pada kita.”, kata Cintia. “ Sebenarnya bukan aku yang membawamu
pada situasi ini. Tetapi anak ini.” . “ Sama saja denganmu tahu.”, Cintia mulai
marah. “ Hei... kau lihat itu? ada penjual barang bagus didepan istana pasti
itu Merchant yang dimaksud. Ayo kita kesana Angelina.”, aku mengganti topik
pembicaraan dan pergi meninggalkan Cintia yang sedang memarahiku. “ Tunggu
aku.”, sahutnya. “ Hanya orang yang membeli barangku yang bisa menjadi kaya.”,
kata Merchant Deaween sehingga barang dagangannya bisa laku keras. Orang
berdesak-desakan membeli barang yang diperjualkan itu. “ Bagaimana ini? Kita
tidak akan bisa melihat barang yang ia jual.”, keluh Cintia. Sebuah ide
cemerlang terlintas dikepalaku, “ Cintia lakukan yang aku katakan padamu.” . “
Apa maksudmu?” . Meskipun aku ini pengguna sihir elemen tetapi aku juga pernah
belajar dasar sihir Force User. Aku menggeser segerombolan orang itu dengan
gelombang sehingga membentuk sebuah jalan menuju barang yang ia dagangkan itu. “
Lakukan sihir grafitasi untuk menahan mereka.”, perintahku. “ Bukannya ini
kekerasan?” . “ kau punya cara lain?” . Ia tak berkata apapun dan menuruti apa
yang aku katakan. “ Permisi. Apakah kau menjual tongkat sihir dan bola kristal
untuk pemula?”, tanyaku padanya. “ Kau tidak terlihat kaya.” . “ Jawab saja.
Kau menjualnya atau tidak?” . “ Katakan padaku apa yang tidak bisa kau temukan
disini?”, ia masuk ke tempat ia berdagang dan mulai mencari. Tak lama ia keluar
membawa barang yang sedang kami cari.” . “ Ini dia.” . Aku menerimanya dan
memberikannya pada Angelina kecil. “ Cobalah.” . “ Bagaimana caranya?” . “
Cobalah dengan Fire Flame Intohara. Itu adalah mantranya.” . Ia menerima
tongkat sihir dan bola kristal itu. Ia mencobanya dengan mantra yang kubacakan.
Semburan api keluar dari tongkat itu. Ukurannya bisa dibilang cukup besar dan
menakuti orang-orang yang sedang berada disana. “ Kurasa barang ini cukup
bagus. Berapa harganya.”, tanyaku. “ untuk nona cantik akan kuberikan harga
spesial. Cukup 50 gold kau bisa membawa keduanya.” . “ Jangan bilang kau
bercanda. Ini hanya senjata pemula. 50 gold itu harga senjata Sorceress yang
sudah ditingkat selanjutnya.” . “ Bagai mana jika 45 gold.” . “ Jika kau
memberiku harga 10 old untuk keduanya aku akan membelinya.” . “ Aku akan
bangkrut jika menjualnya dengan harga 10 gold.” . “ 15 gold.” . “ Bagaimana
dengan 30 gold?” . “ 20 gold. Jika kau tidak menyetujuinya kami akan mencari
senjata ditempat lain saja.” . Ia diam sejenak, “ Baiklah...” . Aku membayarnya
sesuai perjanjian dan pergi meninggalkannya. Tak lupa Cintia menghilangkan
sihir grafitasinya itu. Orang-orang yang telah terbebas dari mantra Cintia
kembali berdiri dan mengerumuni barang dagangan Merchant Deaween.
Di lain waktu, Diandra telah terluka
sejak kejadian itu. Ia hanya bisa terbaring lemas diatas kasur sebuh ruangan
yang sangat gelap. Tak ada perabotan apapun kecuali ranjang tempat ia
merebahkan diri. Ruangan yang hanya diterangi oleh sebuah lilin kecil. Tak ada
tabib, bahkan ramuan yang diberikan oleh Dragon Followers yang telah
mengirimnya untuk membunuhku. Tubuhnya demam karena luka itu. Seseorang membuka
pintu ruangan itu. seberkas cahaya langsung menerangi ruangan itu. Cahaya itu
membutakan mata Diandra yang telah lama berada di ruang gelap itu. “ Dasar
lemah. Kau tidak becus mengurusi seorang gadis penyelamat Ancient.”, kata
seseorang yang membebaskannya dari penjara. “ Ini semua karena kau tidak
berusaha menyembuhkanku.” . Ia melemparkan sebuah ramuan pada Diandra, “ Ini
yang kau butuhkan. Jika kali ini kau gagal. Kau akan tahu akibatnya.” . Ia pergi
dari ruangan itu dan membanting pintunya.
