Sabtu, 16 Agustus 2014

Life As a Sorceress Part II

          Pagi itu adalah hari yang indah. Hari pertama master Cintia tidak membangunkanku dengan cara-caranya yang kejam itu, menghilangi grafitasi di kamar atau membekukan ranjangku. Hari ini benar-benar damai. Aku turun dari tempat tidurku menuju meja rias. Aku membalikan badanku sehingga aku bisa melihat luka tusukku akibat pertarungan dengan Diandra malam itu. Sama sekali tidak membaik.
Kalau Eithan tahu lukaku ini masih separah ini dia akan meninggalkanku sendiri sementara dia akan beranggkat ke desa Calderock untuk mencari keberadaan Ancient. Pakaian yang kugunakan untuk bertarung tidak bisa untuk menutupi luka ini. Berarti aku harus pakai jubah kemanapun aku pergi. Di Calderock berbeda dengan di Mana Ridge, disana suhunya sangat panas. Akan sangat menyiksa jika aku harus memakai jubah untuk musim dingin ini. Apa boleh buat? Ini semua juga salahnya, siapa yang suruh untuk tidak segera menyembuhkan lukaku ini. Aku mengikat rambutku yang terurai. Mengganti pakaian tidurku dengan pakaian yang biasa aku gunakan untuk bertarung. Memasukan berbagai macam ramuan untuk berjaga-jaga jika ada seuatu di jalan nanti, serta perlengkapan lainnya. Aku mengenakan jubah putih yang kudapat dari sekolahku yang menandakan aku adalah murid yang memilih kelas Elemen dan menggunakan tudung untuk menutupi kepalaku. Aku menatap ke cermin sekali lagi “ Baiklah, aku sudah siap. Waktunya berangkat.” . Aku menutup pintu kamarku, sebelum itu aku memandangi seluruh ruangan ini. Aku akan merindukannya. Aku menutup pintu kamar dan pergi menuju rumah Leonardo. Ayah Eithan.
          “ Selamat pagi Angelina. Bagaimana kabarmu?”, Eithan menyapaku sesampaiku di tempat pertemuan itu dengan senyuman yang ramah. “ Baik. Kapan kita berangkat?”, jawabku kesal. Bisa-bisanya dia menanyakan kabarku padahal dia tidak bersedia menyembuhkan lukaku ini dan membuatku menderita karena harus mengenakan jubah ini disuhu yang panas. “ Sabarlah nona. Kau akan berangkat saat ini juga. Tapi sebelumnya kalian akan membutuhkan ini.”, Leonardo memberikanku sepucuk surat. “ Apa ini?”, tanyaku. “ Ini adalah surat resmi bahwa kalian dikirim untuk menyelamatkan Ancient.”, jawabnya. “ Baiklah tunggu apa lagi? Ayo kita berangkat.”, aku memasukan surat itu kedalam tasku dan mulai melangkah meninggalkan tempat itu. “ Tunggu sebentar Angelina.” , Master Cintia memegang tanganku, menghentikan langkahku dan membalikan badanku. Ia membuka tudungku dan memasangkan sesuatu di rambutku. “Anggap saja itu adalah hadiah kau telah lulus menjadi muridku, dan kenang-kenangan dariku.”, katanya. “ Apa ini?”, tanyaku bingung. Jangankan aku berterimakasih, bentuknya saja aku belum tahu. “ Itu adalah Tiara, kau akan membutuhkannya suatu saat nanti.”, ia tersenyum bangga entah karena apa. “ Terima kasih. Tapi aku pasti akan kembali kesini, walaupun aku tidak tahu persis kapan. Sampai jumpa.”, aku berusaha mengucapkannya sehalus mungkin karena menghargai pemberiannya itu. Aku dan Eithan pergi meninggalkan tempat pertemuan itu. Meninggalkan Mana Ridge.
          Diandra masih berada di dalam penjara anti sihir itu. Penjara itu memang dibuat khusus untuk penjahat yang bisa mengunakan sihir terlarang. Kedua tangan dan kakinya dirantai yang telah diberi mantra sehingga dia tidak bisa menggunakan sihir maupun melepaskan rantai itu. Sel itu tepat ditengah ruangan dan dijaga oleh empat penjaga disetiap sudutnya. Sel itu juga dilengkapi oleh mantra sehingga menyentuhnya saja akan sangat menyakitkan. Dia tidak akan bisa lari dari penjara ini. Itulah yang kami fikirkan. Tetapi sepertinya kemungkinan itu masih ada. Saat itu saat pergantian penjaga. Setelah penjaga yang lama digantikan. Mereka melepaskan seragam mereka ditempat ganti, dan ruangan dimana penjara itu berada dikunci oleh penjaga yan sebelumnya. Sesampainya diruang ganti, mereka melihat empat orang yang seharusnya menggantikan mereka terikat dan mulutnya disumpal oleh kain. Mereka segera kembali ke penjra itu, tetapi di pintu ruang ganti itu sudah ada yang menunggu untuk menghajar mereka. Penjaga palsu itu menghilangkan matra yang ada di sel itu. Ia membuka pintunya dan masuk kedalam sel itu. “ Aku akan membebaskanmu, apa yang akan kau berikan kepada kami?”, tanya salah seorang dari mereka. Kelihatannya dia adalah ketua dari misi pembebasan ini. “ Siapa kau?”, tanya Diandra. “ Kami adalah Dragon Followers.”, jawab pria itu. “ Bagaimana jika aku membunuh orang yang akan menyelamatkan Ancient? Maka hutangku akan impas.”, senyuman mengerikan terlukis diwajah Diandra. “ Baiklah, tapi jika kau gagal, kau akan terima akibatnya.”, pria itu mengilangkan mantra yang berada di rantai yang mengikat tangan dan kaki Diandra lalu menghancurkannya. Salah satu Dragon Followers yang lain melemparkan Tongkat sihir dan bola Cristal milik Diandra. “ Keluarkan kami dari sini.”, perintah pria itu. Diandra berteleportasi bersama para Dragon Followers meninggalkan penjara itu.
          Di lain waktu aku bersama Eithan telah melalui dinginnya salju dan memasuki kawasan yang sangat panas. Kami masih belum sampai di desa Calderock, tetapi musimnya sudah mulai berganti di wilayah ini. Mataharinya sangat terik. Eithan membuka pakaian dinginnya. Karena harus menutupi luka tusukku, aku harus tetap mengenakan jubah yang melindungiku dari dinginnya salju. Aku melonggarkan jubah itu dibagian leherku supaya ada udara yang masuk. “ Kau tidak melepas jubahmu?”, tanya Eithan. “ Memangnya kenapa? Aku sangat merindukan sekolahku, makannya aku masih mengenakannya. Untuk mengoobati rasa rinduku.”, elakku. “ Apa kau yakin? Kau ini banyak berkeringat, kau bisa dehidrasi jika masih mengenakan jubahmu itu.” . “ Memangnya apa perdulimu?”. Awalnya dia hanya diam saja dan membiarkanku maju didepannya. Tiba-tiba ia membuka jubahku, maksudnya hanya mengangkat salah satu bagiannya saja tidak sampai melepaskan pengait jubahnya di leherku. Sial ia melihat lukaku. Aku menarik jubahku dari tangan Eithan dan menutup jubahku rapat-rapat. “ Apa maksudnya ini?”, tanya Eithan dengan nada yang bisa dibilang marah, walaupun ia tidak sampai membentak. “ Aku hanya ingin menyelamatkan Ancient. Itu saja.”, jawabku. “ Tunggu dulu. Kau kira aku benar-benar akan meninggalkanmu di Mana Ridge sendirian jika kau masih terluka. Atau jangan-jangan... kau kira aku benar-benar akan pergi bersama Imelda?” . Aku hanya memalingkan wajahku. “ Tentu saja aku akan menunggumu sampai kau pulih. Mana mungkin aku akan pergi bersama Imelda. Dia itu anak kecil paling sibuk yang pernah ku temui. Dia masih memperbaiki robotnya setelah menyelamatkanmu dari serangan Diandra.” . Sial aku benar-benar malu dia berkata seperti itu. Aku masih memalingkan wajahku darinya dan tidak berani melihat wajahnya sedikitpun. “ Baiklah.. sini aku obati.”, tiba-tiba ia menggandeng tanganku dan mengajakku untuk duduk dibawah pohon. Aku membuka jubahku dan eithan mulai menyembuhkan lukanya.
          “ Lukamu ini cukup dalam. Apa kau tidak merasakan sakit saat perjalanan?”, katanya. Aku hanya diam sambil menunduk kebawah supaya rambutku tidak menutupi lukaku. Aku teringat dengan tiara pemberian master. Aku penasaran seperti apa bentuknya. Aku melepaskannya dari rambutku. Benar-benar indah. Tiara itu berbentuk seperti bunga dan kelopaknya terbuat dari permata berwarna merah. Meskipun master kejam tetapi jauh didalam lubuk hatinya ada seberkas cahaya bersih tanda kebaikan dan kasih sayang. Kalau tahu bentuknya sangat indah seperti ini aku tidak menutupinya dengan tudungku. Aku memakai tiara itu lagi. Kali ini aku memakainya dengan bangga. Ini pemberian yang berharga bagiku, dan juga pertama kalinya ada orang yang memberiku hadiah. “ Tiara itu sangat indah dan cocok untukmu.”, puji Eithan. “ Sembuhkan saja lukanya.”, jawabku kesal. Sesaat kemudian tubuhku benar-benar tidak bisa bergerak. Jangankan bergerak bicara pun tidak bisa. Aku hanya bisa menggerakan mataku saja. Eithan juga berhenti menyembuhkan lukaku. Sepertinya dia juga mengalami hal yang sama sepertiku.
          “ Romantis sekali. Kurasa aku datang disaat yang kurang tepat.”, aku mendengar suara yang sangat kukenal. Suara orang yang selalu menghinaku, selalu ingin menjatuhkanku, ingin membunuhku. Diandra. “ Hai kak, bagaimana kabarmu? Sepertinya kau masih ingin membantu Angelina. Wanita yang kau cintai ini. Aku sangat rindu padamu. Aku ini adikmu. Kenapa kau tidak membantuku untuk membunuhnya saja dan ikut menjadi Dragon Follower? Hidupmu akan jauh lebih mudah dari pada bertarung melawan mereka demi menyelamatkan Ancient.”, ia membuat Eithan berdiri dan memeluknya. “ Maafkan aku, aku telah mencoba membunuhmu. Sebagai kaka kau pasti akan memarahiku. Aku hanya ingin kau membantu adikmu ini. Aku sayang sekali padamu.”, ia melepaskan pelukannya dari Eithan dan memandang kearahku. “ Angelina, lihat dirimu. Kau sangat lemah. Kau tidak membunuhku dan ini akibatnya. Aku datang padamu. Untuk membunuhmu.”, ia berpindah tepat didepanku dan memandang mataku lekat-lekat. Sial, kalau saja aku bisa bergerak sudah kubakar dia. “ Kurasa luka tusuk ini sangat mengganggumu. Kakaku sudah menyembuhkannya tetapi belum selesai. Aku akan membantumu, membuat luka ini kembali seperti semula.”, tangan kirinya merangkulku dan tangan kanannya menekan lukaku. Ia ingin menyiksaku sebelum ahirnya membunuhku. Meskipun merasakan sakit tetapi aku tidak sanggup untuk berteriak. Mantranya kuat sekali. Aku melihat dibuku meskipun terkena mantra ini seharusnya masih bisa berbicara.