“ Hmm.. hari ini menyenagkan sekali.”,
kata Angelina kecil sambil memakan pai yang kami beli dari Merchant kecil yang
kami tipu. Kami duduk di bawah air mancur didepan gerbang istana. “ Bersenang
senanglah sebelum akhirnya kau memasuki sekolah sihir dan tidak akan bisa
keluar sebelum kau lulus dari sana.”, aku menakutinya. “ Ti... tidak bisa
keluar?”, ia berhenti memakan makanan kesukaannya itu dan terlihat ketakutan. “
Lina, kau tidak boleh berkata seperti itu. tentu saja disana akan menyenangkan.
Kau bisa belajar sihir dan mengasah kekuatanmu.”, sahut Cintia. Dia tampak lega
setelah mendengar kata-kata Cintia. Benar-benar polos. “ Cepat habiskan
makananmu lalu kita berangkat menuju sekolah itu.”, kataku. Ia tersenyum dan
menganggukan kepalanya. Ia melanjutkan makannya dengan lahap. Setelah makanan
itu habis, kami melanjutkan perjalanan menuju sekolah sihir. Kami kesana
menggunakan teleportasi yang dilakukan oleh Cintia. Dalam sekejap kami sampai
ke sekolah itu.
“ Apa yang kalian lakukan disini?”,
tanya penjaga pintu gerbang sekolah itu. Memang tidak ada sedikitpun yang
berubah. “ Aku ingin mendaftarkan anak ini.”, jawabku singkat. Mereka menghilangkan
mantra pelindung yang melindungi sekolah itu dari serangan orang luar yang akan
membahayakan seluruh siswa dan membuka pintu gerbang itu. “ Silahkan masuk.
Akan kuantarkan kau untuk bertemu kepala sekolah.” . Kami mengikutinya.
Menyusuri lorong-lorong yang sepanjang jalan diterangi oleh cahaya lilin.
Berbelok-belok. Sampai akhirnya kami menemukan sebuah pintu yang bertuliskan
ruang kepala sekolah. Penjaga itu membukakan pintu untuk kami dan
mempersilahkan kami masuk. Ruangan itu sangat rapih dan sangat persis seperti
yang aku ingat. Saat kami memasuki ruangan ia sedang melihat keluar jendela.
Mengawasi keadaan dari atas sini. Ia tersadar bahwa kami telah memasuki
ruangannya. Ia membalikan badannya dan duduk di kursinya. “ Maafkan aku, apakah
ada yang bisa kubantu?” . “ Kedatangan kami disini adalah untuk mendaftarkan
anak ini untuk bersekolah disini.”, kataku. “ Siapa namamu gadis manis?” . “
Angelina.” . “ Bisakah kau tunjukan kemampuanmu dalam mengendalikan sihir?” . “
Tentu. Tapi apakah aku akan melakukannya disini?” . “ Mengapa tidak?” . “
Bagaimana jika aku merusak ruangan ini?” . “ Ruangan ini sudah diberi mantra
pelindung. Banyak anak-anak berbakat yang telah menunjukan kemampuan mereka
diruangan ini.” . “ Baiklah..” . Aku dan Cintia mundur beberapa langkah. Angelina
kecil menghela nafas panjang dan mulai membaca mantra yang baru saja aku
ajarkan saat kami membeli tongkat sihir dan bola kristal itu. Semburan api
keluar dari tongkatnya. Kepala sekolah itu sangat terkejut melihatnya. “
Bagaimana mungkin kau bisa melakukan sihir itu? Apa kau sudah pernah masuk
sekolah sihir sebelumnya?”, tanyanya keheranan. “ Tidak. Kak Lina hanya
memberitahuku mantranya. Entah mengapa aku langsung bisa mengunakannya.” . Aku
tidak kaget jika dia seperti itu. Dia adalah aku. “ Baiklah kau diterima. Mulai
besok kau bisa mengikuti pelajaran.” . “ Terima kasih.”, senyuman bahagia
terlukis jelas diwajah Angelina. Karena Angelina sudah diterima disekolah ini
kami harus meninggalkannya disini. Dia mengantarkan kami sampai di depan
gerbang. “ Jaga dirimu baik-baik ya. Banyak-banyaklah istirahat. Bacalah banyak
buku tentang pengetahuan sihir diperpustakaan. Kau harus menjadi kuat
sepertiku.”, kataku. Matanya berkaca-kaca menahan airmata sehingga tidak jatuh
ke pipinya, “ Iya. Terimakasih telah mengajariku banyak hal penting. Aku tidak
akan melupakannya.” . “ Sampai jumpa.” . Mereka menutup gerbang sekolah itu.