          Eithan menggunakan mantra yang dapat menghilangkan pengaruh mantra Diandra. Aku membekukannya dan menyalakan api ditanganku, “ Dasar pengecut. Kau menyerang dari belakang. Bukankah sudah terbukti aku lebih kuat?” . Ia menunjukan senyuman mengejek, “ Kurasa aku belum menunjukan semua kemampuanku”, ia memberatkan grafitasi sehingga aku dan Eithan terjatuh. Ia membebaskan diri dari es yang kubuat. Ia membuat semacam portal dan menarikku masuk kesana. Aku membakar daerah sekelilingku untuk mencegahnya membawaku masuk ke portal itu. Karena terpengaruh oleh mantra grafitasinya api yang kubuat tidak bisa berkobar terlalu besar. “ Eithaan, tolong aku.”, aku berusaha memegang seuatu berusaha melawan mantra grafitasinya itu. “ Angelinaaa....”, ia mengulurkan tangannya untukku berpegangan supaya tidak masuk ke portal itu. Sebelum sempat meraih tangannya aku sudah masuk kedalam portal itu. Suaranya berhenti terdengar. Kini semua pemandangan itu menghilang. Semuanya berganti dengan portal yang sangat gelap dan dingin. Tidak lama aku dan Diandra sudah keluar dari portal itu. “ Selamat tinggal Angelina”, dia akan meninggalkanku sendirian disini. Aku membuat pedang es dan melemparkan padanya sebelum ia berteleportasi lagi. Pedang itu mengenainya dan diapun menghilang.
          Aku tidak tahu ia membawaku kemana. Disini sedang hujan salju. Banyak pohon yang tak berdaun menelilingiku. Mengingatkanku pada tempatku berlatih bersama master. Untungnya jubah itu masih berada di tanganku sebelum Diandra membuatku tak bergerak dan memindahkanku entah kemana. Aku mengenakan jubah itu dan memakai tudungnya. Suhu disini sangat dingin. Kalau benar aku hanya dipindahkan ke Mana Ridge aku harus bergegas menemui master dan melaporkan kejadian ini. Dan ini juga berarti Eithan dalam bahaya. Aku langsung pergi menuju rumah Leonardo. Ada yang aneh. Dia tampak lebih muda. Maksudku jauh lebih muda, seperti umurnya baru sekitar 30 tahun. Aku agak kebingungan apa benar dia Leonardo? Tetapi wajahnya sangat mirip. Apa salahnya jika aku bertanya. “ Bisakah aku bertemu dengan Leonardo? Aku harus bertemu dengannya sekarang.”, tanyaku pada orang yang mirip Leonardo itu. “ Namaku Leonardo apa yang bisa kubantu?” . “ I..ini tidak mungkin. --- yang kutahu sudah berumur lebih dari 40 tahun. Bagaimana mungkin?” . “ Sebenarnya ada apa ini?” . “ Ka..kalau begitu aku ingin bertemu Master Cintia.” . “ Master Cintia? Tidak ada master Sorceress yang bernama Cintia. Tapi didesa ini ada yang bernama Cintia. Aku harap dia orang yang kau cari.” . “ Dia mengantarku ke sebuah rumah yang tidak salah lagi adalah rumah Master Cintia. Apa maksudnya tidak ada master yang bernama Cintia? . mungkin setelah bertemu dengannya aku akan menemukan jawabannya.
          Leonardo mengetuk pintu rumah itu. Tak lama seorang gadis membuka pintu itu. Aku tidak percaya bahwa master Cintia yang membuka pintunya. Tetapi dia hanya lebih tua dariku sekitar tiga tahun. Bisa dibilang seumuran denganku.  Master Cintia sudah berumur 28 tahun. Tetapi rambutnya terurai panjang. Sedangkan master Cintia berambut pendek. “ Ma..master? Tapi bagaimana mungkin? Kau seharusnya sudah berumur 28 tahun. Bagaimana kau bisa seusia denganku?” . “ Master? Aku baru saja lulus dari sekolah sihir dan akan masuk sekolah lanjutan. Bagaimana aku bisa menjadi mastermu?”, jawabnya. “ Apa? Eithan.. dimana Eithan sekarang?” . “ Bagaimana kau mengenal Eithan? Kau baru saja datang kesini. Bagaimana kau bisa mengenali anaku?”, tanya Leonardo. “ Dimana dia sekarang?” . “ Dia ada dirumahku.” . “ Antarkan aku kesana.” . “ Baiklah tapi sebenarnya ada apa ini.” . “ Aku akan memberitahumu setelah aku bertemu dengan Eithan.” . Dia menganggukan kepala Cintia menutup pintu rumahnya dan ikut bersama kami.
          “ Eithan kemarilah nak ada yang ingin bertemu denganmu.” Leonardo memanggil anaknya. Eithan yang kuharapkan adalah seorang remaja yang lebih tua dariku. Ternyata seorang anak kecil datang dari dalam rumahnya. “ Siapa yang ingin bertemu denganku ayah?”, anak kecil itu ternyata Eithan. Aku diam terpaku melihatnya. Duduk diatas kedua lututku, “ Kau yang bernama Eithan?” . “ Ya. Ada apa kaka mencariku?”, jawabnya dengan polos. “ Kau ingin lihat sesuatu yang mengagumkan?” . “ Apa itu?” . aku menyalakan api ditangan kananku, api yang menghangatkan wajahnya dari dinginnya salju. Ia terpaku melihatku melakukannya, “ Bagaimana cara kau melakukannya?” . “ Ini yang disebut sihir.”, ia masih terpaku melihat api ditanganku. Aku membuat salju berputar ditangan kiri dan merubahnya menjadi kristal es seukuran tanganku. Aku melihatnya sangat kagum karenanya. Aku merubahnya lagi menjadi salju dan membuatnya mengitari api di tangan kananku. Kuterbangkan api itu keatas bersama dengan salju yang mengiringinya. “ Wow, ajarkan aku bagaimana caranya.”, dia menanyaiku dengan wajah penuh harapan. “ Kau bisa mempelajarinya disekolah sihir.” . “ Aku sudah masuk sekolah sihir.” . “ ini tahun pertamamu kan? Belajar yang giat ya supaya bisa menjadi sepertiku.” .  Senyuman bahagia terlukis diwajahnya. Ia berlari mmasuki rumahnya.
          “ Sekarang jelaskan pada kami apa yang sebenarnya terjadi.”,Leonardo mulai curiga. “ Cintia aku ingin menanyakan satu hal padamu. Kau seorang Force user kan?”, tanyaku pada orang yang seharusnya masterku. “ Iya. Apa yang ingin kau tanyakan?”, jawabnya. “ Apakah seorang Force User bisa menjelajah waktu?” . “ Hanya orang tertentu yang bisa menguasainya. Sihir itu sihir tingkat tinggi. Sampai saat ini hanya Karakule yang bisa menguasainya.” . “ Kenapa kau menanyakan hal itu?”,Leonardo heran. “ Aku Angelina. Aku berasal dari masa depan. Anakmu Diandra yang telah membawaku kesini. Aku benci mengakuinya tapi dia benar-benar hebat bisa menguasai sihir itu.”, mereka tampak tidak percaya dengan apa yang aku bicarakan. Aku teringat dengan pemberian master Cintia. “ Ini buktinya. Master memberikanku tiara ini tanda aku telah berhasil menjadi muridnya dan benda kenang-kenangan darinya.”, aku melepas tiara itu dari rambutku dan menunjukannya pada Cintia. “ Ini benar tiaraku. Aku menyimpannya baik-baik dirumah. Tidak salah lagi.”, akhirnya mereka percaya padaku. “ Apa yang membuatnya mengirimu kemasa lalu?”, tanya Leonardo. “ Aku tidak bisa memberi tahumu. Ini bisa merubah masa depan.”, jawabku. “ Bagaimana caraku kembali kemasa depan?”, tanyaku pada Cintia. “ Aku tidak tahu, tapi aku bisa mempertemukanmu pada Karakule. Kau bisa memintanya supaya mengembalikanmu ke masa dimana kau ada.”,jawabnya. “ Apa boleh buat.” . “ Untuk sementara tinggallah dirumahku. Aku hanya sendirian jadi kau bisa menginap dirumahku.” . “ Itu terdengar menyenangkan.”, Aneh rasanya ia memintaku dengan lembut. Biasanya ia adalah orang yang akan gatal jika tidak memaksa. Masterku menjadi temanku. Teman wanitaku yang pertama.
          Rumah master memang tidak pernah berubah sedikitpun. Baik luar maupun dalam. Ia membukakan pintu untukku. Kami berdua memasuki rumah itu. “ Terima kasih atas semua kebaikanmu.”, aku melepaskan jubahku dan menggantungkannya pada gantungan untuk topi dan jubah dekat pintu. “ Kau terluka.”, ia terkejut melihat lukaku. “ Kau maksud ini? Ini karena luka tusuk akibat pertarungan dengan....”, aku tidak bisa memberitahunya atau masa depan akan kacau. “ Dengan?”, ia masih heran. “ Dengan seseorang haha.”, aku berusaha mengalihkan pembicaraannya. “ Luka itu sangat parah. Akan kuambil ramuan untuk menyembuhkannya. Duduklah di sini aku akan mengambilnya.” . Aku menaruh tongkatku dan bola kristalku di meja dekat gantungan jubah itu. Aku duduk dikursi depan perapian. Kursi itu sangat nyaman, aku tidak pernah merasakan nyamannya kursi ini di rumah master karena ia membuatku belajar dengan keras. Ia datang dari ruangan ia biasa menyimpan semua ramuan yang tak terhitung jumlahnya. “ Berbaliklah aku akan membersihkan lukamu lalu mengobatinya.”, katanya. “ Terima kasih master.” . “ Panggil aku Cintia.” . “ Baiklah.. aku butuh pembiasaan untuk itu.” . “ Cepat atau lambat kau akan terbiasa. Ngomong-ngomong bagaimana aku dimasa depan?” . “ Kenapa kau menanyakan itu?” . “ Aku hanya penasaran.” . “ Sebenarnya aku tidak bisa memberi tahumu karena masa depan akan berubah jika kau memberitahumu.”, aku lebih senang jika dia akan tetap bersikap lembut seperti ini. “ Begitu.. Sudah selesai. Besok lukamu akan membaik.” . “ Terima kasih... Cintia.” . “ Ya, sama-sama.”
          “ Hei, bisa kulihat tongkatmu?”, pinta Cintia. “ Tentu saja.” . “ Wow, ini sangat mengagumkan. Senjatamu sangat bagus, lihat kristalmu. Bagaimana kau mendapatkannya?” . “ Aku mendapatkannya dari kejuaraan sihir disekolahku. Yang dulu.” . “ Kau pindah sekolah?” . “ Tidak, aku sudah lulus.” . “ Lulus? Berapa umurmu?” . “ 16 tahun.” . “ Bagaimana mungkin? Bukankah kau baru bisa lulus setelah berumur 18 tahun.” . “ Anu.. itu karena... aku bisa menguasai sihir elemental lebih cepat dari murid lainnya.” . “ Wow, itu mengagumkan. Sepertinya kau ini satu sekolah denganku.” . “ Apa? Apa benar?” . “ Jubah itu milik pengendali elemen kan? Aku memiliki jubah Force User”, ia menunjukan jubah hitam yang sama seperti miliku. Kenapa master tidak pernah bilang kalau dia bersekolah di tempat yang sama denganku? Apa itu alasannya dia berada disekolah saat itu? “ Ini sudah malam. Mari kuantarkan kekamarmu.”, katanya. Ia membukakan pintu kamar itu, kamar yang telah kutempati selama berlatih bersama master Cintia. Tidak ada yang berubah, kecuali ranjangnya. Ranjang yang biasa kutempati sudah rusak. Rusak karena master menghilangkan grafitasi di tempat ranjang itu dan membekukannya hanya untuk membangunkanku. “ Kau bisa menggunakan ini untuk tidur. Kau tidak akan mengenakan pakaian itu untuk tidur kan?”, senyuman menghangatkan suasana. Ia menutup pintu kamarku. Aku meletakan tongkat sihir dan bola kristalku di meja biasa aku menyimpannya. Aku mengganti pakaianku dengan pakaian yang diberikan Cintia. Aku duduk di depan meja rias dan melihat lukaku. Ternyata benar-benar parah. Eithan hampir menyembuhkannya tetapi Diandra membuat luka ini menjadi terlihat buruk.  Aku melepaskan ikat rambutku dan merebahkan diri diatas ranjang. Aku mulai berfikir apa yang akan dilakukan Diandra pada Eithan. Apa yang akan terjadi jika aku tidak segera kembali kesana. Aku mulai memejamkan mataku dan meninggalkan pikiran-pikiran itu.
          Keesokan harinya aku terbangun oleh aroma masakan yang sangat enak. Dan ini sangat kusukai. Pai apel. Aku bangun dari tempat tidurku dan menuju meja rias. Aku merapihkan rambutku kedepan supaya aku bisa melihat lukaku dicermin. Ramuan itu berkerja dengan baik. Jauh lebih baik. Luka itu mendekati sembuh. Aku keluar dari kamarku dan menuju meja makan. Pai apel itu baru keluar dari pangganggan. Harumnya memenuhi seluruh ruangan. “ Oh.. kau sudah bangun. Selamat pagi.”, sapa Cintia. “ Selamat pagi. Kau memasak pai apel?” . “ Ya kau suka kan?” . “ Suka? Aku mencintainya.” . “ Syukurlah. Ayo kita sarapan setelah itu kita bersiap berangkat ke rumah Fairystar Karacule.”, dia tampak semangat sekali. Pai itu sangat enak. Lebih enak daripada yang dujual oleh Merchant. Ditambah pai itu masih hangat. “ Pai ini sangat enak.” . “ Tentu aku baru memetik buah apel ini.” . “ Kau bisa mendapatkan uang dengan ini.” . Ia diam sejenak dan melihat keluar jendela. Sial, apa aku salah bicara? “ Aku ingin menjadi orang yang kuat. Itu saja.”, katanya yang mengakhiri keheningan sejenak itu. “ Kau sangat ingin bertemu dengan Karacule untuk belajar sihir darinya kan? Sebaiknya kita bergegas. Supaya memiliki banyak waktu untuk belajar darinya.”, aku mencoba menghiburnya. Senyuman bahagia terlukis diwajahnya ia menuju kamar dan mempersiapkan semua peralatan yang harus ia bawa. Sayang sekali aku tidak bisa menikmati pai apel ini.
          Aku pergi menuju kamar yang kutempati. Aku mengganti pakaianku dengan pakaian yang kugunakan untuk bertarung. Aku membersihkan bola kristal dan tongkat sihirku. Setelah itu aku ingin mengikat rambutku. Saat aku sudah siap mengikatnya cintia masuk kekamarku, “ Apa yang kau lakukan? Biarkan aku  merapihkan rambutmu.” . “ Apa maksudmu?” . Ia melepaskan tanganku yang memegang rambutku yang sudah siap diikat. Ia menyisir rambutku dengan sangat hati-hati. Ia mengepang rambutku. Aku kurang bisa menjelaskannya. Ia mengepang rambutku dari kanan atas kepalaku sampai ke samping kiri. Sangat indah dan dia memakaikan tiara pemberian master. “ Nah.. kau kan datang dari masa depan. Kau harus menyembunyikan identitas aslimu. Bisa dibilang ini penyamaran.”, ia terlihat puas dengan hasilnya. “ Apa ini benar-benar aku?”, aku sendiri terkejut melihat wajahku sendiri dicermin dengan penampilan baruku. Aku sangat terlihat anggun. Benar-benar berbeda. “ Ayo kita berangkat.”, ia menarik tanganku. “ Tu..tunggu dulu. Senjataku masih tertinggal” . Kami keluar dari rumah itu dan pergi menuju agen tiket. Kami membeli tiket menuju Lotus Marsh.
          Ini pertama kalinya aku naik kapal terbang. Kalau tidak salah namanya ‘Albatros’. Aku bisa melihat seluruh desa disini. Udara sejuk menerpa wajahku. Ini benar-benar menyenangkan. Andai saja aku bisa mengajak Eithan. Aku harus segera sampai disana. Agar aku bisa cepat kembali. Kami telah sampai di Lotus Marsh. Kami bertanya pada Master Guid Jose dimana rumah Karacule. Dia tidak tinggal didalam desa. Rumahnya berada di Riverwoth. Kenapa dia harus membuat rumah di tempat antah berantah seperti Riverworth? Bukankah hidupnya akan lebih mudah jika rumahnya berada dalam Lotus Marsh? Siapa perduli? Yang penting aku bisa kembali ke masa dimana sebenarnya aku hidup.
“ Di sini sangat menyeramkan”, Cintia memegang tanganku erat-erat saat kami mulai keluar dari Lotus Marsh. Situasi di Riverworth hampir tidak terkena sinar matahari karena banyak tumbuhan menjulang tinggi yang menghalangi sinar matahari. Banyak sekali serangga di sekitar sini. “ Haha... kalau begitu dekat-dekat denganku saja.”, aku berusaha menenangkannya. “ Kau seperti sudah terbiasa dengan situasi seperti ini.” . “ Tentu saja, aku kan diberi misi untuk...”, hampir saja aku mengatakan hal yang terjadi dimasa depan. “ Di beri misi untuk apa?” . “ Hahaha kau tahu itu adalah masa depan jadi tidak boleh diberi tahu.” . Ia terlihat lemas, tiba-tiba ia terjatuh ke tanah, “ Cintia? Bangunlah. Kau ini kenapa?” . Wajahnya pucat sekali. Aku melihat sekeliling dan aku menemukan seekor ular sedang menggigit kakinya. Aku melemparkannya dengan gelombang. Sial dia terkena racun.
          Aku menaikannya keatas tongkat sihirku yang sudah melayang diudara. Kami berdua menaiki tongkat itu untuk mencari dimana rumah Karacule. “Ku mohon bertahanlah Cintia.”, dari kejauhan aku melihat sebuah rumah dan satu-satunya rumah yang ada di Riverworft. Aku turun dari tongkatku dan membantu Cintia berdiri. Aku mengetuk pintu rumah yang sangat mengerikan itu. Aku pikir pintu itu membuka dengan sendirinya, ternyata sebuah sapu yang telah disihir sehingga dia bukan hanya bisa bicara, tetapi bergerak dengan sendirinya dan membukakan pintu itu. “ Ku mohon tolonglah. Temanku terkena gigitan ular.”, pintaku pada sapu itu. “ Bawa temanmu masuk.”, ia membuka pintunya lebih lebar sehingga kami berdua bisa masuk berbarengan. Aku menidurkannya di sebuah sofa berwarna merah didepan perapian. Dia tergeletak lemas. “ Aku akan memanggil master.” . Sapu yang bisa berbicara itu pergi ke sebuah ruangan yang pintunya terbuat dari pohon Oak. Banyak tanda mantra di pintu itu. Sepertinya ruangan itu sangat dilindungi, siapapun yang memasukinya selain orang-orang tertentu akan merasakan akibat dari mantra itu. Seorang wanita dengan pakaian serba merah keluar dari ruangan itu. “ Tolonglah temanku dia...” . “ Menjauhlah.”, ia menyuruhku menjauh sebelum aku menjelaskan situasinya. Meskipun aku tahu ia bermaksud baik tetapi itu sangat menyebalkan. Ia membaca mantra, ia meletakan tangannya di luka gigitan ular itu. Dalam sekejap tangannya menghasilkan cahaya yang menerangi ruangan. Meskipun aku sudah menutup mataku rapat-rapat cahaya itu masih menyilaukan mataku. Cahaya itu mulai redup dan cairan bening itu mulai keluar dari lukanya dan melayang di atas tangannya. Sebuah mangkuk menghampirinya dan wanita itu menaruh racun yang melayang di tangannnya pada mangkuk itu. Ia membawanya keruangan dengan pintu Oak dan penuh dengan mantra itu. Beberapa menit kemudian ia keluar dari ruangan itu dan membawa dua botol yang isinya semacam ramuan. Ia mengolesi ramuan itu pada lukanya dan membalutnya dengan perban. Lalu ia meminumkan ramuan dari botol yang lainnya pada Cintia.
          “ Maafkan atas kelancanganku anak muda kau ingin minum apa?”, tanya wanita itu padaku. “ Apa saja.”, jawabku. Sebuah teko dan cangkir naik keatas meja. “ Ini minumanmu nona selamat menikmati.”, teko itu menuangkan minuman ke cangkir. “ Sebenarnya tujuanku datang kesini untuk meminta bantuanmu.”, aku memulai pembicaraan. “ Maafkan aku nona tetapi kurasa tugasku sebagai Fairystar sudah selesai.” . Aku mati kutu dia berkata begitu. Apa aku tidak bisa kembali ke masa depan? Apa aku tidak akan bertemu Eithan lagi. Memang dimasa ini ada Eithan tetapi dia hanya menganggapku sebagai tante-tante sedangkan dia masih remaja berumur 18 tahun. “ Aku berasal dari masa depan.”, aku terpaksa mengatakannya, ini satu-satunya cara supaya ia mau mendengarkanku. Ia berhenti meminum minumannya dan menatapku lekat-lekat dengan pandangan heran sekaligus mengerikan. Ia mendekatiku, sampai-sampai ia duduk disampingku dan masih menatapku dengan tatapan itu. Aku sampai bingung dengan tingkahnya dan sedikit menjauhinya. “ Kau ingin bilang aku yang memindahkanmu kemasa ini?”, akhirnya tingkah mengerikannya itu sedikit berkurang. “ Sebenarnya aku dibawa kemasa ini oleh salah satu Dragon Followers, Diandra.” . “ Ini tidak mungkin, hanya aku yang bisa melakukan sihir itu.” . “ Apa untungnya jika aku berbohong?” . “ Ini sangat berbahaya, kenapa dia memindahkanmu ke masa ini?” . “ Karena aku adalah slah satu Adventures yang akan menyelamatkan Ancient.” . “ Ancient sudah aman. Aku memastikannya 40 tahun lalu.” . “ Sebenarnya Ancient yang baru telah lahir, ia diculik oleh Dragon Followers.” . “ Kalau begitu kau harus cepat kembali. Sangat berbahaya jika ada yang bisa menjelajah waktu sepertiku. Tapi aku tidak bisa.” . “ Kenapa? Bukankah kau sendiri yang bilang aku harus segera kembali?” . “ Aku sudah terlalu tua. Aku bisa saja mengantarmu kembali tetapi bisa saja aku tidak bisa menjelajah waktu lagi dan tidak bisa kembali dimasa ini.”, aneh rasanya dia mengatakan itu. Aku tahu umurnya sudah lebih dari 50 tahun tetapi penampilannya masih terlihat muda, seumuran denganku. “ Apa maksudmu?” . “ Untuk menjelajah waktu dibutuhkan keadaan yang benar-benar sehat, tidak terluka sedikitpun.” . “ Bagaimana jika pengunanya terluka?” . “ Sihir itu tidak akan berhasil.” . ” Aku melemparnya dengan pedang es, aku yakin aku mengenainya, tetapi ia masih bisa menghilang melalui portal itu.” . “ itu tidak mungkin. Ia masih bisa menggunakan portalnya tetapi hanya bisa berpindah tempat saja. Bukan menjelajah waktu.” . “ Jadi... Diandra ada di masa ini?” . “ Ya tidak salah lagi. Tunggu disini sebentar nona, ada sesuatu yang harus kulakukan.”, ia kembali masuk ke ruangan berpintu Oak. Lagi.
          Cintia mulai sadar, ia memegangi kepalanya yang pusing karena racun ular itu belum sepenuhnya terobati, “ Aduh.. sakit sekali.” . “ Syukurlah kau sudah bangun.” . “ Dimana kita?” . “ Dirumah Fairistar Karakule.” . Awalnya ia seperti tidak terlalu mengerti apa yang kukatakan, beberapa detik kemudian ia melompat dari kursi itu dan berteriak kegirangan. Karena racun itu belum sepenuhnya ternetralisir ia terjatuh dan aku menangkapnya, “ Kau ini belum sembuh. Kau harus istirahat.”, Aku membantunya berdiri dan kembali duduk di sofa itu. “ Bagaimana tidak? Aku benar-benar senang bisa bertemu dengannya.”, meskipun sebenarnya dia belum bertemu dengan Karacule. Dia memberiku sebuah ide yang cemerlang. Karacule keluar dari ruangan itu “ Karacule, bagaimana jika aku belajar menggunakan sihir itu?”, sahutku sebelum ia sempat menutup pintu ruangan itu. Ia melihatku dengan ragu beberapa saat lalu tertawa, “ Hahaha, maafkan aku. Bukankah sebelumnya kau berkata kau membuat pedang es. Kau seorang elemental kan? Mana mungkin kau bisa menguasainya?” . “ Kurasa kau salah sangka. Bukannya aku bermaksud sombong, tetapi aku ini lebih kuat daripada yang kau kira. Aku menguasai keduanya, Elemental dan Force User. Aku ini murid terbaik, lulus di umur 15 tahun. Mereka mengirimku untuk misi penyelamatan. Kau meragukan kemampuanku?”, aku menyilangkan tanganku.