Kami berdua berjalan meninggalkan
sekolah itu. “ Apa yang akan kau lakukan selanjutnya?”, Cintia memulai
pembicaraan. “ Aku akan kembali kemasaku. Kau bisa antarkan aku ke tempat aku
berasal kan?” . “ Memangnya kapan dan dimana kau dibawa ke masa ini?” . “ Di
hutan dekat desa Calderock sepuluh tahun yang akan datang.” . “ Se..sepuluh
tahun? Aku tidak yakin aku bisa..” . “ Tentu saja kau bisa.” . Ditengah
perbincangan kami sebuah portal membuka tepat dibelakangku. Ada sebuah tangan
yang menariku masuk kedalam portal itu. Tak lama aku keluar dari portal itu.
aku melepaskan diri dari genggamannya dan melompat menjauhinya. Aku berada
ditengah hutan. Banyak pohon menjulang tinggi memagari tempat dimana aku
berada. Matahari mulai meninggalkan birunya angkasa dan merubahnya menjadi
kegelapan. Lolongan Srigala terdengar sahut menyahut. Aku mempersiapkan senjata
untuk menyerangnya. “ Sudah lama tak berjumpa. Angelina.”, senyuman jahat dan
hasrat ingin membunuh. Serasa seperti tidak dapat tertahankan lagi. Diandra.
“ Kurasa aku juga sudah sangat
merindukanmu Diandra.” . “ Bukankah ini reuni yang sangat menyenangkan? Hanya
ada kau dan aku. Suasana ini mengingatkan pada kejadian malam itu.” . “ Ya
kejadian itu masih membekas dalam benakku.” . “ Bagaimana jika kita bertarung?
Mengingat masa-masa yang telah kita lewati.” . “ Sayang sekali aku ada urusan
yang lebih penting. Aku akan kembali ke tempat seharusnya aku berada.” . “
Bagaimana jika kita membuat kesepakatan? Jika kau menang aku akan mengantarmu
kembali ke tempat dimana seharusnya kau berada.” . “ Bagaimana jika aku kalah?”
. “ Aku akan membunuhmu.” . “ Untuk apa aku membuat kesepakatan denganmu?
Menang atau kalah kau sudah pasti akan membunuhku.” . Ia tertawa
terbahak-bahak. Seakan aku mengatakan hal paling lucu didunia. Ia memegangi
perutnya yang sakit karena terlalu lama tertawa. Ia menghela nafas panjang dan
mencoba menghentikan tawanya itu. “ Kurasa kau lebih pintar dari yang kukira.”
. “ Apa boleh buat. Aku tidak mungkin diam saja menerima seranganmu dan mati
ditanganmu. Aku akan melawanmu.”
Diandra sudah menyiapkan seberkas
cahaya laser yang membentuk sebuah bola ditangannya. Aku juga menyalakan pola
api ditanganku. Sekawanan burung gagak berterbagan tepat diatas kami. Melewati
kami. Kami memulai pertarungan. Aku melemparkan bola api itu padanya. Ia
menghindar dan mengincarku dengan sinar lasernya. Sinar laser itu menebang pohon disekitar tempat kami bertarung. Aku
menghindar dengan terbang menggunakan tongkatku dan membakar tempat yang aku
lewati. Aku memutari tempat ia berdiri. Ia terjebak didalam kobaran api. Ia
menjatuhkan sebuah batu berukuran besar tepat diatasku. Aku menghindar dengan
teleportasi. Aku mebekukannya. Tetapi sebelum aku berhasil ia berteleportasi.
Kini ia tepat dibelakangku. Menikamku dengan pisau yang sama. Pisau yang ia
lemparkan padaku malam itu. Aku membuat kobaran api yang menjulang tinggi
semacam perisai dari api sehingga membuatnya menjauh dariku. Aku membuat mantra
pelindung dari es didalam perisai api itu. Perlindungan sempurna. Aku terjatuh
di kedua lututku dan meletakan tongkat sihir dan bola kristalku di atas tanah.
Aku duduk di atas kedua kakiku dan menopang tubuhku dengan kedua tanganku
karena tidak dapat menopang tubuhku sendiri. Aku melepaskan pisau yang masih
menancap ditubuhku. Darah mengalir dari luka itu. Aku melumuri luka itu dengan
ramuan penyembuh. Kenapa letak lukanya sama dengan luka yang sebelumnya? Aku
mencoba bangun dengan menopang tubuhku pada tongkat sihirku. Tetapi kakiku tak
kuat menahan tubuhku dan kembali terjatuh ketanah.
Tak henti-hentinya Diandra mencoba
menghancurkan pertahananku. Ia mencoba menghancurkannya dengan hujan baru
berukuran kecil sehingga berefek seperti hujan peluru dan menyerang dengan
sinar laser. Sayang sekali keberuntungan tidak memihak padaku. Bulan purnama
telah menghiasi heningnya malam. Kobaran apiku telah melemah. Tidak menjulang
tinggi seperti sebelumnya, kini hanya setinggi lututku. Dia melihatku sedang
berdiri diatas lututku. Berusaha tetap kuat disaat aku melemah. Ia terlihat
senang melihat keadaanku. Tatapannya sangat tajam, sangat penuh dengan perasaan
ingin membunuh. Ia mengahancurkan mantra pelindungku dengan sinar lasernya.
Kini tak ada yang bisa melindungiku. Jangankan untuk membuat mantra,
bergerakpun aku tidak sanggup. Aku hanya bisa menatapnya.
“ Habislah riwayatmu.”, Ia
mengeluarkan mantra men-summon ratusan meteor itu lagi. Aku tidak bisa
bergerak. Apa aku akan mati disini? Aku hanya bisa pasrah. Salah satu batu
meteor sudah sangat dekat dengan kepalaku. Sangat dekat. Aku hanya pasrah dan
menutup kedua mataku. Mungkin ini adalah akhir hidupku.
Batu itu telah menghantam tanah,
tetapi aku sudah tidak ada disana. “ Ci..Cintia? bagaimana bisa kau
menemukanku?”, ternyata Cintia yang membantuku menghidari serangan yang hampir
membunuhku di detik-detik terakhir. “ Tentu saja aku bisa melacak keberadaanmu.
Saat pertama kali aku melintas aku memberikan mantra pada tanganmu saat aku
menggenggamnya supaya aku bisa melacakmu.” . “ Apa?”, aku melihat kedua
tanganku, mencari tanda mantra itu. Ternyata benar. Di punggung tangan kiriku
sebuah tanda mantra kecil ada disana. Hanya saja sedikit samar sehingga aku
tidak terlalu memperhatikannya. “ Tunggu saja disini. Aku akan melawannya.” . “
Tapi dia sangat kuat. Apa kau yakin?” . “ Bulan purnama sudah bangkit. Aku
pasti bisa melawannya. Ia menyandarkanku pada sebuah pohon. Ia mulai melangkah
dan bersiap melawannya. Aura hitam menyelimuti tubuhnya. Meskipun hanya berada
didekatnya aku bisa merasakan sihir hitamnya itu.
“ Siapa kau? Kau kira kau bisa
mengalahkanku?”, ejek Diandra. “ Kita lihat saja nanti.”, ia berteleportasi dan
berpindah tepat didepan Diandra, “ Siapa diantara kita yang lebih kuat.” .
Cintia memulai pertarungan dengan membuat sihir grafitasi, ia menjauh beberapa
langkah lalu menjatuhkan batu berukuran besar tepat diatas Diandra. Diandra
menghindari serangan itu dengan teleportasi. Ia membalas serangan Cintia dengan
meluncurkan batu-batu tajam berukuran kecil pada Cintia, batu itu bisa
menusukmu dengan mudah seperti yang ia lakukan pada Eithan. Cintia mengangkat
sebuah batu berukuran besar untuk melindunginya dari serangan itu. Batu yang
melindunginya hampir terbelah menjadi dua karena Diandra terus mencoba
menghancurkan pertahanan Cintia dengan sinar lasernya. Sebelum batu itu hancur,
Cintia membuat dark orb yang dapat menghisap semua benda yang ada disekitarnya
dan menghancurkannya. Termasuk juga Diandra. Ia tidak bisa menghindar dari
serangan itu. Bola itu terus menghisap dan menghancurkan benda disekitarnya
untuk waktu 15 detik. Cintia mensumon bola-bola cahaya yang bisa menembakan
sinar laser. Cahaya laser itu menyerangnya bertubi-tubi. Diandra terjebak
didalamnya, terus terkena serangan itu, dan tidak bisa melakukan serangan
balasan. Seluruh tubuhnya penuh dengan luka. Ia terjatuh ketanah.