          Ia membalikan badanya dan membekukanku, ia membuat api berputar mengelilingiku. Api itu tidak berada dilantai, tetapi diudara setinggi lenganku. Dia juga menerbangkan batu seukuran lenganku diatas kobaran api itu dan sinar laser dibawahnya. “ Ini yang kau maksud? Apa kau bisa melakukannya?”, katanya. Aku tidak terlalu memperdulikannya. Aku lebih terfokus untuk membebaskan diri dari ikatan sempurna itu. “ Meskipun kau bisa menguasai sihir Force User kau tidak akan terlalu bisa menguasainya. Kau hanya bisa dasarnya saja. Kau bisa saja mempelajari ilmu Force User tetapi kau akan membutuhkan waktu. Kau harus cepat kembali kan?”, senyuman mengejek benar-benar membuatku ingin untuk membakarnya meskipun ia Fairistar atau semacamnya. “ Bagaimana jika kau mengajariku? Aku ini Force User, jadi akan lebih mudah jika aku yang melakukannya.”, kata Cintia. Dan kukira ini juga cukup bagus. Cukup bagus untuk memulangkanku ke masaku dan melepaskanku dari penyihir gila ini. Karacule menghilangkan sinar laser itu, lalu menghentikan grafitasi yang membuat batu itu melayang, ia mematikan api yang berkobar lalu mencairkan es yang membekukanku. “ Baiklah.”, ia membuka pintu dan keluar dari rumahnya. Kami berdua saling memandang kebingungan, apa yang akan ia lakukan? Kami mencari jawaban dengan mengikutinya.
          Ia membuat sihir yang telah membawaku kesini, ia membuka portalnya. “ Sebenarnya cara menjelajah waktu sangat mudah, tetapi kesulitannya terdapat pada membuka portalnya.”, jelas Karacule. “ Bagaimana cara membukanya?”, tanya Cintia. Karacule melayangkan bukunya, membalikan halamannya dan melayangkannya pada Cintia. “ Ini adalah sihir ciptaanku, oleh karena itu hanya aku yang bisa melakukannya. Kau adalah orang pertama yang kutunjukan cara melakukannya.” . “ Terima kasih, ini adalah suatu kehormatan. Aku sudah sejak lama memimpikannya.”, Cintia terlihat sangat senang mengetahui hal itu. ternyata ini yang dimaksud Master Sorceress terhebat di Mana Ridge? Murid seorang Fairystar. Murid Karacule. “ Cobalah buka portalnya.”, kata Karacule. Cintia membaca mantra yang berada di dalam buku itu. Sebuah titik hitam muncul didepannya. Semakin lama titik itu semakin membesar, tetapi tidak sampai sebesar portal yang dibuat oleh Karacule. Hanya seekor kucing yang bisa melewati portal itu. Portal itu berhenti membesar dan mulai mengecil. Cintia terlihat sedang menahan agar portal itu tetap membuka, tetapi yang terjadi adalah sebaliknya. Portal itu tetap mengecil dan menghilang. “ Aku masih kurang mengerti cara membukanya.”, keluh Cintia. “ Ini adalah perpaduan sihir grafitasi dan kecepatan cahaya. Bayangkan kau menghentikan bumi ini untuk berputar dan kau ingin melintasinya secepat cahaya.”, jelas Karacule. Cintia menarik nafas panjang, dan memejamkan matanya. Ia mengangkat tangannya dan membaca mantra itu lagi. Portal itu membuka lebar, sama seperti milik master. Tetapi kelihatannya tidak stabil. Terlihat ada sambaran petir dalam portal itu. Portal itu membesar dan mengecil. Tetapi setidaknya lebih baik.
          “ Jangan terlalu memaksa, sihir ini akan sangat menuras tenaga. Kau bisa pingsan selama satu minggu penuh karena menggunakan sihir ini lebih dari tiga kali sekaligus.”, Karacule memperingatkan. Kenapa ia tidak bilang sejak awal? Cintia sudah menggunakannya dua kali dan masih belum berhasil. Kalau aku jadi dia aku pasti akan mencobanya lagi sampai aku bisa dan tidak memperdulikan resikonya. Keringatnya bercucuran. Ia mengangkat tangannya dan membuka portal itu. Lagi. Portal itu terbuka sempurna, sama seperti portal Karacule. Cintia terlihat kelelahan, tetapi tidak sampai pingsan. Karacule tersenyum,” Sepertinya kau lebih cepat menguasainya daripada yang kukira. Kenapa kau tidak mencobanya?”. Cintia terlihat bingung. Mungkin dia agak sedikit takut untuk melakukannya. “ Aku juga ingin ikut. Bolehkah aku ikut?”, aku ingin membantu menghilangkan rasa takutnya itu. Ia mengangguk mengiyakan. “ Tunggu dulu anak-anak. Kau belum menguasai sepenuhnya jangan menjelajah waktu. Kalau hanya berpindah tempat tidak apa-apa.”, kata Karacule. “ Bagaimana jika kita kesekolah?”, tanya Cintia padaku. “ Sepertinya itu akan berbahaya. Orang-orang akan tahu jika kau berguru pada Karacule dan banyak orang yang akan belajar padanya. Jika disalah gunakan kejadian yang menimpaku akan terjadi lagi.” .  “ Bagaimana jika kita ke tempat latihan dibelakang rumahku? Tidak akan ada orang yang melihat kita disana.” . Aku agak ragu dengan ‘ tidak akan ada orang yang melihat’, Eithan jelas-jelas pernah melihatku sedang berlatih disana. “ Baiklah, ayo kita kesana.”, pilihan apa yang kita punya? Ia memegang tanganku erat-erat. Kami berdua melangkah kedalam portal itu.
          Sudah lama aku tidak merasakan sensasi ini. Sensasi yang akan terasa jika kau memasuki portal. Seperti ada angin yang sangat dingin dan berhembus sangat cepat melawan arahmu berjalan. Cahaya mulai terlihat diujung ruang yang sangat gelap dan dingin ini. Kami melangkah menuju cahaya itu. Kami keluar dari portal. “ Haha aku melakukannya. Kau lihat itu? Aku melakukannya.”, Cintia berteriak kegirangan karena telah berhasil memindahkan kami dari Riverworth. Tetapi aku sangat yakin kalau ini bukan halaman belakang rumah Cintia, tempat dimana selama ini aku berlatih. Aku sangat mengetahui aku berada dimana. “ Kurasa ini bukan tempat latihan yang berada dibelakang rumahmu. Ini adalah rumahku.” . Aku tidak menyangka Cintia telah menuntunku ke tempat dimana aku dilahirkan. Rumah sederhana yang berada didekat sebuah lahan yang ditumbuhi oleh banyak pohon apel. Aku memandangi rumah itu bagaikan mengembalikan kenangan yang sudah kubakar habis dan tidak ingin mengembalikannya. Karena kenangan ini terlalu menyaktikan. Aku berjalan menuju rumah sederhana itu. Aku memandanginya dari dekat. Seorang wanita berpakaian sederhana, mengenakan topi bundar terbuat dari anyaman dan membawa keranjang penuh dengan buah aple yang baru saja dipanen menghampiriku dan menyapaku, “ Selamat datang nona. Ada yang bisa kubantu?” . Aku hanya terpaku melihatnya, sesosok wanita yang sangat kukenal, sangat kusayangi. Ibu.
          “ Nona?”, ibu  mencoba membangunkanku dari kenangan lamaku. “ A..aku mendengar seorang anak yang dapat mengendalikan sihir tinggal di rumah ini.” .  “ Siapa kau? Darimana kau tahu?”, ibu mulai terlihat curgia dan ketakutan. “ Aku dikirim oleh sekolah sihir untuk mencari anak-anak pengendali sihir.” . “ Oh.. begitu. Silahkan masuk.”, ia membuka pintu rumah itu dan masuk kerumahnya. “ Sekolah sihir katamu? Sebenarnya apa yang kau fikirkan?”, Cintia menggandeng tanganku dan menarikku menjauh dari rumah itu. Aku menarik tanganku dan menghentikan langkahnya, “ Maafkan aku Cintia. Kau tunggu saja disini. Ada sesuatu yang harus kulakukan.” . “ Kau meninggalkanku sendiri?” . “ Baiklah... ikutlah denganku, tetapi jangan katakan apapun.” . Kami berdua masuk ke rumah itu. Meskipun ini adalah rumahku sendiri tetapi rasanya seperti baru memasukinya pertama kali. Semua kenangan masa kecilku seperti sudah terhapus oleh waktu. Kami duduk di kursi yang terbuat dari kayu. Sangat sederhana. Ibu masuk ke sebuah ruangan untuk meletakan buah apel hasil panennya itu. Lalu ia kembali ke ruangan dimana kami berada dan memanggil anaknya, “ Angelina, kemarilah! Ada yang sedang mencarimu.” . Seorang gadis kecil berambut pirang keluar dari ruangan yang bisa disebut kamarnya yang sedang memegang boneka buatannya sendiri dengan kedua tangganya. Dia adalah aku. Aku bahkan tidak ingat ada dua orang Sorceress yang menghampiriku untuk masuk ke sekolah sihir.
          “ Hai, aku Lina. Aku dengar kau bisa mengendalikan sihir. Bisa kau memperlihatkannya padaku?”, aku mengatakan padanya namaku Lina dari AngeLINA supaya dia tidak curiga. Wajah kami sudah mirip, kalau aku beritahu namaku yang sebenarnya sudah pasti akan ketahuan. Dia mundur beberapa langkah, dia terlihat ketakutan dan memegang boneka itu erat-erat. “ Oh ya mafkan aku, aku diutus oleh sekolah sihir untuk mencari anak hebat yang bisa mengendalikan sihir.” . Ia masih terlihat ketakutan. “ Kau ingin kutunjukan sesuatu?”, aku membujuknya dengan sedikit sihir. Aku menyalakan api ditanganku, dia terlihat kagum aku melakukannya. Sepertinya cara ini sangat ampuh, dari mengalahkan musuh sampai membuat anak kecil terkagum-kagum. “ Aku takut. Aku takut akan menghancurkan semuanya.”, akhirnya dia mau bicara. “ Kalau begitu kita lakukan diluar saja. Aku juga akan menunjukanmu sesuatu yang lebih mengagumkan dari pada bola api kecil ini.”, aku mengulurkan tanganku padanya. Ia seperti agak ragu menerima tawaranku. Akhirnya ia membalas uluran tanganku. Aku mengajaknya keluar dari rumah. Didepan rumah itu terdapat lahan yang sangat luas. Sempurna.
          Aku melepaskan tangan Angelina kecil dan mulai melakukan sedikit sihir. Aku membuat air mancur dari es, airnya membeku saat di mancurkan seperti kembang api. Aku juga membuat bunga dari es disekeliling air mancur itu. Tak lupa menambahkan SNOWMAN didepan air mancur itu. “ Bagaimana menurutmu? Terkesan?” . Matanya berbinar-binar, senyuman kagum sekaligus bahagia terlukis jelas diwajahnya. Ia tak henti-hentinya memandangi... bisa dibilang hasil karyaku yang sederhana tapi menakjubkan. Baginya. Ekspresinya berubah drastis. Matanya menjadi kosong. Senyuman itu menghilang. Ia memberikan bonekanya pada Cintia dan memandangi kedua tangannya. Ia seperti berusaha melakukan sesuatu. Setelah itu bola api keluar dari tangannya. Senyuman itu kembali. “ Wow, kau bisa melakukannya. Hebat sekali.”, aku juga mengeluarkan api ditanganku. “ Sepertinya kau akan jadi Sorceress yang hebat nanti”.