Kini tenagaku telah pulih. Aku
menghampiri tempat Cintia berada. Aku masih belum terlalu kuat sehingga aku
menopang tubuhku dengan tongkat sihirku. Banyak orang muncul dari balik
pepohonan. Mereka menggunakan topeng dan pakaian seperti jubah berwarna merah.
Salah satu diantara mereka maju mendekati Diandra yang tergeletak ditanah, “
Kurasa aku sudah katakan padamu. Tidak ada ampun lagi. Hidupmu hanya sampai
disini.” . “ Ku mohon. Berikan aku
kesempatan. Aku masih bisa membunuhnya.”, Diandra mencoba bangkit, tetapi ia
tidak sanggup berdiri. Ia hanya bisa menangis dihadapan orang itu. Pria
bertopeng itu menghunus pedang pada Diandra. Ia mengangkat pedang itu dan
bersiap menusuknya. Aku membekukannya sebelum pedang itu sempat menusuk
Diandra, “ Aku tidak akan membiarkanmu membunuhnya.” . Cintia menarik Diandra
dengan gelombang. Aku membuat pelindung dari es. “ Serang mereka” , orang-orang
itu berdatangan dan menyerang kami, dengan bola api dan hujan panah. “ Cepat
bukalah portal dan kembalikan aku dan Diandra. Aku sudah tidak sanggup menahan
serangan mereka.”, pintaku pada Cintia. “ Apa? Aku tidak bisa membawa dua orang
melintas melewati portal sekaligus.” . “ ini satu-satunya jalan keluar dari
sini. Dari kekacauan ini.” . “ Buatkan perisai yang lebih luas dari ini. Jika
aku membuka portalnya sekarang mungkin musuh akan mengikuti kita.” . “
Baiklah.” , aku membuat perisai dari api. Hanya satu langkah lebih luas dari
perisai es yang kubuat sebelumnya. “ Bagaimana dengan ini?” . “ Ini sudah
cukup. Kau bawa Diandra. Aku akan membuka portalnya.” . Cintia telah membuka
portal itu. Aku mengalungkan lengan Diandra sehingga ia bisa menopang tubuhnya
padaku. Kami semua melangkah memasuki portal itu dan meninggalkan kekacauan
itu.
Kami melangkahkan kaki kami menuju
seberkas cahaya yang mulai membuka didepan kami. Meninggalkan portal yang gelap
itu menuju cahaya yang terang. “ Angelinaaa..”, teriak Eithan terdengar saat
kami keluar dari portal itu. “ Hai Eithan. Lama tak jumpa.”, kataku. Aku
memberikan Diandra pada Cintia. Eithan berdiri berlari kearahku. Memeluku
erat-erat seakan tidak ingin kehilanganku untuk kedua kalinya. “ Eithan... bisa
kau lepaskan aku? Nafasku terasa sesak.”, kataku. “ Syukurlah. Aku kira aku
akan kehilanganmu untuk selamanya.” . “ Tapi sekarang aku kembali.” . “
Ehemm...”, Cintia mengingatkan kami bahwa ada dua orang yang dianggap tidak
ada. “ Diandra? Apa yang terjadi padanya?”, Eithan baru tersadar bahwa adiknya
sedang terluka parah. “ Aku terpaksa melawannya karena dia hampir membunuh
Angelina.”, jelas Cintia. “ Bukankah aku pernah bertemu denganmu? “, Eithan
melihat wajah Cintia dengan teliti. “ Tentu saja kau mengenalnya. Dia Master
Cintia.”, jawabku. “ Ma..master Cintia? Mana mungkin? Dia masih muda. Seumuran
denganku.” . “ Dia adalah Master Cintia dari sepuluh tahun yang lalu.” . “
Sepuluh tahun yang lalu?” . “ Ya. Kau ingat seorang gadis menunjukan sedikit
sihir dan membuatmu sangat kagum dan sangat ingin menguasai sihir?”, aku
melakukan sihir sama persis seperti yang kutunjukan pada Eithan sepuluh tahun
lalu. “ Bagaimana kau bisa tahu?”, Eithan heran. “ Karena aku yang
melakukannya. Aku adalah Sorceress yang kau temui sepuluh tahun lalu.” . “
Lebih jelasnya Angelina dibawa pergi ke sepuluh tahun yang lalu oleh Diandra”,
jelas Cintia.