          Saat indah itu terusik dengan terbukanya sebuah portal didepan kami. “ Cintia, apa kau membuka portalnya?”, aku bertanya padanya karena diantara kami hanya dia yang bisa melakukannya. “ Aku tidak melakukan apapun. Yang kulakukan hanya menjaga bonekanya.”, ia menggelengkan kepalanya dan kedua tangannya masih mendekap boneka milik Angelina kecil. “ Bersiaplah, mungkin dia adalah musuh.”, tangan kiriku melindungi Angelina kecil dan tangan kananku menyalakan api dan siap menyerang. Seorang gadis keluar dari portal itu. Ia adalah gadis yang membawaku ke tempat yang seharusnya tidak kukunjungi. Gadis yang terluka akibat perlawananku untuk menghentikannya membawaku masuk kedalam portal saat aku bersama dengan Eithan, “Diandra.” . Luka akibat pedang es ku sangat parah. Ia memegangi lukanya dan hampir terjatuh ketanah. Portal itu masih membuka. Aku mendorong Angelina kecil pada Cintia, “ Bawa dia pergi dari sini.” . “ Apa? Tapi kemana? Bagaimana denganmu?” . “Cepat bawa dia pergi dari sini. Tempat ini sangat berbahaya.” . Cintia memberikan boneka itu dan menggandeng tangan Angelina lalu mengajaknya untuk pergi, “ Angelina, ikutlah denganku. Kita harus pergi, tempat ini berbahaya.” . Ia melepaskan tangannya dari pegangan Cintia. Jelas itu berarti tidak. Ia mundur beberapa langkah. “ Aku akan membawamu ke tempat yang aman.”, bujuk Cintia. Bukannya ia meng-iyakan malah ia lari secepat yang ia bisa menuju rumahnya. Diandra mencoba menyerang anak kecil itu dengan sinar laser karena ia tahu jelas-jelas aku akan melindunginya.
          Aku berlari mengejarnya lalu membuat mantra pelindung. Ia mencoba menembus pertahananku dengan mantra yang paling kubenci. Aku benar-benar sudah muak melihatnya. Mantra itu selalu mendorongku ke dalam masalah. Mantra terlarang itu. Ia men-sumon banyak meteor berukuran besar dan banyak dengan area yang luas. Lagi. Naas kami sudah sangat dekat dengan rumah itu. Meteor itu menimpa rumah itu dan meratakannya dengan tanah. Aku tidak bisa melakukan apa-apa. Aku hanya terpaku melihat rumah itu hancur bersama kenangan yang berada didalamnya.“ Ibu... Ibu masih didalam sana”, Angelina menangis tanpa bersuara. Hanya ada air mata yang membasahi pipinya. Ia berlari keluar dari mantra pelindungku. Aku tidak bisa mencegahnya karena pelindung ini hampir musnah, ” Angelina, tetap berada di dalam sini. Kau bisa terluka.” , aku hanya bisa memperingatinya. Ia tidak menghiraukanku. Ia tetap berlari menuju rumah itu. Sebuah batu seukuran dua kepal tangan orang dewasa mengenai kepalanya. Ia terjatuh ketanah, banyak darah mengalir dari kepalanya. Aku menghilangkan sihir pelindungku dan berlari ke arah Angelina. Aku melindunginya dari hujan meteor itu. Ia tak sadarkan diri. Diandra telah menghentikan mantranya. Aku membekukannya dan menyerangnya dengan kobaran api yang berbentuk seperti angin topan, “ Cintia cepat bawa Angelina keluar dari sini. Jangan hiraukan aku. Kembalilah setelah kau pastikan dia berada di tempat yang aman.” . “ Tapi...” . “ Ini bukan saatnya untuk berdebat. Cepat pergi dari sini.” . Cintia melakukan apa yang kukatakan. Ia membawa Angelina kecil dan mulai membuka portal. Mereka masuk kedalam portal itu, lalu menghilang.
          Aku mematikan kobaran api itu. Diandra tergeletak penuh dengan luka bakar diatas tanah. Ia bangun dengan menopang tubuhnya pada tongkat sihir miliknya. “ Ini semua belum berakhir. Aku akan membunuhmu.”, ia membuka portal dan masuk kedalamnya. Ia telah pergi. Kini hanya ada aku seorang. Aku dan reruntuhan rumahku. Dan juga Ibu yang terbunuh karena masih berada didalam rumah itu. Aku menjatuhkan tongkat sihirku dan bola kristalku. Aku berdiri diatas kedua lututku. Aku hanya terpaku melihat semua kebahagiaan terindah dalam hidupku hancur dalam waktu yang sangat singkat. Teriakannya saat menghadapi kematian masih terngiang di kepalaku. Aku menutup kedua telingaku dan menangis histeris. Aku menangisi kepergian ibuku. Menangisi telah melupakan bagian terpenting dalam hidupku. Meratapi nasibku. Menangis dan memanggil Ibuku. Di dalam buku dongeng selalu ku jumpai pahlawan pasti akan mengorbankan sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya demi menjaga perdamaian. Ternyata hal tepenting itu adalah Ibuku. Dadaku terasa sesak. Sesakit inikah pengorbanan itu? dan yang paling menyakitkan adalah aku tidak bisa berbuat apa-apa dan melupakannya seperti tidak ada yang terjadi. Sebuah portal membuka tepat dibelakangku. Cintia khawatir saat melihat keadaanku. Ia memelukku erat-erat untuk mencoba menenangkanku, “ Sudahlah Angelina tenanglah.” . Aku mendorongnya dan menyerangnya dengan bola api. Seranganku mengenai lengannya. Ia memegangi lukanya dan memandangku dengan pandangan ketakutan. Aku merasa bersalah dan memandangi kedua tanganku. Apa yang telah kulakukan? Aku melukai orang yang sangat perduli padaku. Bukan dia yang seharusnya kuserang. Tetapi Diandra. Cintia memegang kedua tanganku saat aku memandanginya. Aku mengalihkan pandanganku pada Cintia. “ Ayo kita pulang.”, Ia membuka portal dan mengajakku masuk kedalamnya.
          Pemandangan kekacauan yang baru saja terjadi berganti dengan pemandangan satu-satunya rumah yang berada di Riverwrorth. Karacule tampak sedang menunggu kedatangan kami berdua. Dia tidak mengucapkan apapun. Hanya pandangan turut berduka cita yang ia tunjukan padaku. Ia membuka pintu rumahnya dan mempersilahkan kami masuk. Aku duduk di sofa berwarna merah didepan perapian itu. Karacule memberikan sebuah selimut dan Cintia memakaikannya padaku. Teko itu menuang minuman ke cangkir untukku. Minuman herbal yang entah terbuat dari apa tetapi sanggup memperbaiki suasana hatiku. Meski hanya sedikit. Aku memandangi api yang menyala dalam perapian itu. Kehangatannya membuatku untuk menjadi lebih kuat. Membakar semua kesedihanku. “ Aku akan membunuhnya. Mengurungnya dalam penjara hanya akan sia-sia. Dia akan keluar dari sana dan membunuh orang yang aku sayangi. Aku harus mengakhiri ini. Aku tidak perduli Eithan memohon agar aku tidak akan membunuhnya. Aku tidak perduli dia akan membenciku jika aku membunuh adiknya. Aku akan membunuhnya sebelum dia membunuhku.” . “ Angelina.” . Aku meletakan cangkir berisi minuman herbal itu diatas meja. Berdiri dan melemparkan selimut yang melnyelimuti tubuhku. Mengambil tongkat sihir dan bola kristalku. Melangkahkan kakikku keluar dari rumah itu.
          “ Angelina, hentikan. Membunuhnya tidak akan membawa semuanya kembali.”, Cintia memegang tanganku, mencoba menghentikanku. “ Jangan menghalangiku. Atau aku akan membunuhmu. “ . Dia melepaskan tanganku. Tatapannya seperti ... kasihan, prihatin, dan sedih. Ia ketakutan. Aku terpaku melihat tatapannya. Aku tidak perduli. Aku membalikan badanku dan mulai menyiapkan mantra supaya tongkatku bisa membawaku untuk terbang. Sebelum aku selesai melakukannya dia menghentikanku. Caranya sama dengan cara Diandra waktu itu. “ Maafkan aku. Aku harus melakukan ini.” . “ Sial lepaskan aku. Kau tidak mengerti apapun yang kurasakan. Aku juga tidak akan segan membunuhmu jika kau menghalangi jalanku.” . Ia menambahkan pengikatku dengan sihir grafitasi. Sempurna. Aku benar-benar tidak bisa bergerak. “ Tentu saja aku tahu.”, ia mengeluarkan air mata saat mengatakannya. “ Aku tahu rasanya melihat orang yang sangat kusayangi mati dihadapan kedua mataku. Tentu saja aku juga merasakan apa yang kau rasakan.” . “ Cintia.. aku..” . “ Kau kira balas dendam akan merubah apapun?” . Aku hanya terdiam. Jika aku dapat bergerak aku akan menundukan kepalaku. Sayangnya aku hanya bisa memejamkan mata. “ Lebih baik kau relakan semua ini dan lakukan sesuatu yang lebih baik. Lakukanlah sesuatu pada Angelina. Pada dirimu sendiri.” . Aku menarik nafasku dalam-dalam, membiarkan semua bebanku mengalir seperti air. Mencoba menerima semua ini dan berfikir apa yang akan kulakukan selanjutnya. Semakin lama dadaku yang terasa sesak karena kejadian itu mulai terasa lega. “ Katakan padaku dimana Angelina sekarang. Aku akan memasukannya ke sekolah sihir. Sehingga masa depan tidak akan berubah.” . Cintia memejamkan kedua matanya, menarik nafas dalam-dalam dan mengusap air matanya. Ia menghilangkan semua mantra yang ia gunakan untuk menghentikan pergerakanku. Ia mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri. Aku menerima uluran tangannya. “ Akan kutunjukan dimana dia sekarang.”
          Kami berdua memasuki rumah Karacule. Ternyata Karacule berada didepan jendela. Melihat semua kejadian konyol itu dan tidak melakukan apapun seakan ini hanya sebuah tontonan yang bagus untuk dilihat. Cintia memanduku ke sebuah kamar dengan pintu yang terbuat dari pohon Oak tetapi tidak terdapat satupun mantra yang melindungi ruangan itu. Ini hanya kamar untuk tamu. Aku melihat sosok diriku saat masih berumur delapan tahun terbaring diatas tempat tidur. Tak sadarkan diri. Entah ia tertidur atau masih pingsan akibat benturan keras yang mengenai kepalanya. Aku tidak akan membangunkannya. Membangunkannya dari mimpi yang indah itu. Membiarkannya tetap berada di mimpi itu sebelum akhirnya menerima kenyataan pahit ini. Kepalanya terluka. Luka akibat terkena batu yang berasal dari mantra penyihir yang mempunyai tujuan utama untuk membunuhku. Ia benar-benar menyerang membabi buta. Bahkan tidak peduli berapa nyawa yang terenggut hanya untuk bisa mencapai tujuannya itu. Aku duduk disampingnya. Memandangi wajahnya, seperti melihat pada cermin. Aku mengelus rambutnya, seperti seorang kaka yang melihat adiknya sedang teridur lelap. Tersadar akan bagaimana aku memulai hidupku dalam dunia sihir. Ternyata bukan kedua orang tuaku yang menyekolahkanku disana. Tetapi diriku sendiri.
          Ia terbangun dari tidurnya. Ia duduk dan menyenderkan diri pada ranjang itu. Ia melihat sekeliling. Melihatku dan Cintia. Ia terlihat seperti kebingungan. “ Kau sudah sadar. Apa kau merasakan sakit?”, tanyaku. “ Kau siapa?”, bagaimana mungkin dia tidak mengenalku? Jelas-jelas aku telah memperkenalkan diriku dan melakukan banyak hal menyenangkan bersamanya. “ Kau tidak mengenalku?” . Ia menggelengkan kepala. “ Aku Luna. Siapa namamu?”, aku memastikan dia tidak hilang ingatan. Ia tidak menjawab. Ia seperti mengingat sesuatu tetapi tidak menemukannya didalam memorinya. “ Kau tidak ingat?”, tanyaku. Ia menggelengkan kepalanya. Lagi. “ Namamu Angelina. Kau ini memiliki bakat mengendalikan sihir.”, jelasku. “ Sihir?” . “ Ya. Kau ingat dengan ini? Aku pernah menunjukannya padamu.”, aku menyalakan bola api ditanganku. Ia masih seperti pertama kali melihatnya. Menunjukan ekspresi yang sama saat aku menunjukan bola api ini pertama kali. Ia seperti teringat sesuatu. Ia berusaha melakukanya. Membuat bola api. “ Iya seperti itu. Kau ingat? Kita pernah melakukan ini dulu.” . Ia menggelengkan kepala. Aku hanya bisa menghela nafas panjang, “ Kau sangat ahli mengendalikan sihir. Kau langsung bisa membuat bola api saat pertama kali mencobanya. Apa kau ingin mempelajari ilmu sihir lebih dalam?” . “ Apa aku bisa hebat seperti dirimu?” . “ Tentu. Belajar yang rajin. Jika memiliki tekad kau bisa melakukannya.” . “ Baiklah.” . “ Aku akan mendaftarkanmu di sekolah besok.” . Ia tersenyum bahagia.