Eithan mengulurkan tangannya untuk
menopang tubuh adiknya itu, “ Terimakasih kau telah membawa kembali Angelina
dan adiku kembali.” . “ Ini bukan apa-apa. Karena Angelina aku bisa menjadi
seperti ini.” . “ Sebenarnya ini adalah kemampuanmu sendiri.”, kataku. “ Kurasa
aku harus pergi.” . “ Ini bukan perpisahan. Suatu hari nanti kita akan bertemu
lagi. Meski di situasi yang berbeda.” . “ Aku akan menunggunya.”, Cintia
membalikan badan dan membuka portal untuk kembali kemasanya. “ Cintia...”, aku
memanggilnya sebelum ia memasuki portal itu. Ia membalikan badannya. Sebelum ia
berkata sepatah katapun aku memeluknya erat-erat, “ Terima kasih atas semuanya.
Meskipun kau masih belum mengerti apa yang ku maksud. Terimakasih kau telah
menjadi temanku dan juga guruku. Aku tidak akan pernah melupakanmu.” . Awalnya
ia terkejut lalu ia membalas pelukanku. “ Aku tidak sabar untuk bertemu
denganmu lagi. Sampai jumpa.”, ia memasuki portal itu dan menghilang dari
hadapan kami.
“ Kau terlihat cantik dengan rambut
seperti itu.”, Eithan memuji penampilan baruku yang diciptakan oleh master
Cintia. Wajahku langsung memerah. Aku melepaskan ikatan kepangan rambutku dan
membuatnya terurai begitu saja. Aku merapihkan rambutku dan kembali
mengikatnya. Seperti biasanya. “ Apa yang kau lakukan?”, Eithan kebingungan
melihatku melakukannya. “ Jangan banyak bicara. Kita harus kembali ke Mana
Ridge membawa adikmu yang terluka.”, aku mengalihkan pembicaraan. “ Aku tahu
kita harus mengobati adiku. Tetapi kenapa kau tidak membiarkan rambutmu
terkepang seperti tadi? Kau terlihat sangat cantik.” . Aku tidak
memperdulikannya. Aku tetap melangkahkan kakiku kembali ke Mana Ridge. Ia
tampak masih bingung. Ia mengikutiku sambil menggendong adiknya.
Kami telah sampai di Mana Ridge. Kami
langsung menuju rumah Master Cintia. Aku mengetuk pintu rumahnya. Tak lama ia
membuka pintu rumahnya. Ia terlihat terkejut melihatku yang seharusnya sudah
sampai di desa Calderock berada didepan pintu rumahnya dan membawa Diandra
bersama kami, “ Apa yang terjadi? Kenapa dia bisa ada di sini? Bukankah dia ada
di penjara?” . “ Sebenarnya kau yang
melakukannya.”, jawabku. Ia memejamkan matanya. Ia seperti sudah mengerti apa
yang aku bicarakan. “ Ternyata kejadian itu terjadi hari ini?” . Tanpa berfikir
panjang aku memeluknya erat-erat. Ia tampak terkejut dengan tingkahku yang
tiba-tiba berubah, “ Hei apa yang kau lakukan?” . “ Terima kasih. Kini kau
sudah mengerti apa yang kumaksud kan? Master.” . “ Tentu saja aku tahu.”, ia
membalas pelukanku. “ Bawa dia ke dalam. Aku yang akan mengurusnya. Sebaiknya
kau segera berangkat ke desa Calderock. Takdirmu sudah menunggu Angelina.”, ia
tersenyum padaku. “ Tentu. Sampai jumpa Master.” Eithan menidurkan Diandra di
sofa yang berada di depan perapian. Aku membalikan badan dan mulai melangkah
meninggalkan Mana Ridge. Melangkah maju memenuhi takdirku.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar dengan kata-kata yang sopan. Terimakasih >.<