          Waktu berjalan sangat cepat. Fajar telah terterbit. Seorang anak kecil yang sudah berpakaian rapi membangunkanku. “ Kaka ayo bangun. Kita akan ke sekolah sihir kan?”, ia mengatakannya sambil menggerakan tubuhku. Aku tidak tahu kalau waktu kecil aku sangat menggemaskan sekaligus menyebalkan. “ Matahari baru saja terbit. Kau sudah rapi begini. Kau bangun jam berapa?” . “ Aku tidak bisa tidur. Aku tidak sabar masuk ke sekolah sihir. Jadinya aku mempersiapkan diri pergi ke sekolah.” . “ Hahaha, tidak mungkin kita berangkat sekarang. Kita akan berangkat jam delapan. Aku perlu mempersiapkan diriku juga. Apa kau lapar?” . “ Iya.” . “ Kak Cintia sangat pandai memasak. Dia akan memasak makanan untuk kita. Setelah itu kita akan berangkat setuju?” . Ia menganggukan kepalanya. Ia berlari keluar dari kamarku. Dasar anak kecil. Terpaksa aku bangun dari ranjangku. Keluar dari kamarku dan duduk di sofa depan perapian itu. Aku menyalakan apinya dengan melemparkan bola apiku. Sangat mudah. Cintia juga baru bangun dari tidurnya. Ia mengusap matanya, “ Ha? Kau sudah bangun.” . “ Ya, selamat pagi.” . “ Selamat pagi kak Cintia.”, entah dari mana diriku yang masih kecil itu datang. Apa anak sekecil itu sudah bisa teleportasi? . “ Pa..pagi.”, Cintia sempat terlihat shock saat sikecil Angelina datang tiba-tiba dihadapannya. Ia mencubit pipinya sendiri. Dia terlihat kesakitan. Hahaha, apa cara kuno itu benar-benar membuktikan ia bermimpi atau tidak? Siapa yang tahu.
          “ Kata kak Lina kau akan membuatkan kami makanan enak. Bisakah kau membuat pai apel. Aku suka sekali pai apel.”, ia bicara dengan cepat. Butuh beberapa waktu untuk memahami perkataannya. “ Entahlah... ini bukan rumahku.”, jawab Cintia. Ekspresi Angelina kecil langsung berubah drastis. Dia hampir menangis. Meskipun ia sedang sedih tapi ia terlihat sangat imut dan lucu. Aku hampir tidak bisa menahan untuk tertawa. “ Semua bahan yang kau butuhkan tersedia disini. Lagi pula kau juga harus membayar kebaikan hatiku yang telah membiarkan kalian tinggal dirumahku.”, Karacule tiba-tiba bergabung bersama kami seperti petir yang menyambar tanah. “ Waaaaaaaaah.... Asiiiiiik. Pai apel.” Ia langsung berteriak kegirangan dan berteleportasi. Lagi. “ Kau harus menjaganya. Jangan sampai dia menghilang karena teleportasinya yang masih belum sempurna.”, ia mengatakannya dengan nada tidak perduli. Atau pura-pura tidak perduli. Ia masuk ke ruangan khususnya. Lagi. Aku dan Cintia saling memandang, lalu tertawa. Menertawakan kejadian singkat yang jarang ditemui ini. “ Baiklah, aku akan memasakan pai apel spesial.”, ia berjalan menuju dapur. “ Cintia, aku..”, aku hendak menanyainya. Tetapi entah mengapa sulit sekali mengatakannya. Seperti sudah diujung lidah tetapi sulit sekali untuk dikeluarkan. “ Ya?”, ia mulai penasaran dengan apa yang akan kuucapkan. “ Maafkan aku.” . “ Ha? Hahaha. Kau hanya ingin mengatakan itu?” . “ Kau... tidak marah padaku?” . “ Marah? Untuk apa?” . “ Kejadian kemarin. Sampai-sampai kau harus mengikatku seperti itu.” . “ Oh.. itu. Tentu saja aku tidak marah.” . “ Syukurlah. Aku selalu terfikir tentang itu.” . Cintia tersenyum dan meninggalkanku diruangan itu. Ia mulai memasak pai apel.
 Aku menikmati hangatnya api ditengah kedinginan dipagi hari. Menyenderkan tubuhku pada sofa itu dan meluruskan kedua kakiku. Tiba-tiba  Angelina melintas didepanku dan tersandung oleh kedua kakiku yang sedang relaksasi itu. “ Hahaha. Jangan berteleport seenaknya. Kau bisa tersesat.” . Ia cemberut aku mengatakan itu. “ Bagaimana jika kita ke tempat perbelanjaan?” . Ia masih berekspresi seperti itu. “ Kau akan butuh banyak perlengkapan untuk sekolah di sekolah sihir. Kita akan membeli tongkat sihir pertamamu.” . “ Asiiik”, ia akan berteleport lagi. “ Eits, mau kemana kau?”, aku memegang tangannya. “ Lepaskan tanganku.” . “ Tapi ada sedikit peraturan disini.” . “ Peraturan?” . “ Iya. Nomor satu dan satu-satunya. Jangan menghilang dari hadapanku. Baik berlari atau berteleportasi. Itu akan sangat menganggu jika kau menghilang.” . “ Baiklah” . “ Pai apel spesial sudah siap. Siapa yang lapar?”, Cintia keluar dari dapur dan membawa pai apel itu ditangannya. Angelina berlari kearahnya dan mengabaikanku. Dan juga peraturanku. Aku juga mengikutinya. Karena aku juga suka sekali dengan pai apel. Kami memakan pai apel itu, tak ketinggalan juga Karacule. Memang kenikmatan pai apel tidak ada duanya. Ternyata sudah sejak kecil aku menyukainya. Mungkin karena ibu menanam pohon apel sehingga sering memasakannya untukku. Tidak. Aku harus merelakan kepergian ibuku.  Setelah itu kami mempersiapkan diri untuk pergi belanja kebutuhan sekolah Angelina dan mendaftarkannya ke sekolah sihir.
          Kami berpamitan dengan Karacule, karena kami akan langsung pulang dan tidak kembali kerumahnya lagi. Tak lupa berterima kasih karena semua kebaikannya selama kami tinggal dirumahnya. Aku menggandeng tangan Anggelina kecil, dan mengedipkan mata kananku, “ Ingat perjanjian kita?”. Awalnya ia menunjukan bahwa ia kecewa lalu ekspresinya berubah menunjukan bahwa ia setuju dengan perjanjian yang sebenarnya tidak penting itu. Kami menuju kota Saint Heaven, dimana pusat kerajaan berada. Banyak sekali penduduk yang hidup disana. Meskipun masih terlihat kuno jika dibandingkan dengan masa dimana sebenarnya aku hidup. Banyak sekali penjual di kota ini. Salah satu yang kami kunjungi yaitu Merchant Kelly. Dia tampak sangat anggun. Aku harap kami menemukan barang yang kami butuhkan disini. “ Selamat datang. Ada yang bisa saya bantu?”, tanya merchant itu. “ Aku ingin mencari tongkat sihir dan bola kristal untuk anak ini. Apa kau menjualnya?”, jawabku . “ Maaf, aku hanya menjual kebutuhan sehari-hari. Kalau kau mencari senjata lebih baik kau menemui Merchant Deaween. Ia menjual senjata yang kau cari.” . “ Oh begitu. Bisa kau tunjukan dimana tempat Merchant Deaween berjualan?” . “ Tepat didepan gerbang menuju istana.” . “ Terimakasih” . Kami semua pergi mencari Merchant yang bernama Merchant Deaween itu kecuali satu anak kecil yang bersama kami. Ia masih tetap disana saat kami mulai melangkahkan kaki meninggalkan Merchant Kelly. “ Pai apel ini terlihat berbeda.”, tanya versi kecilku dengan polos. “ Itu adalah pai apel emas, orang yang memakannya akan terlihat cantik. Tentu saja harganya tidak murah.” . “ Ehem... kita harus pergi.”, kataku. “ Belikan aku pai apel itu.”, ia memohon padaku. Aku tidak bisa menolaknya karena ekspresinya itu akan membuatmu merasa bersalah jika kau tidak menurutinya. “ Berapa harga pai apel itu?”, tanyaku pada Kerchant Kelly. “ 100.000 gold.”, jawabnya singkat. “ Apa? Mana ada harga pai apel semahal itu? apa kau bercanda?” . “ Tentu saja tidak. Pai apel ini terbuat dari apel emas. Adiku langsung terlihat cantik setelah memakannya.” . “ Mana mungkin ada apel emas seperti yang kau katakan.” . Cintia menyentuh pundaku, memberi isyarat untuk menyerahkan urusan ini padanya. “ Aku pernah membaca tentang apel emas, tetapi semuanya hanya legenda, tidak mungkin ada orang terlihat cantik dalam sekejap hanya karena memakan pai apel emas itu.”, kata Cintia. Dia benar-benar terlihat meyakinkan. Padahal khasiat apel emas itu benar-benar nyata. Meski aku hanya membacanya dibuku. “ Ta..tapi adikku benar-benar memakannya.”, Merchant Kelly mulai terpengaruh dengan kata-kata Cintia. “ Mungkin sejak awal adikmu memang sudah cantik. Bukan karen dia memakan pai apel itu.” . “ I..itu tidak mungkin.” . “ Kalau kau menjualnya dengan harga mahal, pai itu tidak akan laku terjual dan akan membusuk. Tentu saja kau akan rugi. Bagaimana jika kami membelinya. Tetapi dengan harga pai apel pada umumnya?”, sedikit lagi berhasil. Merchant Kelly sangat jelas terlihat bingung. Ia menghitung dengan jarinya. Dan sesekali ia meihat pada kami. Ia menghela nafas panjang, “ Baiklah, aku akan menjualnya dengan harga 5 gold” . “ Cintia membayarnya dan Merchant Kelly memasukan pai apel emas itu pada kantung belanjaan. “ Terima kasih.”, Angelina melambaikan tangannya pada Merchant itu. Aku menggandeng tangan Angelina dan mulai mempercepat langkah kami. Ia tersadar bahwa kami telah menipunya.
          “ Hampir saja.”, aku menghela nafas panjang. Menghirup udara sebanyak yang aku bisa karena ketegangan akibat kejadian yang baru saja terjadi. “ Apa boleh buat. Kau memaksaku menipu gadis penjual pai berumur 6 tahun itu. Dia sangat pandai. Untung saja ia masih mau memberikannya pada kita.”, kata Cintia. “ Sebenarnya bukan aku yang membawamu pada situasi ini. Tetapi anak ini.” . “ Sama saja denganmu tahu.”, Cintia mulai marah. “ Hei... kau lihat itu? ada penjual barang bagus didepan istana pasti itu Merchant yang dimaksud. Ayo kita kesana Angelina.”, aku mengganti topik pembicaraan dan pergi meninggalkan Cintia yang sedang memarahiku. “ Tunggu aku.”, sahutnya. “ Hanya orang yang membeli barangku yang bisa menjadi kaya.”, kata Merchant Deaween sehingga barang dagangannya bisa laku keras. Orang berdesak-desakan membeli barang yang diperjualkan itu. “ Bagaimana ini? Kita tidak akan bisa melihat barang yang ia jual.”, keluh Cintia. Sebuah ide cemerlang terlintas dikepalaku, “ Cintia lakukan yang aku katakan padamu.” . “ Apa maksudmu?” . Meskipun aku ini pengguna sihir elemen tetapi aku juga pernah belajar dasar sihir Force User. Aku menggeser segerombolan orang itu dengan gelombang sehingga membentuk sebuah jalan menuju barang yang ia dagangkan itu. “ Lakukan sihir grafitasi untuk menahan mereka.”, perintahku. “ Bukannya ini kekerasan?” . “ kau punya cara lain?” . Ia tak berkata apapun dan menuruti apa yang aku katakan. “ Permisi. Apakah kau menjual tongkat sihir dan bola kristal untuk pemula?”, tanyaku padanya. “ Kau tidak terlihat kaya.” . “ Jawab saja. Kau menjualnya atau tidak?” . “ Katakan padaku apa yang tidak bisa kau temukan disini?”, ia masuk ke tempat ia berdagang dan mulai mencari. Tak lama ia keluar membawa barang yang sedang kami cari.” . “ Ini dia.” . Aku menerimanya dan memberikannya pada Angelina kecil. “ Cobalah.” . “ Bagaimana caranya?” . “ Cobalah dengan Fire Flame Intohara. Itu adalah mantranya.” . Ia menerima tongkat sihir dan bola kristal itu. Ia mencobanya dengan mantra yang kubacakan. Semburan api keluar dari tongkat itu. Ukurannya bisa dibilang cukup besar dan menakuti orang-orang yang sedang berada disana. “ Kurasa barang ini cukup bagus. Berapa harganya.”, tanyaku. “ untuk nona cantik akan kuberikan harga spesial. Cukup 50 gold kau bisa membawa keduanya.” . “ Jangan bilang kau bercanda. Ini hanya senjata pemula. 50 gold itu harga senjata Sorceress yang sudah ditingkat selanjutnya.” . “ Bagai mana jika 45 gold.” . “ Jika kau memberiku harga 10 old untuk keduanya aku akan membelinya.” . “ Aku akan bangkrut jika menjualnya dengan harga 10 gold.” . “ 15 gold.” . “ Bagaimana dengan 30 gold?” . “ 20 gold. Jika kau tidak menyetujuinya kami akan mencari senjata ditempat lain saja.” . Ia diam sejenak, “ Baiklah...” . Aku membayarnya sesuai perjanjian dan pergi meninggalkannya. Tak lupa Cintia menghilangkan sihir grafitasinya itu. Orang-orang yang telah terbebas dari mantra Cintia kembali berdiri dan mengerumuni barang dagangan Merchant Deaween.
          Di lain waktu, Diandra telah terluka sejak kejadian itu. Ia hanya bisa terbaring lemas diatas kasur sebuh ruangan yang sangat gelap. Tak ada perabotan apapun kecuali ranjang tempat ia merebahkan diri. Ruangan yang hanya diterangi oleh sebuah lilin kecil. Tak ada tabib, bahkan ramuan yang diberikan oleh Dragon Followers yang telah mengirimnya untuk membunuhku. Tubuhnya demam karena luka itu. Seseorang membuka pintu ruangan itu. seberkas cahaya langsung menerangi ruangan itu. Cahaya itu membutakan mata Diandra yang telah lama berada di ruang gelap itu. “ Dasar lemah. Kau tidak becus mengurusi seorang gadis penyelamat Ancient.”, kata seseorang yang membebaskannya dari penjara. “ Ini semua karena kau tidak berusaha menyembuhkanku.” . Ia melemparkan sebuah ramuan pada Diandra, “ Ini yang kau butuhkan. Jika kali ini kau gagal. Kau akan tahu akibatnya.” . Ia pergi dari ruangan itu dan membanting pintunya.
          “ Hmm.. hari ini menyenagkan sekali.”, kata Angelina kecil sambil memakan pai yang kami beli dari Merchant kecil yang kami tipu. Kami duduk di bawah air mancur didepan gerbang istana. “ Bersenang senanglah sebelum akhirnya kau memasuki sekolah sihir dan tidak akan bisa keluar sebelum kau lulus dari sana.”, aku menakutinya. “ Ti... tidak bisa keluar?”, ia berhenti memakan makanan kesukaannya itu dan terlihat ketakutan. “ Lina, kau tidak boleh berkata seperti itu. tentu saja disana akan menyenangkan. Kau bisa belajar sihir dan mengasah kekuatanmu.”, sahut Cintia. Dia tampak lega setelah mendengar kata-kata Cintia. Benar-benar polos. “ Cepat habiskan makananmu lalu kita berangkat menuju sekolah itu.”, kataku. Ia tersenyum dan menganggukan kepalanya. Ia melanjutkan makannya dengan lahap. Setelah makanan itu habis, kami melanjutkan perjalanan menuju sekolah sihir. Kami kesana menggunakan teleportasi yang dilakukan oleh Cintia. Dalam sekejap kami sampai ke sekolah itu.
          “ Apa yang kalian lakukan disini?”, tanya penjaga pintu gerbang sekolah itu. Memang tidak ada sedikitpun yang berubah. “ Aku ingin mendaftarkan anak ini.”, jawabku singkat. Mereka menghilangkan mantra pelindung yang melindungi sekolah itu dari serangan orang luar yang akan membahayakan seluruh siswa dan membuka pintu gerbang itu. “ Silahkan masuk. Akan kuantarkan kau untuk bertemu kepala sekolah.” . Kami mengikutinya. Menyusuri lorong-lorong yang sepanjang jalan diterangi oleh cahaya lilin. Berbelok-belok. Sampai akhirnya kami menemukan sebuah pintu yang bertuliskan ruang kepala sekolah. Penjaga itu membukakan pintu untuk kami dan mempersilahkan kami masuk. Ruangan itu sangat rapih dan sangat persis seperti yang aku ingat. Saat kami memasuki ruangan ia sedang melihat keluar jendela. Mengawasi keadaan dari atas sini. Ia tersadar bahwa kami telah memasuki ruangannya. Ia membalikan badannya dan duduk di kursinya. “ Maafkan aku, apakah ada yang bisa kubantu?” . “ Kedatangan kami disini adalah untuk mendaftarkan anak ini untuk bersekolah disini.”, kataku. “ Siapa namamu gadis manis?” . “ Angelina.” . “ Bisakah kau tunjukan kemampuanmu dalam mengendalikan sihir?” . “ Tentu. Tapi apakah aku akan melakukannya disini?” . “ Mengapa tidak?” . “ Bagaimana jika aku merusak ruangan ini?” . “ Ruangan ini sudah diberi mantra pelindung. Banyak anak-anak berbakat yang telah menunjukan kemampuan mereka diruangan ini.” . “ Baiklah..” . Aku dan Cintia mundur beberapa langkah. Angelina kecil menghela nafas panjang dan mulai membaca mantra yang baru saja aku ajarkan saat kami membeli tongkat sihir dan bola kristal itu. Semburan api keluar dari tongkatnya. Kepala sekolah itu sangat terkejut melihatnya. “ Bagaimana mungkin kau bisa melakukan sihir itu? Apa kau sudah pernah masuk sekolah sihir sebelumnya?”, tanyanya keheranan. “ Tidak. Kak Lina hanya memberitahuku mantranya. Entah mengapa aku langsung bisa mengunakannya.” . Aku tidak kaget jika dia seperti itu. Dia adalah aku. “ Baiklah kau diterima. Mulai besok kau bisa mengikuti pelajaran.” . “ Terima kasih.”, senyuman bahagia terlukis jelas diwajah Angelina. Karena Angelina sudah diterima disekolah ini kami harus meninggalkannya disini. Dia mengantarkan kami sampai di depan gerbang. “ Jaga dirimu baik-baik ya. Banyak-banyaklah istirahat. Bacalah banyak buku tentang pengetahuan sihir diperpustakaan. Kau harus menjadi kuat sepertiku.”, kataku. Matanya berkaca-kaca menahan airmata sehingga tidak jatuh ke pipinya, “ Iya. Terimakasih telah mengajariku banyak hal penting. Aku tidak akan melupakannya.” . “ Sampai jumpa.” . Mereka menutup gerbang sekolah itu.
          Kami berdua berjalan meninggalkan sekolah itu. “ Apa yang akan kau lakukan selanjutnya?”, Cintia memulai pembicaraan. “ Aku akan kembali kemasaku. Kau bisa antarkan aku ke tempat aku berasal kan?” . “ Memangnya kapan dan dimana kau dibawa ke masa ini?” . “ Di hutan dekat desa Calderock sepuluh tahun yang akan datang.” . “ Se..sepuluh tahun? Aku tidak yakin aku bisa..” . “ Tentu saja kau bisa.” . Ditengah perbincangan kami sebuah portal membuka tepat dibelakangku. Ada sebuah tangan yang menariku masuk kedalam portal itu. Tak lama aku keluar dari portal itu. aku melepaskan diri dari genggamannya dan melompat menjauhinya. Aku berada ditengah hutan. Banyak pohon menjulang tinggi memagari tempat dimana aku berada. Matahari mulai meninggalkan birunya angkasa dan merubahnya menjadi kegelapan. Lolongan Srigala terdengar sahut menyahut. Aku mempersiapkan senjata untuk menyerangnya. “ Sudah lama tak berjumpa. Angelina.”, senyuman jahat dan hasrat ingin membunuh. Serasa seperti tidak dapat tertahankan lagi. Diandra.
          “ Kurasa aku juga sudah sangat merindukanmu Diandra.” . “ Bukankah ini reuni yang sangat menyenangkan? Hanya ada kau dan aku. Suasana ini mengingatkan pada kejadian malam itu.” . “ Ya kejadian itu masih membekas dalam benakku.” . “ Bagaimana jika kita bertarung? Mengingat masa-masa yang telah kita lewati.” . “ Sayang sekali aku ada urusan yang lebih penting. Aku akan kembali ke tempat seharusnya aku berada.” . “ Bagaimana jika kita membuat kesepakatan? Jika kau menang aku akan mengantarmu kembali ke tempat dimana seharusnya kau berada.” . “ Bagaimana jika aku kalah?” . “ Aku akan membunuhmu.” . “ Untuk apa aku membuat kesepakatan denganmu? Menang atau kalah kau sudah pasti akan membunuhku.” . Ia tertawa terbahak-bahak. Seakan aku mengatakan hal paling lucu didunia. Ia memegangi perutnya yang sakit karena terlalu lama tertawa. Ia menghela nafas panjang dan mencoba menghentikan tawanya itu. “ Kurasa kau lebih pintar dari yang kukira.” . “ Apa boleh buat. Aku tidak mungkin diam saja menerima seranganmu dan mati ditanganmu. Aku akan melawanmu.”
          Diandra sudah menyiapkan seberkas cahaya laser yang membentuk sebuah bola ditangannya. Aku juga menyalakan pola api ditanganku. Sekawanan burung gagak berterbagan tepat diatas kami. Melewati kami. Kami memulai pertarungan. Aku melemparkan bola api itu padanya. Ia menghindar dan mengincarku dengan sinar lasernya. Sinar laser itu menebang  pohon disekitar tempat kami bertarung. Aku menghindar dengan terbang menggunakan tongkatku dan membakar tempat yang aku lewati. Aku memutari tempat ia berdiri. Ia terjebak didalam kobaran api. Ia menjatuhkan sebuah batu berukuran besar tepat diatasku. Aku menghindar dengan teleportasi. Aku mebekukannya. Tetapi sebelum aku berhasil ia berteleportasi. Kini ia tepat dibelakangku. Menikamku dengan pisau yang sama. Pisau yang ia lemparkan padaku malam itu. Aku membuat kobaran api yang menjulang tinggi semacam perisai dari api sehingga membuatnya menjauh dariku. Aku membuat mantra pelindung dari es didalam perisai api itu. Perlindungan sempurna. Aku terjatuh di kedua lututku dan meletakan tongkat sihir dan bola kristalku di atas tanah. Aku duduk di atas kedua kakiku dan menopang tubuhku dengan kedua tanganku karena tidak dapat menopang tubuhku sendiri. Aku melepaskan pisau yang masih menancap ditubuhku. Darah mengalir dari luka itu. Aku melumuri luka itu dengan ramuan penyembuh. Kenapa letak lukanya sama dengan luka yang sebelumnya? Aku mencoba bangun dengan menopang tubuhku pada tongkat sihirku. Tetapi kakiku tak kuat menahan tubuhku dan kembali terjatuh ketanah.
          Tak henti-hentinya Diandra mencoba menghancurkan pertahananku. Ia mencoba menghancurkannya dengan hujan baru berukuran kecil sehingga berefek seperti hujan peluru dan menyerang dengan sinar laser. Sayang sekali keberuntungan tidak memihak padaku. Bulan purnama telah menghiasi heningnya malam. Kobaran apiku telah melemah. Tidak menjulang tinggi seperti sebelumnya, kini hanya setinggi lututku. Dia melihatku sedang berdiri diatas lututku. Berusaha tetap kuat disaat aku melemah. Ia terlihat senang melihat keadaanku. Tatapannya sangat tajam, sangat penuh dengan perasaan ingin membunuh. Ia mengahancurkan mantra pelindungku dengan sinar lasernya. Kini tak ada yang bisa melindungiku. Jangankan untuk membuat mantra, bergerakpun aku tidak sanggup. Aku hanya bisa menatapnya.
          “ Habislah riwayatmu.”, Ia mengeluarkan mantra men-summon ratusan meteor itu lagi. Aku tidak bisa bergerak. Apa aku akan mati disini? Aku hanya bisa pasrah. Salah satu batu meteor sudah sangat dekat dengan kepalaku. Sangat dekat. Aku hanya pasrah dan menutup kedua mataku. Mungkin ini adalah akhir hidupku.
          Batu itu telah menghantam tanah, tetapi aku sudah tidak ada disana. “ Ci..Cintia? bagaimana bisa kau menemukanku?”, ternyata Cintia yang membantuku menghidari serangan yang hampir membunuhku di detik-detik terakhir. “ Tentu saja aku bisa melacak keberadaanmu. Saat pertama kali aku melintas aku memberikan mantra pada tanganmu saat aku menggenggamnya supaya aku bisa melacakmu.” . “ Apa?”, aku melihat kedua tanganku, mencari tanda mantra itu. Ternyata benar. Di punggung tangan kiriku sebuah tanda mantra kecil ada disana. Hanya saja sedikit samar sehingga aku tidak terlalu memperhatikannya. “ Tunggu saja disini. Aku akan melawannya.” . “ Tapi dia sangat kuat. Apa kau yakin?” . “ Bulan purnama sudah bangkit. Aku pasti bisa melawannya. Ia menyandarkanku pada sebuah pohon. Ia mulai melangkah dan bersiap melawannya. Aura hitam menyelimuti tubuhnya. Meskipun hanya berada didekatnya aku bisa merasakan sihir hitamnya itu.
          “ Siapa kau? Kau kira kau bisa mengalahkanku?”, ejek Diandra. “ Kita lihat saja nanti.”, ia berteleportasi dan berpindah tepat didepan Diandra, “ Siapa diantara kita yang lebih kuat.” . Cintia memulai pertarungan dengan membuat sihir grafitasi, ia menjauh beberapa langkah lalu menjatuhkan batu berukuran besar tepat diatas Diandra. Diandra menghindari serangan itu dengan teleportasi. Ia membalas serangan Cintia dengan meluncurkan batu-batu tajam berukuran kecil pada Cintia, batu itu bisa menusukmu dengan mudah seperti yang ia lakukan pada Eithan. Cintia mengangkat sebuah batu berukuran besar untuk melindunginya dari serangan itu. Batu yang melindunginya hampir terbelah menjadi dua karena Diandra terus mencoba menghancurkan pertahanan Cintia dengan sinar lasernya. Sebelum batu itu hancur, Cintia membuat dark orb yang dapat menghisap semua benda yang ada disekitarnya dan menghancurkannya. Termasuk juga Diandra. Ia tidak bisa menghindar dari serangan itu. Bola itu terus menghisap dan menghancurkan benda disekitarnya untuk waktu 15 detik. Cintia mensumon bola-bola cahaya yang bisa menembakan sinar laser. Cahaya laser itu menyerangnya bertubi-tubi. Diandra terjebak didalamnya, terus terkena serangan itu, dan tidak bisa melakukan serangan balasan. Seluruh tubuhnya penuh dengan luka. Ia terjatuh ketanah.
          Kini tenagaku telah pulih. Aku menghampiri tempat Cintia berada. Aku masih belum terlalu kuat sehingga aku menopang tubuhku dengan tongkat sihirku. Banyak orang muncul dari balik pepohonan. Mereka menggunakan topeng dan pakaian seperti jubah berwarna merah. Salah satu diantara mereka maju mendekati Diandra yang tergeletak ditanah, “ Kurasa aku sudah katakan padamu. Tidak ada ampun lagi. Hidupmu hanya sampai disini.” .   “ Ku mohon. Berikan aku kesempatan. Aku masih bisa membunuhnya.”, Diandra mencoba bangkit, tetapi ia tidak sanggup berdiri. Ia hanya bisa menangis dihadapan orang itu. Pria bertopeng itu menghunus pedang pada Diandra. Ia mengangkat pedang itu dan bersiap menusuknya. Aku membekukannya sebelum pedang itu sempat menusuk Diandra, “ Aku tidak akan membiarkanmu membunuhnya.” . Cintia menarik Diandra dengan gelombang. Aku membuat pelindung dari es. “ Serang mereka” , orang-orang itu berdatangan dan menyerang kami, dengan bola api dan hujan panah. “ Cepat bukalah portal dan kembalikan aku dan Diandra. Aku sudah tidak sanggup menahan serangan mereka.”, pintaku pada Cintia. “ Apa? Aku tidak bisa membawa dua orang melintas melewati portal sekaligus.” . “ ini satu-satunya jalan keluar dari sini. Dari kekacauan ini.” . “ Buatkan perisai yang lebih luas dari ini. Jika aku membuka portalnya sekarang mungkin musuh akan mengikuti kita.” . “ Baiklah.” , aku membuat perisai dari api. Hanya satu langkah lebih luas dari perisai es yang kubuat sebelumnya. “ Bagaimana dengan ini?” . “ Ini sudah cukup. Kau bawa Diandra. Aku akan membuka portalnya.” . Cintia telah membuka portal itu. Aku mengalungkan lengan Diandra sehingga ia bisa menopang tubuhnya padaku. Kami semua melangkah memasuki portal itu dan meninggalkan kekacauan itu.
          Kami melangkahkan kaki kami menuju seberkas cahaya yang mulai membuka didepan kami. Meninggalkan portal yang gelap itu menuju cahaya yang terang. “ Angelinaaa..”, teriak Eithan terdengar saat kami keluar dari portal itu. “ Hai Eithan. Lama tak jumpa.”, kataku. Aku memberikan Diandra pada Cintia. Eithan berdiri berlari kearahku. Memeluku erat-erat seakan tidak ingin kehilanganku untuk kedua kalinya. “ Eithan... bisa kau lepaskan aku? Nafasku terasa sesak.”, kataku. “ Syukurlah. Aku kira aku akan kehilanganmu untuk selamanya.” . “ Tapi sekarang aku kembali.” . “ Ehemm...”, Cintia mengingatkan kami bahwa ada dua orang yang dianggap tidak ada. “ Diandra? Apa yang terjadi padanya?”, Eithan baru tersadar bahwa adiknya sedang terluka parah. “ Aku terpaksa melawannya karena dia hampir membunuh Angelina.”, jelas Cintia. “ Bukankah aku pernah bertemu denganmu? “, Eithan melihat wajah Cintia dengan teliti. “ Tentu saja kau mengenalnya. Dia Master Cintia.”, jawabku. “ Ma..master Cintia? Mana mungkin? Dia masih muda. Seumuran denganku.” . “ Dia adalah Master Cintia dari sepuluh tahun yang lalu.” . “ Sepuluh tahun yang lalu?” . “ Ya. Kau ingat seorang gadis menunjukan sedikit sihir dan membuatmu sangat kagum dan sangat ingin menguasai sihir?”, aku melakukan sihir sama persis seperti yang kutunjukan pada Eithan sepuluh tahun lalu. “ Bagaimana kau bisa tahu?”, Eithan heran. “ Karena aku yang melakukannya. Aku adalah Sorceress yang kau temui sepuluh tahun lalu.” . “ Lebih jelasnya Angelina dibawa pergi ke sepuluh tahun yang lalu oleh Diandra”, jelas Cintia.
          Eithan mengulurkan tangannya untuk menopang tubuh adiknya itu, “ Terimakasih kau telah membawa kembali Angelina dan adiku kembali.” . “ Ini bukan apa-apa. Karena Angelina aku bisa menjadi seperti ini.” . “ Sebenarnya ini adalah kemampuanmu sendiri.”, kataku. “ Kurasa aku harus pergi.” . “ Ini bukan perpisahan. Suatu hari nanti kita akan bertemu lagi. Meski di situasi yang berbeda.” . “ Aku akan menunggunya.”, Cintia membalikan badan dan membuka portal untuk kembali kemasanya. “ Cintia...”, aku memanggilnya sebelum ia memasuki portal itu. Ia membalikan badannya. Sebelum ia berkata sepatah katapun aku memeluknya erat-erat, “ Terima kasih atas semuanya. Meskipun kau masih belum mengerti apa yang ku maksud. Terimakasih kau telah menjadi temanku dan juga guruku. Aku tidak akan pernah melupakanmu.” . Awalnya ia terkejut lalu ia membalas pelukanku. “ Aku tidak sabar untuk bertemu denganmu lagi. Sampai jumpa.”, ia memasuki portal itu dan menghilang dari hadapan kami.
          “ Kau terlihat cantik dengan rambut seperti itu.”, Eithan memuji penampilan baruku yang diciptakan oleh master Cintia. Wajahku langsung memerah. Aku melepaskan ikatan kepangan rambutku dan membuatnya terurai begitu saja. Aku merapihkan rambutku dan kembali mengikatnya. Seperti biasanya. “ Apa yang kau lakukan?”, Eithan kebingungan melihatku melakukannya. “ Jangan banyak bicara. Kita harus kembali ke Mana Ridge membawa adikmu yang terluka.”, aku mengalihkan pembicaraan. “ Aku tahu kita harus mengobati adiku. Tetapi kenapa kau tidak membiarkan rambutmu terkepang seperti tadi? Kau terlihat sangat cantik.” . Aku tidak memperdulikannya. Aku tetap melangkahkan kakiku kembali ke Mana Ridge. Ia tampak masih bingung. Ia mengikutiku sambil menggendong adiknya.
          Kami telah sampai di Mana Ridge. Kami langsung menuju rumah Master Cintia. Aku mengetuk pintu rumahnya. Tak lama ia membuka pintu rumahnya. Ia terlihat terkejut melihatku yang seharusnya sudah sampai di desa Calderock berada didepan pintu rumahnya dan membawa Diandra bersama kami, “ Apa yang terjadi? Kenapa dia bisa ada di sini? Bukankah dia ada di penjara?” . “  Sebenarnya kau yang melakukannya.”, jawabku. Ia memejamkan matanya. Ia seperti sudah mengerti apa yang aku bicarakan. “ Ternyata kejadian itu terjadi hari ini?” . Tanpa berfikir panjang aku memeluknya erat-erat. Ia tampak terkejut dengan tingkahku yang tiba-tiba berubah, “ Hei apa yang kau lakukan?” . “ Terima kasih. Kini kau sudah mengerti apa yang kumaksud kan? Master.” . “ Tentu saja aku tahu.”, ia membalas pelukanku. “ Bawa dia ke dalam. Aku yang akan mengurusnya. Sebaiknya kau segera berangkat ke desa Calderock. Takdirmu sudah menunggu Angelina.”, ia tersenyum padaku. “ Tentu. Sampai jumpa Master.” Eithan menidurkan Diandra di sofa yang berada di depan perapian. Aku membalikan badan dan mulai melangkah meninggalkan Mana Ridge. Melangkah maju memenuhi takdirku.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar dengan kata-kata yang sopan. Terimakasih >.<